Udah nungguin, ya? 200+comments for next chapter, ya!!!
1. 10 AM
Joanna sedang menatap Jason dan Jensen yang tengah menangis di ruangan rawat Jeffrey. Bersama Jessica dan Sandi. Karena akhirnya, mereka bisa melihat Jeffrey untuk yang petama kali.
Sebut Joanna gila, karena dia sampai nekat melakukan ini sendirian. Membohongi semua orang dan membuat mereka tampak bodoh sekarang. Karena setiap tahun, dia juga mengadakan upacara kematian untuk suaminya.
Dulu, Joanna meminta agar pemakaman suaminya diadakan secara privat. Orang-orang juga tidak boleh melihat proses kremasi dengan alasan karena SOPnya.
Tidak karena Joanna yang meminta. Sebab tidak ingin orang-orang tahu jika mayat yang ada di peti mati bukan suaminya. Namun mayat ODGJ yang meninggal karena tabrak lari di jalan.
Jessica berjalan pelan ke arah Joanna. Dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata. Dia benar-benar hancur sekarang. Karena merasa gagal menjadi orang tua. Sebab telah memaksa Joanna untuk merelakan Jeffrey begitu saja. Padahal, dia masih bisa bertahan hingga sekarang.
"Maaf, karena Mama tidak percaya padamu selama ini. Kamu benar, Jeffrey memang bisa bertahan selama ini. Tapi, mau sampai kapan kamu seperti ini?"
Joanna diam saja. Dia tahu jika dirinya salah. Dia juga tahu dia cukup egois karena memaksa Jeffrey agar tetap hidup tanpa persetujuan orang tuanya.
Namun tetap saja, Joanna merasa jika ini yang memang seharusnya dia lakukan. Dia mencintai Jeffrey. Sangat.
Ketika dokter mengatakan jika Jeffrey tidak memiliki kesempatan hidup lagi, Joanna merasa hancur sekali. Tidak bisa berpikir waras lagi. Membuatnya hampir kehilangan si kembar yang saat itu belum lahir.
"Kamu tidak dengar apa yang telah dokter katakan? Prosentase kesempatan hidup Jeffrey tidak tinggi. Mau sampai kapan denial seperti ini? Ini sama saja kamu menentang kehendak Tuhan yang ingin Jeffrey pergi!"
Joanna hanya menunduk saja, tidak tahu ingin mengatakan apa. Sebab dia juga membenarkan apa yang Jessica katakan. Namun, dia masih belum rela ditinggalkan. Tidak rela melihat tubuh Jeffrey hancur atau terkubur di tanah. Sendirian.
"Joanna, ikhlaskan Jeffrey. Dia pasti ingin pergi. Selama ini kamu sudah cukup baik merawat anak-anak sendiri. Papa yakin, kamu juga pasti bisa melanjutkan hidup tanpa Jeffrey lagi. Kasihan Jeffrey jika harus kamu paksa hidup seperti ini. Kasihan kamu jika harus bekerja keras sendiri agar bisa membayar biaya rumah sakit yang sudah pasti tidak sedikit. Kasihan anak-anak juga jika harus melihat keadaan ini lebih lama lagi."
Tagis Joanna semakin kencang. Apalagi ketika melihat anak-anak yang memang tampak pasrah ketika melihat ayahnya. Mungkin karena dokter sudah menjelaskan jika Jeffrey memang sudah tidak memiliki harapan. Sebab dia bagai manusia tanpa nyawa jika alat bantu nafas dilepas.
5. 00 AM
Joanna dan anak-anak sudah pulang sekarang. Begitu pula dengan Sandi dan Jessica. Meninggalkan Jeffrey yang kini di masih di rumah sakit sendirian.
"Ma, Papa pasti sedang kesepian saat ini."
"Tubuhnya dingin sekali."
"Papa juga tampan sekali."
"Mirip Kakek Sandi."
Jason dan Jensen mempererat pelukan pada Joanna. Karena saat ini, mereka sedang merebahkan diri di atas ranjang ibunya. Sebab rasa sedih yang dirasakan belum hilang hingga sekarang.
Ketiganya sama-sama tidak bisa memejamkan mata. Terlebih Joanna yang sedang memikirkan perkataan mertuanya. Karena mereka ingin dia menyerah saja. Merelakan Jeffrey agar benar-benar meninggalkan dunia.