7. pencuri ubi yang kelaparan

22 1 1
                                    

Yogyakarta, Juni 2011

Sudah lama Wildan memiliki keinginan menginjakan kaki ke sebuah restoran yang terkenal dengan masakan nya yang lezat. Ia bahkan tengah berusaha menyisihkan sisa-sisa uang receh yang dimiliki nya agar suatu hari, impian nya untuk makan direstoran enak bisa terwujud.

Sejak kecil ia selalu makan masakan ibu nya yang enak,tapi semenjak ibu pergi,ia tidak lagi bisa memakan masakan enak.Wildan pikir mungkin dengan pergi ke restoran yang menyajikan makanan enak, bisa mengobati rindu nya pada masakan ibu.

Anak laki-laki cengeng,yang telah tumbuh menjadi pemuda tampan ini, juga jarang sekali makan nasi putih.

Wildan terpaksa masih memakan nasi aking.Makanan yang berasal dari sisa-sisa nasi yang tidak habis, lalu dikering kan di bawah terik matahari untuk di olah kembali.

Pemuda itu sudah mulai mengonsumsi panganan yang sebenar nya lebih mirip seperti makanan unggas itu sejak keluarga Brian tidak lagi tinggal dirumah besar, samping rumah rimpuh milik Wildan.

Wildan terpaksa terus mengonsumsi nasi aking untuk bisa terus bertahan hidup.Walau beranjak dewasa, ia tahu jika nasi aking yang ia makan bisa kapan saja membawa penyakit seperti diare,keracunan dan bahkan gizi buruk untuk diri nya.

Nasi yang mengalami proses berkali-kali, kandungan karbohidrat dan protein nya tentu akan berkurang dan lebih banyak mengandungan bakteri dan jamur.Bahkan belum lama ini Wildan baru saja terkena diare,karna terlalu sering makan nasi aking.

Disela-sela kesibukan nya menyiapkan makan siang,Wildan dikejutkan dengan kedatangan sahabat nya. Gadis berkulit putih seperti susu dan rambut hitam nya yang dikuncir. Gadis itu kini berdiri dihadapan Wildan,ia tersenyum lalu menyerahkan secangkir teh yang ia bawa pada Wildan.

"Perut mu gimana, sudah mendingan?."

"Masih sakit sih,sedikit."

"Ini nenek menyuruh ku bawa teh chamomile buat kamu.Semoga aja bisa meredakan nyeri di perut mu."

"Makasih."

Wildan menyeruput teh hangat itu sekali,lalu menaruh cangkir itu di meja. Ia kembali melalukan aktifitasnya.

Sarayu memperhatikan sang pemuda yang sibuk mencuci nasi kering itu lagi.Ada rasa kesal,yang tiba-tiba timbul didalam diri Sarayu.

Bagaimana bisa pemuda itu begitu mengabaikan kesehatan nya,disaat Sarayu begitu khawatir dengan keadaan Wildan.Diare nya saja belum sembuh sepenuhnya,tapi pemuda itu malah memilih memakan nasi aking lagi.

"Wildan kamu yakin masih mau makan nasi aking itu?."

Wildan tidak punya pilihan lagi, ia lantas mengangguk walaupun masih diliputi keraguan.

"Kayak nya kemarin aku bisa kena diare, karna nasi aking kering yang ku cuci belum bersih dari jamur dan bakteri deh.Mungkin kalo aku cuci nya lebih bersih,aku nggak akan kena diare lagi."

"Bisa berhenti makan nasi aking itu dulu nggak,perut kamu belum sepenuh nya sembuh dari diare loh."

Wildan mematikan keran air,menghentikan aktifitas nya sebentar,menatap sang gadis untuk menyakinkan nya. Ia tau kalo Sarayu tengah mengkhawatir kan diri nya. Wildan selama ini juga tau jika Sarayu adalah orang yang paling mempedulikan nya, lebih dari siapapun.

"Gapapa, Sar. Lusa janji deh,aku nggak akan makan nasi aking lagi untuk beberapa hari."

"Kenapa harus nunggu lusa. Bukan nya orang tua Brian lagi disini,biasa nya kamu makan enak tiap kali mereka disini."

"Mereka pergi ke Bandung mengantar Brian. Mungkin bakal menginap di rumah orang tua asuh Brian di sana tiga hari."

Ucapan Wildan sama sekali belum bisa menghilangkan rasa kekhawatiran Sarayu. Kalo lusa orang tua Brian baru akan kembali,itu artinya masih ada hari ini dan esok Wildan harus makan nasi aking itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Road ; shuhua - wonpilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang