Titik Mula, -1

12 1 0
                                    

Hidup itu seperti batu bata yang tersusun menjadi tembok tebal. Semua hal yang terjadi lebih dulu sebenarnya adalah fondasi untuk menyokong bagian yang lebih tinggi agar lebih kuat. Iyakan?

Keberhasilan, kegagalan, ataupun percobaan, masing-masing adalah sebongkah batu bata itu. Kadang yang diperlukan hanya sedikit keberanian untuk terus menapak. Mengangkat batu bata demi batu bata, menyusunnya menjulang hingga ke atas.

Dan aku gagal. Beberapa bulan lamanya terdiam tanpa satupun bongkahan disusun di sana. Kupikir tembokku sudah mulai runtuh, sedikit demi sedikit. Kurasa tujuan hidup ini memang tidak ada sejak awal. Aku ingin membangun apa? Tidak tahu.

Rumah, istana, atau gedung pencakar langit? Atau sekadar ingin bebas dari belenggu yang kukira ada. Yang kemudian setelah bertahun-tahun bertanya, aku tahu bahwa dibanding mereka yang membelengguku, akulah yang merantai diriku sendiri.

Aku lelah membohongi diriku. Aku lelah melihat dunia menghancurkanku. Tapi nyatanya, aku yang menghancurkan diriku sendiri.

Aku dulu bermimpi. Pergi ke belahan dunia lain di benua biru. Duduk di bawah kungkungan Eiffel yang terlihat anggun dari potret-potret yang diambil orang-orang. Atau mengunjungi menara miring Pisa yang dulunya aku idamkan.

Tapi mimpi itu sirna. Ternyata mimpiku sebagai seorang anak sekolah dasar jauh lebih besar. Sepertinya diriku yang lebih muda akan sangat kecewa melihatku sekedipan lagi akan menyerah seperti ini.

Yang bisa kulakukan hanya berkata-kata. Tindakanku tak pernah menggambarkan apapun. Egois. Terlalu realistis. Pesimis.

Aku ingin hidup. Apapun risikonya. Aku ingin menggapai semua yang kuinginkan saat aku masih seorang anak-anak. Menunjuk ke peta dan berkata: "Aku ingin pergi ke sana!"

Tubuhku hampir menyerah. Aku tahu. Aku sudah tidak bisa berpikir dan berimajinasi seperti dulu. Agak konyol membayangkan justru di saat semua hal terasa mustahil ini pada akhirnya aku baru tersadar. Aku ingin meminta maaf pada ibuku. Aku yang dilahirkan dengan keadaan paling susah payah ini, justru adalah seorang yang selalu meruntuhkan ekspektasi. Maaf.

-14722-
Lla

Aku dan Apa yang KupikirkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang