bintangnya kak jangan lupa
-
Di halaman belakang, di antara tangkai-tangkai bunga gladiolus yang setengah layu, Sean menunggu dering ponselnya berganti suara Lylac.
"Maaf, mungkin hari kamu harus denger aku nangis seperti lima tahun yang lalu."
Tidak ada suara sapa bernada canda yang biasanya Lylac dengar sewaktu Sean menelepon. Tidak ada tanya sebagai bentuk perhatian kecil yang selalu Lylac dapatkan. Kali ini, tanpa perlu dia pandang, tanpa perlu dia lihat dengan kedua mata, Lylac diberitahu kalau Sean sedang tidak baik-baik saja.
Lima tahun yang lalu, laki-laki itu pernah menangis di awal pernikahan mereka. Air matanya luruh serupa air terjun yang jatuh begitu saja.
"Sayang? Kenapa?"
Lagipula, bukan salah Sean kalau bekas luka sepanjang lima senti itu melintang di punggungnya. Bukan salahnya untuk tidak jadi baik-baik saja ketika dunia, sejak awal tidak pernah jadi hangat atau membantunya sedikit lebih bahagia. Di mata Lylac, mau terluka atau berdarah tidak apa-apa. Sean masih jadi laki-laki yang sama, yang selalu membiarkan tiga anjingnya untuk menghambur ke peluknya. Sean-nya masih tetap sempurna.
"Lyl ... Kalan disiksa sama ayahnya. Tangannya melepuh, lehernya dicekik. Badannya penuh sama memar dan luka-luka yang udah mengering."
Ada jeda sebentar saat Sean menjarah waktu dan menumpahkan tangis. Di seberang sana, Lylac masih mendengar. Bedanya sekarang, jantungnya disayat seratus del lara.
"Maaf, aku nangis lagi ... hei? Bisa datang ke rumah Leon sekarang? Aku butuh kamu."
"Tunggu aku, ya?"
Tanpa lebih banyak kata, Lylac menutup teleponnya. Perempuan itu segera pergi secepat yang dia bisa.
Sambil terus mengharap sebuah doa, semoga walau terluka, kelak Sean akan jadi baik-baik saja.
*
"What a cry baby."
Di halaman belakang, Lylac menemukan Sean bersama sendunya yang tak kunjung hilang. Matanya masih sembab, hasil dari akumulasi air mata yang terus saja menetes dan membikin retinanya jadi lembab.
"Hai, Mas. Aku di sini."
Dengan suara yang masih parau, Sean setengah tertawa. "Kamu kalau manggil 'Mas' ada maunya ya?"
"Katanya kamu butuh aku."
"Kirain bakal minta dibeliin Mercedes keluaran terbaru."
Lylac sedikit terkekeh. Lalu, Lylac berjalan mendekat. Perempuan itu duduk di lantai, tepat di samping Sean. Punggungnya menempel dinding. Pada sekon selanjutnya, ia menaruh kepala Sean di bahunya, perempuan itu mengelus pelan surai suaminya seraya berkata, "Ada yang mau diceritain lagi?"
"Enggak. Kamu udah ketemu Kalan?"
"Loh, kok bahas Kalan? Yang tadi nangis-nangis di telepon siapa?"
Sean tertawa sebentar. Laki-laki itu merasa sedikit baikan setelah Lylac datang, setelah surainya dielus perlahan, setelah suara perempuan itu terdengar, rasanya kalau ada Lylac, semuanya akan jadi baik-baik saja.
"Jangan sedih. Jangan nangis lagi. Apalagi merasa nggak dicintai, meski sakitnya masih merambat sampai bikin kamu menangis, tapi aku di sini, bukan? Kamu punya aku. Jadi jangan terluka, jangan pernah merasa sendiri."
"Kamu nggak suka dengar aku nangis?"
"Aku nggak suka seseorang yang paling aku sayang di dunia ini terluka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dainty Child - Hunsoo
RandomMay we raise children who love the unloved things---the dandelion, the worms and spiderlings. Children who sense the rose needs the thorn and run into rainswept days the same way they turn towards sun. And when they're grown and someone has to speak...