Bagian 3

5 2 0
                                    

Berdesir hatiku, rasanya nyeri-nyeri didada. Tapi, itu hal biasa bagiku melihat Dia bersama dengan perempuan lain. Mengenai rasa sukaku pada Jaasir, hanya Aku dan Tuhanku yang tau. Vivin dan Revan yang sahabat dekatku tidak mengetahui kalo Aku menyukai Jaasir. Rasa ini terpendam begitu saja, dulu Aku meyakinkan Diriku untuk tidak menyukai Jaasir sekiranya pada waktu kelas sepuluh. Karena pada waktu itu banyak sekali yang terkagum-kagum dengannya juga Dia orangnya humble sekali.

Karena Dia selalu memperlakukanku lebih dari yang kukira dan selalu berkata manis didepanku, lama-lama Aku juga menyukainya. Awalnya Aku mengira kalau Diriku hanya terbawa dengan suasana dan perasaan. Biasanya saat Aku menyukai seseorang tidak pernah selama ini. Tapi, mengapa perasaanku saat ini berbeda? Kenapa masih belum berpindah rasa sukaku?.

Setelah melihat hal itu moodku yang awalnya baik menurun dengan drastisnya. Jaasir yang melihat ke arah pintu karena kedatangan Kami bertigapun hanya tersenyum dan membalasnya dengan tersenyum.

"Wah, babang Jaasir" Ledek Revan.

"Apa?" Balas Jaasir yang salah tingkah.

"Engga ada haha" Ucap Revan sambil dengan memasang muka mengejek Jaasir. Jaasir yang diejek Revan hanya memasang senyumnya dari tadi. Aku hanya mengikuti Vivin menimbang badannya.

"Ngga timbang sekalian?" Tanyanya.

"Engga deh, keluar yuk Kita tunggu Revan diluar" Ucapku.

"Oke"

"Revan Aku tunggu diluar ya, duluan Jaas" Ucap Vivin dan Aku hanya memasang senyum sambil melambaikan tangan ke Jaasir. Sedikit Aku melirik perempuan yang ditemani Jaasir yang sedang tidur pulas di keranjang. Cantik.

"Kamu nanti ada kegiatan ngga?" Tanya Vivin.

"Engga sih, kenapa memang?"

"Mau main ke rumahmu, mau ketemu Abangmu yang tampan" Rayu Vivin sambil menggandeng tanganku.

"Heleh" Ucapku sambil menyipitkan mataku.

"Yayayyayaya, plisssss!" Bujuk Vivin.

"Emm, gimana ya?" Godaku sambil smirk menoleh ke Vivin.

"Ayolahh, apalagi Aku udah lama ga main ke rumahmu"

"Hmm, oke deh"

"Aku ikut" Ucap Revan yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.

"Ah, engga deh. Kacau tau ga kalau Kamu ikut!" Bantah Vivin.

"Aish udah-udah lebih baik Revan ikut biar nanti Kamu ga jalan kaki sehabis dari rumahku" Jelasku.

"Tuh, dengerin"

Vivin hanya membalas dengan lirikan maut ke Revan. Kami langsung kembali ke kelas karena Revan sudah mendapatkan obat yang Dia Inginkan. Tak lama kemudian bel masuk berbunyi dan pelajaranpun langsung dimulai. Aku menoleh ke belakang dan ternyata Jaasir masih belum kembali. Aku kembali fokus ke pelajaran meskipun di tengah guru menerangkan materi Aku masih memikirkan Jaasir.

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Aku dan Vivin langsung menuju ke rumahku, sedangkan Revan akan langsung menuju ke rumahku sendirian karena Dia membawa motornya. Sesampainya di rumah Aku langsung menyuruh Vivin untuk langsung duduk di ruang tamu dan tak lama kemudian Revan datang dengan motornya yang langsung Dia parkirkan di halaman rumah.

"Assalammualaikum" Ucapnya.

"Wa'alaikumsalam" Jawabku dan Vivin bebarengan.

"Langsung duduk aja Rev" Mintaku.

"Oke"

Kami bertiga seperti biasa selalu mengobrol tidak jelas. Karena sedari kecil Kami sering bermain bersama meskipun rumah agak berjauhan. Awalnya yang sering bermain di rumah denganku hanya Vivin dan di sekolah Kami berdua juga bergaul dengan teman yang lain. Sedangkan Revan dulu Dia adalah si paling pendiam berbeda dengan sekarang, Dia juga jarang bergaul dengan teman yang lainnya. Vivin si anak yang paling lincah selalu mengajak Revan untuk bermain bersama, awalnya Revan malu-malu tapi akhirnya ya jadilah seperti sekarang.

"Assalammualaikum"

"Wa'alaikumsalam" Jawab Kami bertiga serempak.

"Bang Jose, Halo" Sapa Vivin yang sambil memasang senyum lebarnya tak lupa dengan lamabaian tangannya.

"Yaelah, Caper tuh Bang" Ledek Revan.

Aku yang mendengarnya hanya tertawa dan Aku sontak terkejut saat Vivin memukul keras bahu Revan.

"Aww, YAAA!!!" Bentak Revan sambil mengusap bahunya.

"Opss, sorry"

"Ada-ada saja kalian, Abang masuk dulu ya" Ucap Bang Jose yang langsung masuk dan saat melewatiku Bang Jose memukul kepalaku pelan. Yaa, sepeti itulah kelakuan Abang tanpa akhlak. Aku yang melihat ke arah Vivin yang memasang raut kecewa hanya menggelengkan kepala keheranan. Tak lama kemudian karena hari semakin sore, Revan dan Vivin berpamitan pulang. Aku mengantar mereka sampai ke depan pagar. Revan dan Vivin selalu saja bertengkar tanpa henti bahkan sebelumnya Revan melempar sepatu Vivin hingga ke jalanan. Aku yang terbiasa dengan mereka hanya bisa menggelengkan kepalaku.

Selesai mandi dan sholat Aku langsung membuka My Diary Book dan menuliskan cerita hari ini. Buku ini adalah saksi bahwa Aku menyukai Jaasir. Banyak halaman yang tertulis nama Jaasir tanpa Kusadari Aku menulis namanya sebanyak itu. Betapa Aku sangat Menyukainya.

CakrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang