Page 1: Ayo hidup lebih lama! (HC)

32 3 0
                                    

Page 1 ini dipersembahkan kepada laki-laki yang sedang berulang tahun yang ke dua puluh tiga, Lee Haechan

Page 1 ini dipersembahkan kepada laki-laki yang sedang berulang tahun yang ke dua puluh tiga, Lee Haechan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

6 Juni

Chan, kita sudah sampai dipenghujung hari bahagia setelah perjalananmu yang melelahkan itu. Lagi-lagi, hari ini berlalu begitu cepat berubah menjadi esok yang tiada tahu apa mungkin menjadi hari terakhir. Pagi berganti malam, dan malam menyambut pagi yang baru. Dengan kepala yang isinya mungkin sudah pergi kemana-mana, mungkin saja isi kepalamu itu sedang duduk manis di Malioboro sembari menatap jalanan Jogja yang kian ramai, mungkin juga pikiranmu sedang terjebak dalam realita hidup yang tidak melulu manis, tentang banyak kekhawatiran atas dunia yang kamu anggap menakutkan, tentang pencapaian-pencapaianmu yang masih tergantung dengan doa-doa lainnya, sama chan, aku pun begitu. Tapi kamu masih sanggup untuk berdiri kokoh dengan hati yang berkecambuk pelik serta jiwa yang tak sedikit limbung, karena menurutmu ini adalah harga yang harus dibayar untuk menjadi dewasa, dewasa yang memakan emosinal bukan? Kamu pasti sudah tahu sejak awal untuk menjemput bahagia memang perlu banyak pengorbanan jadi, chan letakkan sebentar jika kamu lelah.

"Ada warteg baru diperempatan ujung jalan itu, mau coba?" Ayo kita pergi senang-senang, lalu makan-makan sembari tertawa sejenak melupakan peliknya kehidupan. Makan adalah caraku untuk mengapresiasi diri sebagai bentuk Bahagia yang suka orang-orang lupakan. Mungkin memang tidak mewah tapi aku harap sepiring nasi dengan tempe orek dan telur dadar bisa membantu kamu paham bahwa bahagia itu bisa jadi datangnya dari hal-hal sederhana dan berasal dari dirimu sendiri. Semoga sepiring nasi dengan tempe orek dan telur dadar mampu mengenyangkan perutmu yang keroncongan.

"Pelan-pelan saja makannya, tidak ada yang mau mengambil makananmu," ujarku pada laki-laki yang hari ini genap berusia dua puluh tiga tahun. Aku menatapmu yang sedang makan dengan lahap, rasanya senang bisa mengajakmu untuk sekedar duduk dan makan.

Chan, hari ini lelah ya? tapi kamu tidak suka disuruh untuk beristirahat sebentar saja, aku tahu, karena itu aku tidak akan mengatakannya jadi aku akan mengatakan yang lain, you did well,chan! I don't care how many people appreciate you but you did well so I want to say a big thanks to you.

"Ada apa, sayang?" Suaramu membuyarkan lamunan tentangmu, kamu tersenyum hangat, aku lihat piringmu sudah kosong tanpa sisa. "Enggak papa."

"Masa sih? Tadi aku lihat kamu ngelamun, are you okay sayang?"

"Iya, aku baik-baik saja."

Lagi-lagi kamu menjadi juara satu menempati relung dalam diriku agar selalu menjadi idolaku, sepertinya dirimu ini tidak memperbolehkan orang lain masuk ya? sampai-sampai mata, hati dan telingaku hanya berisi dirimu. Lalu, setelah obrolan ringan di warteg baru kami kembali singgah sejenak di warung seblak, mengajakmu untuk merasakan kesederhanaan (lagi) kali ini kamu lebih banyak berbicara daripada sebelumnya, katamu dunia memang selalu seperti itu sejak awal sejak kita lahir hanya saja kita baru menyadarinya saat beranjak dewasa, berjalan dan meninggalkan yang payah, tertawa dan mengejek yang bodoh. Sementara kita hanyalah hamba yang Cuma berpegang teguh pada seuntai doa dan usaha saja. Selebihnya yang Maha Baik sudah mengatur dalam garis takdirnya dengan sempurna.

Tapi kamu selalu berusaha untuk merengkuh semua yang hampir hancur sampai kamu ikut terluka, mengupayakan yang lemah dan payah agar tidak mati termakan takdir dan cerita jahat milik dunia. Lelahmu kebaikan yang sangat deras dan jelas. Hatimu kau serahkan banyak disana. Tapi, hatimu milik orang rumah juga aku didalamnya. Terimakasih sudah bertahan, baikmu menyelamatkan banyak jiwa yang sekarat, suara indahmu menjadi candu yang enak ditenggak, kepribadianmu yang mengajak banyak disana untuk tetap tegar tanpa berpikir untuk mengakhiri dirinya sendiri, kamu seberharga itu.

"Kamu mau nambah lagi? Seblaknya enak? Tidak pedas? Kalau pedas kasih saja ke aku, biar kamu tidak sakit perut."

"Ini enak, lumayan pedas tapi enggak papa gak bikin aku sakit perut," jawabku.

"Perutmu kenyang?" kali ini aku yang bertanya.

"Iya. Hatiku juga senang."

Haechan, ayo hidup lebih lama karena mungkin masih banyak disana yang bertahan hidup karena kamu hidup.

Just What I Want to Say Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang