2

1K 108 5
                                    

Deru nafas lembut menyapu permukaan wajah neji, matanya menatap pemilik nafas beraroma segar itu dengan tenang meskipun hatinya terus bergetar tak karuan.

Neji dengan sempurna menutupi kegugupannya, karena ia harus selalu menjaga sikapnya didepan semua orang, apalagi kepada sosok didepannya.

"Kau kalah" hinata mengambil langkah mundur, tangannya dengan telaten merapihkan setiap helai rambut miliknya.

"Sepertinya ini sudah garis takdirku untuk selalu kalah darimu"

"Kau selalu berbicara tentang takdir. Apa tidak bosan?"

Neji menatap hinata dalam. Hatinya ingin marah, meluapkan beribu keluhan yang ia simpan rapat sendirian.

"Apa takdir dapat diubah?"

"ya dan tidak"

Neji masih setia menatap kearah hinata, tapi sang empu yang ditatap justru lebih memilih memandangi langit biru yang menurutnya lebih menarik dari pada hal didepannya.

"Kau bisa" lirihan itu tertangkap jelas oleh pendengaran tajam milik hinata.

"Ya. Aku sedang berusaha"

Neji mengepalkan tangannya mencoba untuk menyalurkan rasa kesal yang ia rasakan.

"Apa yang ingin kau ubah?" Suara rendah neji berhasil menarik fokus tatap milik hinata, sehingga sekarang keduanya saling menatap satu sama lain.

"Banyak hal"

"Hidup mu sudah sempurna hinata! Lahir menjadi keluarga utama lalu dinobatkan menjadi ahli waris! Dan kau kuat. Apalagi yang berusaha kau ubah?!" Benteng pertahanan runtuh diiringi luapan emosi yang meluap lepas tanpa sisa.

"Aku tidak memiliki siapapun! Kau tau bahwa ayahku akan mati tapi mengapa" neji tidak kuasa untuk melanjutkan kalimatnya, bibir bagian bawahnya membiru akibat gigitan kuat yang ia ciptakan untuk menahan isak tangis yang mengebu ingin segera dilepas.

"Maaf tapi aku tidak bisa menyentuh benang takdir kematian seseorang" hinata merasakan perasaan bersalah kepada banyak pihak akan keterdiamannya tentang kematian pamannya, namun ia merasa ini bukan salahnya toh dirinya sudah mengatakan kepada mereka tapi tetua dan ayahnya justru tak percaya.

"Kesempurnaan yang kau lihat saat ini itu karena takdir yang berusaha kuubah"

"Banyak hal yang ingin ku ubah, aku bukan tidak bersyukur dengan hal yang kulihat dimasa depan, hanya saja aku merasakan sebuah kekosongan saat melihatnya"

Neji terdiam. Ia sudah tau tentang kekuatan yang dimiliki hinata, karena ia melihat secara langsung bagaimana kekuatan itu bekerja.

"Kau egois" neji berbalik mengambil langkah keluar dari ruang latihan tersebut.

Sedangkan hinata hanya memandang punggung itu dengan tatapan tak terbaca.

"Kau tidak mengerti, aku ketakutan! Dapat mengetahui segala hal bukan berarti aku menjadi kuat aku tidak ingin menjadi egois tapi akupun mempunyai hak mutlak akan kebahagianku "

Neji berbalik memandang tajam kearah hinata, byakugan itu aktif berusaha memberikan aura dominasi yang kuat.

"Kau harus tau bahwa setiap kelebihan datang bersama tanggung jawab"

Setelahnya neji menghilang meninggalkan hinata yang diam membeku seolah suluruh sarafnya berhenti bekerja.

"Tanggung jawab ini terlalu berat bagi anak kecil seperti ku"

-

-

-

-

-

Kerumunan tercipta diarea depan gedung yang diyakini merupakan akademi ninja. Puluhan anak anak menciptakan suasana bising yang nyaring. mereka adalah murid baru yang akan segera melaksanakan pembelajaran.

Namun dari sudut lain terlihat anak berambut kuning yang lebih memilih memisahkan diri dari kerumunan tersebut.

Ia duduk dengan lesu memandang kedepan tanpa minat sedikitpun, pandanganya menyelusuri setiap orang yang ada disana.

Disislain hinata terus memandanginya tanpa bosan, matanya hanya terpaku pada sosok kuning itu.

Mata sebiru laut itu masih setia mengamati objek hidup didepannya, lalu pandangan itu berhenti pada mata ungu pucat yang juga sedang menatapnya.

Lalu tatapan mereka bertemu.

sesuatu dalam diri hinata menyuruhnya untuk tenang karena saat mata biru itu menatapnya ia merasakan hatinya terguncang hebat.

"Dia menatapku?"

Tatapan itu belum terlepas, oleh karena itu hinata dengan berani mengambil langkah mendekat.

"Kau memiliki masalah denganku?"

Tercetak jelas raut kebingungan diwajah bodoh milik naruto.

"Apa maksudmu dattebayo"

"Kau menatapku sedari tadi"

"Aku tidak sengaja lagian kau menatap ku terlebih dahulu"

Hinata diam.

Naruto juga diam.

Mereka sama sama diam.

Suasana canggung tercipta begitu saja dan naruto jelas tidak menyukainya.

"Namamu?"

"Hah?" Hinata sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan oleh naruto.

"Namamu dattebayo?" Cengiran khas 5 jari itu tercipta membuat hinata merasakan rasa nyaman yang tak terhingga.

"Hyuga hinata"

"Aku uzumaki naruto suatu saat nanti aku akan menjadi hokage dattebayo"

Perasaan senang begitu terlihat jelas dari pemiliki surai kuning itu, dan sang hyuga mampu merasakan hal tersebut dengan baik.

"Kalo begitu berusahalah dengan baik, dan jangan menyerah pada sesuatu yang sudah kau yakini, tutup saja telingamu jika kau mendengar perkataan yang membuat hatimu sakit."

Naruto membisu.

"Aku percaya suatu saat nanti wajah mu akan terpahat gagah disana"

Hinata tersenyum simpul.

Sesuatu melesat turun dari bola mata jernih milik naruto, perasaan haru sekaligus senang melebur menjadi satu.

"Hinata terimakasih" senyum bahagia ditemani tangis bahagia sungguh perpaduan yang indah.

"Sesuatu yang besar akan datang naruto kau hanya harus percaya diri dan berlatih"

"Yosh! Aku akan berjuang dattebayo"

Hinata mengangguk.

"Hinata mau berteman?"

Hinata menggeleng.

"Kenapa?"

"Bungkukan badanmu dan panggil aku dengan hormat, aku ini bangsawan"

Hinata menahan tawanya ketika mengatakan hal yang menurutnya sedikit lucu, namun saat melihat naruto menuruti perintahnya ia justru terkejut.

"Hinata-sama mau berteman?" Naruto membungkuk hormat layaknya seorang budak kepada tuannya.

Hinata mengangguk tanpa sadar, dan naruto tersenyum bahagia.

Hinata pikir ia jatuh cinta lagi kepada sosok didepannya, namun ketika matanya menatap lelaki dengan surai hitam ia rasa dirinya telah salah sangka atas apa yang ia rasakan kepada naruto sebelumnya.















Princess of hyuga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang