Satu minggu berlalu, Zain dinyatakan sembuh dan sudah diperbolehkan pulang. Calista berniat menggunakan sisa tabungannya untuk menyewa mobil. Ia membutuhkan kendaraan untuk mengantar mereka pulang ke Cirebon mengingat hingga detik ini Nurul masih berada dibalik jeruji dan Faldo juga tidak ada kabar beritanya. Pria itu tidak pernah lagi membalas pesannya sejak kedatangannya waktu itu.
"Apa Tante Nurul akan menjemput kita, Ma?" tanya Zain pada Calista yang sedang berkemas.
"Tidak Sayang, Tante Nurul masih sibuk," sahut Calista, ia sengaja menutupi kebenaran mengenai Nurul pada Zain lantaran tak ingin membuat sang putra merasa sedih.
"Lalu Papa Faldo?"
"Papa Faldo juga sibuk."
"Memangnya Mama sudah menghubungi papa Faldo?" tanya Zain lagi.
Calista menghentikan aktifitasnya sebelum menatap sang putra. "Zain bisa tidak berhenti bertanya tentang papa Faldo?"
"Kenapa memangnya, Ma? Apa Zain salah bicara?" Zain terlihat akan menangis.
Calista mengerjap, seketika ia menyesal telah meninggikan suaranya pada sang putra. Ia hanya sedang merasa gusar, bingung pada nasib mereka selanjutnya tanpa adanya Nurul dan Faldo yang membantu mereka.
Calista menghela napasnya sejenak, lalu menggenggam kedua sisi wajah sang putra. "Zain, maafin Mama ya. Zain nggak salah kok, hanya saja Mama sedang banyak pikiran akhir-akhir ini."
Zain menyentuh pipi Calista. "Maafin Zain ya Ma, seharusnya Zain nggak buat Mama terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan Zain. Seharusnya Zain nggak jadi anak yang cerewet."
Calista tersenyum haru, mengecup kening putranya sejenak sebelum membawanya kepelukan.
"Zain sayang Mama."
"Mama juga sayang Zain."
Tak lama dari itu, pintu ruangan diketuk. Calista mulanya berpikir yang datang adalah Faldo. Pria itu mungkin baru membaca pesan darinya perihal jadwal kepulangan Zain dihari ini. Tapi begitu menemukan pria lain dibalik pintu yang ia buka, Calista seketika dilanda kecewa. Ia menatap dua pria dihadapannya dengan penuh tanya.
"Maaf Nyonya, kami ditugaskan untuk membawa Anda dan putra Anda oleh Tuan Daren," ucap salah seorang dari dua pria itu.
Mata Calista melebar terkejut. "Daren? Atas dasar apa dia meminta kalian untuk membawa kami?"
"Mengenai itu Anda bisa tanyakan langsung pada bos kami. Kami hanya menjalankan tugas untuk membawa Anda berdua bersama kami."
"Tapi...."
Ucapan Calista terputus saat salah satu dari mereka menerobos masuk, memindahkan Zain ke kursi roda tanpa persetujuan darinya.
"Tunggu dulu, kalian tidak bisa seenaknya seperti ini!" ujar Calista sembari menahan pria yang mendorong kursi roda Zain.
"Maaf Nyonya, kami hanya sedang bertugas. Jadi mohon kerja samanya, jangan sampai kami melakukan kekerasan terhadap Anda," balas pria itu dengan raut yang mengancam.
"Lakukan saja kalau begitu, maka akan ku laporkan kalian atas tindakan kekerasan dan percobaan penculikan," ancam Calista dengan mata menyala-nyala. Ia berusaha terlihat berani dihadapan pria-pria itu agar mereka tidak berpikir dirinya mudah ditindas.
Kedua pria itu saling melempar pandang. Calista baru saja merasa dirinya akan memenangkan perdebatan itu ketika Daren muncul ditengah mereka.
"Coba saja kau laporkan kami, itu pun jika kau berhasil melakukannya!" ujar Daren yang kini sudah berada dihadapan Calista. Ia memberi isyarat lewat tatapan pada anak buahnya. Seolah mengerti maksud Daren, kedua pria pun pergi dengan membawa Zain bersama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calista (My You)
RomansaMature Content! Daren sangat membenci Calista dan putranya. Anak itu adalah anak hasil perselingkuhan Calista dengan pria lain saat dulu mereka masih memiliki hubungan. Tapi kenapa tiap kali berhadapan dengan bocah itu, Daren selalu luluh? Jangankan...