"Sayang, barangmu yang itu belum di packing? Mau di tinggal aja??"
Dari sudut rumah seorang gadis setengah berlari menuju tumpukan barang yang di tunjuk tunangannya. Dengan sedikit kekehan karena wajah masam kekasihnya, gadis itu sigap memasukan satu persatu kedalam kardus.
Tangannya terhenti kala matanya melihat selembar foto yang sudah hampir usang. Warnanya memudar, tapi ingatan gadis itu tentang seseorang di dalam foto justru semakin jelas.
"Hampir 4 tahun sejak kamu pergi Xel,"
Tangannya mengelus salah satu wajah di foto. Potongan-potongan kejadian beberapa tahun lalu menyapa kembali.
Dibawa menjelajah berbagai emosi kala ingatannya menyentuh titik klimaks hubungan keduanya.
"Nat? Kok malah melamun? Itu Dika nungguin loh"
Gadis itu mengangguk, cepat memasukkan semua barangnya kemudian menyusul kekasihnya di antar sang ibunda.
"Bun, kita pergi" pamitnya kemudian masuk ke dalam mobil yang kemudian melaju meninggalkan pekarangan rumah.
"Kamu kenapa?"
Gadis itu tak menjawab, jalanan yang lengang lebih menarik perhatiannya.
"Renatta..."
Bulir itu menetes, kemudian terbawa angin entah kemana.
"Aku mau ketemu Axel dulu boleh?"
-----------------------------------------------------------
"Tlaktir gulali!! Hahahaha"
Tawa renyah itu,..
"Axelll!"
Caranya berlari menghampiriku.
"Btw kenapa telat?? Aku nunggu lama tau disinii"
Rengekan itu,.. ciri khas seorang Azdini Renatta. Gadis yang menjadi teman pertamaku sejak menginjak sekolah menengah pertama. Hingga saat ini, tanggal 31 Januari 2020, terhitung 3 tahun 5 bulan kami berteman.
"Lima menit doang ya ampun" desisku entah terdengar atau tidak olehnya.
"Ayo cepet! Nanti pasar malamnya tutup"
"Semangat bener, Baru juga jam 7"
Ku sodorkan helm yang sudah ku siapkan sebelumnya.
"Bentar, sejak kapan kamu punya helm ijo jelek gini?" Dia mengerutkan keningnya.
"Jelek?!" Aku melotot "ini lucu tau! Keroppi sama kamu itu cocok, apalagi warnanya ijo. Renatta banget" aku membanggakan pilihanku.
Melihat aku membanggakan diri, dia justru berdecak. "Sejak kapan aku suka keroppi? Warnanya ijo lagi, jelek banget"
Wajahnya tertekuk lucu, aku tau dia tak terlalu suka warna hijau. Tapi helm ini sungguh lucu, sangat sayang jika tak di pakai oleh orang selucu Renatta. Untuk itu aku membelinya.
Dan disaat gadis itu lengah, disitulah kesempatanku
/Cekrek
"Heh?! Kok main foto aja?! Ga sopan"
Ya.. kesempatan untuk diabadikan dalam galeri handphone-ku.
-----------------------------------------------------------
"Xel, pulang yu.. capek"
"Perasaan tadi kamu yang paling semangat, tapi baru segini doang udah capek"
Aku sedikit terkejut, kupikir gadis itu akan pingsan. Tapi ternyata dia hanya berjongkok disana, tak perduli pada banyaknya orang yang berlalu lalang.
"Ren? You okay?"
Gadis itu menggeleng pelan, keringat mengucur di pelipisnya.
Dia serius?!
Tanpa ba-bi-bu, aku berjongkok di depannya. Menggendongnya di punggungku dan berlari menuju tempat yang lebih sedikit pengunjung.
"Ren, minum Ren"
Untung aku sedia obat mual di tas ku, setidaknya bisa sedikit membantu.
"Lain kali kalo takut ketinggian tuh bilang, kenapa malah mau ikut tadi"
Aku tak tau, tapi ini feelingku. Karena Renatta terlihat berbeda setelah gadis itu turun dari bianglala.
3 tahun berteman, baru kali ini aku jalan hanya berdua dengannya. Biasanya kami hanya akan menghabiskan waktu di rumah, entah itu rumahku atau rumah Renatta.
Wajar kan jika aku tak tau gadis ini takut ketinggian?
"Kalo gak ikut nanti aku sendiri nungguin di bawah. Gamau"
Sial. Aku merasa bersalah.
"Yaudah ayo pulang"
"Masih mual" rengeknya setelah menghabiskan sisa air minumnya.
Aku tak bisa berbuat apa-apa, ku biarkan Renatta menyandarkan kepalanya di bahuku. Mungkin terlelap 10 menit bisa membuatnya lebih baik.
Harusnya Renatta bersenang-senang malam ini, tapi karena aku gadis ini jadi seperti ini.
Rambutnya sedikit bergoyang karena hembusan angin, menutupi sebagian wajahnya yang terlelap. Renatta cantik. Sangat cantik, apalagi dilihat dari jarak sedekat ini. Tak heran banyak laki-laki di sekolahku yang menyukainya.
"Kenyang bobo nya? Masih mual ga?" Tanyaku saat Renatta sedikit bergerak membenarkan posisinya.
"Udah ngga" dia membuka matanya, namun masih menyandar di bahuku.
"Xel.."
Aku berdeham menjawab, tak melihat Renatta yang mendongak menatapku.
"Pegel gak?"
"Kenapa?" Kali ini aku menoleh. Mata kami bertemu.
"Pegel gak?"
"Ngga" meski sejujurnya bahuku sedikit mati rasa
"Yaudah aku mau tidur lagi aja"
"Heh! Jangan dong?!"
"Hahahahaha"
-----------------------------------------------------------
"Axel!!"
Suara nyaring yang sangat familier itu menyapa pagiku. Tanpa permisi gadis bertubuh mungil itu duduk di mejaku.
"Pulangnya temenin ke toko buku yuk"
Aku tak menyahut, kepalaku masih ku tenggelamkan diantara lipatan kedua tanganku.
Hingga gadis itu merengek, aku hanya berdeham. Aku terlanjur mengantuk, bahkan untuk mengangkat kepalapun rasanya sulit.
Beberapa saat aku tak mendengar lagi suaranya, tak juga terdengar decitan kursi di sampingku.
Tepat saat kepalaku mendongak, wajah ketua kelas menyambutku.
"Axel, di panggil bu Ria ke ruang BK"
Mataku menangkap punggung dua siswa tengah berjalan di koridor. Aku menatap datar mereka yang berjalan menjauh dengan tawa yang perlahan menghilang.
Tawa kesukaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renaxelia ✔️
Fanfiction"Aku sayang kamu, Ren... ...lebih dari seorang teman." -------------------------------------------------- *DISCLAIMER!!🚨* - This a 💥FICTION💥 - Tidak diizinkan untuk yang baperan 🙏 - Jangan julid atau aku julidin balik 😏 (ngga ngga becanda) - Fi...