»»--(1)--««

426 28 0
                                    

Anak adalah ratu dan raja
bagi kedua orang tuanya.
Jika kamu merasa demikian,
selamat, kamu beruntung!

CAPEK; Cari Respek

Matahari muncul seharian seperti kelihatan bahagia, terang. Terang banget sampai gue merasa terganggu pulang sekolah siang-siang kayak gini. Cahayanya menampar pipi, dan panasnya tuh mirip cakaran kucing Engkong Saipul, rada perih. Mungkin muka gue terlalu halus kulitnya, jadi terasa sensitif.

"KAMU JUDI LAGI, MAS? MAU SAMPAI BERAPA MISKIN LAGI KITA?"

"BUKAN URUSAN KAMU!"

"KITA UDAH MISKIN, MAS! BAYAR IURAN KONTRAKAN JUGA BELUM BULAN INI."

"ITU MASALAH KAMU."

"MAS! MAASSSSS!"

Saat membuka pintu, gue bakal langsung disuguhi drama real-life secara perdana tanpa iklan. Sayangnya karena gratis, acara ini terlalu membosankan buat gue, alias muak, tiap hari temanya tetap perseteruan keluarga dengan tipe masalah yang beragam. Orang rumah kayaknya kurang tertarik ganti tema, jadi di sini minim romansa, no love for life, pokoknya impossible.

"MAS! SEKARANG UANG SUSAH DICARI!"

"KALO MENANG UANGNYA BAKAL BERKALI LIPAT, ANGGITA!"

Teriakan demi teriakan terjadi di kamar Mama sama Papa. Berantem lagi. Kalau bisa memilih, gue mau ikut Neng Intan jadi jablay di pengkolan daripada pulang ke rumah jadi figuran bernyawa. "Adoh!" Gue berteriak saat botol parfum melayang keluar kamar, masalahnya gue pas-pasan lagi lewat, terus pintu kebetulan terbuka dan jadilah gue kena tumbuk.

"MAS! JANGAN BAWA UANGNYA, MAS!" Mama terus mengejar Papa yang bawa kresek hitam di tangan, entahlah isinya berapa, tapi yang pasti banyak banget deh kayaknya.

"PA!" Gue menahan tangannya, tapi naas, gue didorong sampai rasanya terpelanting ke depan pintu dapur. Apa gue kurus banget sampai-sampai mudah terlempar kayak gitu aja?

"ANAK PEMBAWA SIAL!" Dia menyumpahiku.

Papa memang egois banget. Kadang gue sama Mama hemat makan cuma buat cukup-cukupin gaji beliau yang cuma bisa buat kebutuhan konsumsi aja. Padahal yang kerja cuma Mama, dan siapa yang enggak marah kalo uangnya dijadiin bahan judi?

"HAAA, BARU PULANG? PUNYA ANAK KELUYURAN AJA KERJANYA! KAPAN BISA BANGGAIN ORANG TUA?!" Mama sekarang memarahi anaknya yang berumur 17 tahun ini, bukannya menangisi kelakuan Papa, dia justru melampiaskannya ke gue.

"Urus aja suami Mama yang boros itu!" Gue mau berlagak bodo amat meski sempat marah karena kena tonjok botol parfum, terus terpelanting ke dekat dapur, disumpahi anak SIAL lagi. Tapi Mama kayak marah banget, dia mau melampiaskan kemarahannya yang enggak bisa dikendalikan itu.

"SINI KAMU, FEYRA!"

"MAAA!" Gue melawan, tapi pegangan Mama kuat banget. Sampai akhirnya kami ke kamar kecil dan tutup tong besar dibuka.

"HARUSNYA KAMU ENGGAK LAHIR, HARUSNYA MAMA ENGGAK MENGANDUNGI KAMU BIAR ENGGAK DINIKAHIN PAPA KAMU!" Kepala gue berulang kali dicelup ke dalam air, dan gue cuma pasrah tanpa melawan.

Kalau bisa memilih, gue juga enggak pernah berharap lahir dari keluarga ini. Dibesarkan tanpa perhatian dan kasih sayang, dididik dengan kekerasan dan banyak bekas luka, direndahkan tanpa pernah sedikit pun jadi bahan kebanggaan.

Di saat anak orang lain tertawa karena lelucon sederhana dari orang tuanya, gue selalu menangis karena dijadikan bahan lelucon yang haram.

Di saat anak orang lain dipandang seperti keturunan bangsa yang berkualitas, gue selalu dianggap beban negara yang tidak berguna.

Di saat orang lain punya posisi setara ratu dan raja di dalam keluarga, gue justru diletakkan sebagai sampah yang larut dalam selokan.

"HARUSNYA KAMU BUKAN ANAK MAMA!"

Kali ini kepalaku direndam lebih lama. Tapi sudah biasa. Paling-paling gue pingsan dan dibiarin rebahan dalam kamar mandi sampai sadar sendiri. Seenggaknya Mama enggak nyodok-nyodok perut gue pakai pisau kayak di film psikopat.

Lantas...

Apakah gue marah? Ya. Gue marah banget.

Apakah gue sedih? Ya. Gue sedih banget.

Apakah gue sakit hati? Ya. Gue bener-bener sakit hati sama keadaan keluarga kayak gini. Bukan cuma Mama yang terlihat sudah gila. Tapi gue juga, Papa juga, semua pokoknya gila di rumah ini!

"ANAK HARAM! HARUSNYA KAMU ENGGAK LAHIR DARI PERUT MAMA!" Itu teriakkan terakhir yang bisa gue denger setelah kesadaran gue hilang total.

Mungkin gue mati.

Bersambung...

CAPEK | Cari Respek ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang