❥RALIAN RAJENDRA
*
*
*
*
*
Foto berukuran 4R yang tengah memperlihatkan sepasang suami istri dengan satu anak laki-laki itu, terus Ralian tatap tanpa ekspresi.
Napas Ralian berhembus berat. Segera disimpannya kembali ke atas nakas foto tersebut. Setelah hampir lima belas menit ia pandangi. Dia tak kuat, karena semakin lama dia memandangi foto tersebut, maka semakin terasa sesak pula rongga dadanya.
Hidup sebagai anak broken home membuatkehidupan Ralian terasa hampa. Kedua orangtuanya sudah lama bercerai, dan mereka sama-sama sudah memiliki kesibukan masing-masing.
Ayahnya-Radit sudah menikah lagi dan kini sudah hidup bahagia dengan keluarga barunya. Bahkan sekarang Papanya itu sudah memiliki anak lain yang kini sudah berusia 13 tahun bernama Kailana atau biasa dipanggil Kai.
Sedangkan mamanya-Sandira, wanita itu sibuk bekerja dan jarang sekali pulang ke rumah. Kalaupun pulang, kadang bukan oleh-oleh ataupun kerinduan yang Ralian terima. Tapi cibiran dan berbagai kalimat yang bermaksud membandingkan Ralian dengan anak papanya itu.
"Lihat itu si Kai. Dia tumbuh jadi anak berprestasi yang bisa dibanggakan."
"Lihat itu si Kai. Mama denger-denger dia lagi-lagi menang olimpiade matematika se-provinsi."
"Lihat itu si Kai pialanya banyak."
Kai ... Kai ... Kai. Selalu Kai yang dibicarakan. Selalu Kai yang menjadi pusat perhatian baik itu Papa maupun Mamanya sendiri. Ralian muak sekali mendengarnya.
Pandangan mata Ralian kini tertuju ke arah cupcake dengan sebuah lilin kecil di atasnya, yang tersimpan di nakas yang sama. Hari ini hari ulangtahunnya. Tak ada ucapan selamat ulangtahun apalagi kado yang dia terima. Perayaan hari bahagia ini Ralian rayakan sendirian. Lagi. Persis seperti tahun-tahun sebelumnya.
Hidup terasa menyedihkan ketika lo merayakan sebuah kebahagiaan sendirian.
Ralian tersenyum getir. Kepalanya secara otomatis memutar kejadian yang ia lihat sore tadi saat di perjalanan pulang ke rumah.
"Kamu harus makan yang banyak. Papa gak mau, ya putri kesayangan Papa sampai kelaparan."
"Aaa, papa udah! Kai gak mau makan banyak-banyak. Nanti Kai jadi gendut gimana?! Nanti jadi gak ada yang suka sama Kai."
"Loh, Papa?! Asal Kai tahu, Papa bakal cinta dan sayang Kai selamanya. Sampai kapanpun itu, Papa akan selalu cinta sama putri kecil Papa ini!" balas sang ayah sembari menjawil hidung mancung anak gadisnya yang duduk tepat di hadapannya.
"Terus Mama gimana? Siapa yang cinta Mama kalau Papa cintanya buat Kai?" Wanita paruh baya berusia sekitar 45 tahunan yang duduk di samping pria tersebut memanyunkan bibirnya, setelah mendengar percakapan dua orang di sebelahnya itu.
"Kai yang cinta sama Mama!" balas gadis remaja itu dengan segera beranjak dari kursinya, berlari memeluk wanita tersebut dari arah belakang.
"Papa juga tetap cinta Mama kok! 50-50 cintanya. 50 untuk Kai, 50 untuk Mama." timpal pria itu seraya merentangkan kedua tangannya hendak memeluk wanita yang berstatus sebagai istrinya tersebut.
Ketiganya saling mendekap. Keluarga itu ... mereka tampak harmonis dan bahagia layaknya sebuah keluarga cemara yang diidam-idamkan banyak anak di dunia.
Dari arah luar restoran, tampak seorang anak laki-laki remaja berusia sekitar 17-18 tahunan berdiri di depan pintu masuk. Itu Ralian.
Tangan kanannya terlihat sedang menggenggam sebuah paper bag coklat. Genggamannya pada paperbag tersebut kelihatan sangat erat dan kencang selama dirinya memperhatikan interaksi mesra pria yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya.
Pria itu ... dia tampak bahagia bersama keluarga barunya.
Ralian merogoh ponsel yang tersimpan di saku seragam sekolahnya dengan tangan kirinya yang terbebas. Benda pipih itu menampilkan sebuah room chat bersama sebuah kontak yang tersimpan dengan nama 'Papa'. Lima pesan yang terkirim sejak semalam terlihat belum mendapatkan balasan apapun hingga sekarang. Bahkan dibaca saja tidak oleh si penerima.
Napas Ralian berhembus panjang. Tak lagi mau menyakiti diri sendiri dengan memandangi Papanya dan keluarga barunya tersebut. Ralian memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu.
Kedua mata sipit Ralian memerah. Bola matanya pun terlihat sudah berkaca-kaca sekarang, menahan tangisannya agar tak pecah.
Ralian memanjangkan tangannya untuk mengambil cupcake tersebut. Ia nyalakan lilin kecil di atas cupcake tersebut.
Kedua mata Ralian ia pejamkan rapat-rapat hingga membuat air mata yang terbendung di pelupuk matanya meluncur turun tanpa permisi.
"Tuhan, kembalikan keluarga gue seperti sediakala." Itu doa dan harapan yang Ralian ucapkan dengan tulus di dalam hatinya. Doa yang selalu sama dengan doa pada ulangtahun di tahun-tahun sebelumnya.
Lalu Ralian mengambil napas dalam-dalam. Kemudian dengan gerakan pelan ia menghembuskannya kembali ke arah lilin tersebut hingga apinya kembali padam.
Tangisannya Ralian pecah setelahnya. Nyatanya sekuat apapun ia menahan diri untuk tidak menangisi keluarga dan kehidupannya, ia akan tetap kalah juga. Semuanya terlalu menyakitkan. Sulit untuk tidak ditangisi.
Ketika sepasang suami istri memilih untuk bercerai. Anak adalah korban tak bersalah yang akan menanggung luka paling parah.
Kenapa? Karena saat satu diantara kedua orangtuanya memilih untuk pergi meninggalkan rumah. Yang pergi tak hanya raganya, tapi juga segala cinta dan kasih sayangnya pun akan ikut pergi juga. Kalaupun kasih sayang itu masih ada. Mungkin rasanya tak akan sama dengan saat mereka masih berada dalam satu rumah yang sama.
Setelah bercerai pun mungkin kedua orangtuanya bisa langsung dapat menemukan pasangan barunya masing-masing dan kembali melanjutkan hidup dengan bahagia. Sedangkan anak? Mereka ditinggal dan dilupakan begitu saja dengan luka atas perpisahan dan kehancuran keluarganya. Mereka dibiarkan hidup dan tumbuh bersama luka itu sampai dewasa sendirian.
________
Katanya keluarga adalah tempat pulang.
Lalu, jika keluarganya saja tak lagi bersama, mereka pulangnya kemana?-23.09
Ikuti aku juga di ig untuk dapat informasi dan updatean dari cerita ini👇🏻👇🏻
@Inihujann_
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMPAT PULANG
Novela JuvenilKatanya, keluarga adalah tempat pulang paling ampuh untuk meleburkan lelah yang menggerogoti jiwa. Tapi bagaimana dengan mereka yang orangtuanya tak lagi bersama? Bagiamana dengan mereka yang tidak lagi hidup ditemani sosok ibu dan hanya ditemani so...