“mau ambil nafas dulu? gua lanjut kalo lo kuat”
ga, ga kuat. sunghoon sama sekali ga kuat. entah kenapa, dia yang menantang namunndia juga yang detak jantungnya berdegup paling kencang disini.
pipinya perlahan memerah, merasa malu setengah mati tiba-tiba. apalagi perkataan si surai merah barusan. dia bisa gila, benar-benar bisa gila oleh sahabat bangsatnya ini.
“sunghoon?”
panggilan itu kembali memicu adrenalin sunghoon. masih dengan nafas yang sedikit terengah, kepala yang mulai pusing, mulutnya meracau, ga sesuai dengan jawaban yang dia pikirkan di otaknya.
“lanjut, gue—mau lanjut”
heeseung terdiam, beberapa detik kemudian memberikan senyum yang lama kelamaan berganti menjadi senyum miring. “malah keenakan”
sialan. rengekan dari yang lebih muda terdengar. tanpa berucap pun heeseung sudah tau bahwa yang lebih muda ingin dia cepat bergerak, berhenti untuk memberinya beberapa tease karena hal itu—
benar-benar dapat membuat sunghoon gila perlahan. sama seperti bagaimana heeseung bertindak padanya. perlahan, lembut, menuntun namun pasti.
maka bibir itu kembali bertemu, milik sunghoon yang sama sekali ga bergerak dengan heeseung yang menguasai seluruh pergerakan, memberikan perintah tanpa ucapan.
sunghoon kembali merengek, membuat heeseung memutuskan cumbuannya. tangannya terangkat untuk menyingkirkan poni hitam itu dari dahi sunghoon. terkekeh saat menyadari bahwa yang lebih muda benar-benar terengah hanya karena ciuman yang berlangsung beberapa detik.
“lo udah gila minta gua cium lo”
heeseung tersenyum, menyelipkan rambut panjang sunghoon yang mulai panjang itu di belakang telinga, kemudian jemari itu turun ke pipi, mengusap dengan jari jempol yang menganggur.
“susah ya?” ucap yang lebih muda tiba-tiba, masih terlentang lemas di atas sofa.
heeseung bergumam, nada untuk menanyakan balik apa maksud sunghoon.
“ciuman yang kaya gini—susah ya?”
“ngga sih. kenapa? lo mau coba?”
sunghoon mengalihkan pandangan. dalam gelapnya kamar, heeseung bisa membayangkan bagaimana semburat merah mulai muncul di pipi sunghoon.
“gausah” jeda sebentar, heeseung menurunkan intonasinya. “lo bagian nerima aja, ga cocok nyium orang”
“kenapa?” tanya sunghoon.
heeseung menatap, “too pretty for that” ucapnya jujur.
“ah bangsat, diskriminasi” mulut mengumpat, namun bibir ga sanggup untuk ga menyinggungkan senyum kecil.
heeseung ikut terkekeh. lucu, reaksi yang lebih muda benar-benar lucu. dia heran bagaimana bisa dia ga sadar sisi sunghoon yang seperti ini.
“suka diginiin?”
mata itu kembali menatap, “gimana?” sunghoon bertanya balik.
“di-treat lembut kaya gini” beberapa detik namun sunghoon ga menjawab membuat heeseung buru-buru membenahi kalimatnya. “bukan di hal intim doang. maksud gua gimana orang memperlakukan lo, termasuk gua”
“gue—gatau” suara itu memelan. “gue jarang diginiin. maksudnya, gue juga jarang minta diginiin”
heeseung mengangguk mengerti. hening sesaat ketika heeseung, entah sadar atau tidak semakin memberikan afeksi ke sunghoon. tangan kirinya menyelip ke surai hitam milik si marga park, mengusap, bergerak dengan lembut, membuat yang terbaring tanpa sadar memejamkan matanya.
nyaman, seluruh afeksi ini terasa nyaman.
“sifat lo dari luar keras banget. lo manja-manjaan kalo bukan ke gua ya ke jake. orang-orang liat karakter lo tegas, mereka ga akan ngira kalo lo—”
mata mereka bertemu. tatapan elang dari surai merah dan tatapan sayu dari surai hitam. heeseung terdiam, sama hal nya dengan sunghoon. “—suka diginiin” lanjut heeseung.
tunggu, ini semua dimulai hanya karena menonton film dan pikiran gila sunghoon yang ingin mencoba ciuman. dia sama sekali ga mengira bahwa mereka akan sejauh ini.
mulai dari bagaimana posisinya sekarang, dimana tangan heeseung bertengger, dan bagaimana heeseung menatapnya.
mereka kalut, masing-masing terpana entah karena apa. hal yang seharusnya salah. sunghoon sendiri tau ini salah dan sialnya, ini semua yang sunghoon inginkan. dia nyaman, dia ga mau heeseung berhenti.
“gaada salahnya kaya gini, park sunghoon”
sunghoon mengangguk, dalam hatinya ga setuju. “gue suka, gue selalu suka diginiin. gue ngga keras, gue cuma gamau diinjek. heeseung, gue gamau diinjek”
“kerasnya sama diri sendiri?”
“gue ngga—”
“sunghoon, kita ga baru kenal”
detik ini, dia mengerti. heeseung benar-benar ada, heeseung benar-benar mendengarkan. bagaimana saat mata itu masih fokus berpandang sampai sunghoon mengakhiri kalimatnya, berhasil membuat sunghoon terdiam.
bukannya bersuara, heeseung justru mengangkat tangannya yang daritadi berada di surai sunghoon. jemari itu beralih ke bibir yang lebih muda—
“jangan digigit, nanti sakit”
—melepas semua risaunya, termasuk mengigit bibirnya demi menahan semua rasa gugup.
biasanya sunghoon ga akan menurut. namun entah kenapa, mungkin hanya untuk hari ini, kalau heeseung bilang jangan maka jangan.
“lagi” katakanlah sunghoon gila, namun memang itu yang ingin diucap. sengaja, agar semua pikirannya teralihkan. teralihkan kemana pun, termasuk ciuman, agar dia benar-benar ga berakhir menangis disini.
“lagi? apanya?” mungkin memberikan teasing sedikit lagi akan menyenangkan.
“heeseung—”
heeseung tersenyum. sebagai sahabat, dia sama sekali ga mau jatuh, namun apa daya apabila si lebih muda yang memberikan pesona ini hanya untuk heeseung.
hanya ke heeseung, belum ke orang lain.
“ngomong yang jelas cantik”
cantik, cantik, cantik.
hancur. satu kata yang membuat sunghoon meruntuhkan seluruh benteng pertahanan harga diri. dia ga peduli, pikirannya hanya tentang heeseung, membuat lelaki itu menyerahkan semuanya hanya untuk heeseung.
“jangan lagak canggung habis ini” ucap si surai merah sebelum akhirnya kembali mempermukan bibir mereka berdua untuk yang kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
hubungan tanpa status ; heehoon
Fanfiction"ngewe bisa, pacaran ga bisa" "ASTAGHFIRULLAH"