Page 4: Dialog pukul dua dini hari (MK)

10 0 0
                                    

Mark, bahkan sampai hari berganti pun kamu masih enggan beranjak dari kursi rotan depan televisi ya? Sebenarnya tontonan apa yang membuatmu sampai begitu rela duduk berjam-jam ditemani kopi hitam dingin sebab sudah kamu buat empat jam lalu itu? Pa...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mark, bahkan sampai hari berganti pun kamu masih enggan beranjak dari kursi rotan depan televisi ya? Sebenarnya tontonan apa yang membuatmu sampai begitu rela duduk berjam-jam ditemani kopi hitam dingin sebab sudah kamu buat empat jam lalu itu? Pasalnya sudah sampai jengah aku menemanimu menonton acara televisi yang tidak aku mengerti, karena kita beda selera.

"Sudah?" tanyaku, kali ini dia benar menyudahi acara menontonnya.

"Sudah ayo tidur" ajaknya, lalu kami pergi meninggalkan ruang saksi menonton televisi. Berjalan beriringan menuju tempat kami beristirahat tenang.

"Kenapa?" tanyamu. Aku hanya menggeleng pelan.

"Mau ngobrol?" tanyamu lagi, kali ini pertanyaanmu berhasil menarik perhatian. Sudah pasti setelah ini akan ada sesi diskusi panjang. Lagi, aku mengangguk sebagai jawaban.

"Sayang mau ngobrol apa?" Kamu membenarkan posisi dudukmu dengan bantal sebagai sandaran punggung sebab di ranjang tidak ada sandaran. Juga membenarkan selimut kembang hadiah pernikahan.

"Bingung," jawabku.

Lalu tanganmu terulur mengusap lembut puncuk kepalaku juga mencium mesra. Rangkaian dialog dalam kepala hilang entah kemana bersama ciuman mesra mendarat sejak pertama. Selalu begitu,tubuh ini seperti hilang kendali dengan kamu sebagai pengontrol bebas. Kamu melepas tautan bibir lalu menatap dalam dengan lembut.

"Pasti banyak banget yang mau kamu omongin ya?"

Mark, sepertinya kamu selalu punya cara agar bisa dicintai secara sederhana ya? Maksud aku, semua yang ada di kamu itu selalu bikin aku jatuh cinta. Aku bukan perempuan yang bisa membaca aura sebab aku bukan bagian dari tim jurnalrisa tapi jika dilihat kamu itu auranya awur-awuran banget kayak pengin dicintai setiap orang yang lihat kamu.

"Kamu sadar gak kalau kamu bisa bikin orang gampang jatuh cinta ke kamu?" Akhirnya aku mengeluarkan pemikiran sejak tadi.

"Maksud kamu apa sayang?" Dahimu berkenyit, sepertinya memang tidak bohong jika kamu bilang tidak mengerti.

"Semua yang di kamu itu attractive banget, orang bisa suka bahkan sejak pertama kali lihat, cara kamu senyum, cara kamu ngomong, attitude kamu-" aku menghentikan kalimatmu sebab sudut bibirmu tertarik ke atas, tersenyum.

"Cemburu rupanya."

"Enggak" elakku.

"Terus kenapa tiba-tiba kamu ngomong begitu hm?"

Aku terdiam, pertanyaanmu simple tapi buat aku bingung jawabnya. Karena sampai dititik sekarang pun aku masih tidak menyangka, bahkan kita tidur dibawah selimut yang sama setiap harinya, makan bersama, melakukan banyak hal juga kita lakukan berdua, bersama. Ternyata sudah sedekat itu, maksudku kamu benar-benar sudah berjanji di hadapan Tuhan pada hari itu ya? "Kamu baik banget, sebaik itu sampai banyak perempuan salah beranggapan atas kebaikan kamu."

"Lalu?" tanyamu.

"Lalu apa?" aku tidak mengerti, lagi.

"Ya lalu kamu cemburu tiap kali aku membantu mereka?" Aku menggeleng, dan kamu mengusap punggungku.

"Aku malah bangga sama kamu."

Bahkan Mark, setiap lihat kamu aku selalu berdoa bisakah kamu tinggal bersamaku untuk waktu lama, aku mau kamu yang di hidup aku, jangan orang lain, karena dia bukan kamu, dan kamu bukan dia.

"Sayang, apa aku mempermasalahkan itu?" tanyamu dan aku menggelengkan kepalaku.

"Aku tidak peduli bagaimana mereka beranggapan, aku melakukan itu karena mau membantu, aku gak bisa lihat orang kesusahan."

"Tapi minusnya kamu jadi dimanfaatin."

"Iya, kamu bener. Makanya, sekarang aku membatasi diri untuk kapan waktunya aku bisa membantu dan enggak."

"Apa kamu masih cemburu?"

"Masih... sedikit, rasanya aku mau egois, gak mau berbagi apapun soal kamu."

Kamu tertawa, tawamu juga masih sama seperti lima tahun lalu sejak jumpa pertama di pengabdian desa waktu itu. Kala itu juga banyak sekali dari mereka yang bergantung padamu, karena kamu seperti matahari sore yang tidak panas, tapi hangat. Kamu itu orang yang hangat tidak heran jika kamu menjadi bagian yang disukai oleh mereka.

"Kamu punya wishlist apa sayang?" tanyamu tiba-tiba, aku berpikir sebentar lalu beranjak dari ranjang, mengambil notebook kecil bergambar paris yang ujungnya sobek.

"Disini, aku catat wishlist aku disini, kayaknya masih banyak yang belum tercapai," jawabku. Kamu penasaran rupanya, mengambil notebook itu dan membacanya.

"Adalagi yang ingin kamu tulis?" tanyamu lagi.

"Ada, tapi kayaknya enggak perlu ditulis."

"Apa itu?" tanyamu.

"Hidup lama sama kamu." Jawabku dengan tawa dan kamu juga ikut tertawa.

"Aku juga punya wishlist," ujarmu dan kamu mengambil ponsel membuka catatan.

"Ini, kamu bisa membacanya."

"Yang terakhir kenapa tulisannya 'menikah sama (you)'?" tanyaku dengan perasaan senang.

"Ya... karena aku sukanya kamu, aku cintanya sama kamu. Udah tahu kan? Kamu masih cemburu?"

Aku jawab, "Enggak"

"Apa kamu tahu sayang?" kali ini aku yang bertanya sambil memaikan cincin pernikahan yang tertanam dijemari manismu.

"Hm?"

"Kamu harus tahu, kamu udah bantu banyak banget orang buat bertahan hidup dari hal-hal kecil pemberianmu, jadi kamu mau kan hidup lebih lama... untuk aku, juga mungkin mereka."

"Kamu juga harus hidup lebih lama, bersamaku." Aku lihat kamu serius mengatakannya.

"Iya, janji?"

"Jangan janji, aku takut gak bisa tepatin janjinya."

Benar, jangan janji untuk sesuatu yang tidak pasti, seperti berjanji untuk bersama dan hidup lama.

"Berusaha?"

"Iya, ayo sama-sama berusaha menepati berusaha hidup berusaha jangan mati berusaha menyelesaikan wishlist yang kita punya, gimana?"

"Iya aku mau."

"Sudah?"

"Iya, sudah."

"Ayo tidur, sudah terlalu malam buat kita tidur."

Aku tertawa, "benar sudah terlalu malam bahkan ini pagi ya?"

"Selamat tidur sayang."

"Iya, selamat tidur juga sayang."

Just What I Want to Say Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang