01. Renatta dan Cokelat

4 1 0
                                    


"Haahhh!!"

Aku berdecak. Ini kali ke 5 Renatta menghela nafas kasar, yang selalu menjawab 'tak apa' tiap kali ku tanya 'kenapa?'

Ingin sekali ku abaikan, tapi hantukan kepalanya dengan meja membuatku kembali memfokuskan atensiku padanya.

"Gak ada yang gapapa kalo tingkah kamu gini Ren."

"Aku bingung"

Dua kata itu keluar dari mulutnya. Tanpa ia gerakkan sedikitpun kepalanya dari permukaan meja.

"Ke-"

"Kata 'kenapa' tuh bisa diilangin dari bumi gak si?! Emosi aja dengernya"

Astaga dasar cewek! -batinku

"Pulang nanti aku mau mampir ke toko ibu, mau ikut ga?"

"Mau es krim!" Gadis itu memiringkan kepalanya ke arahku. Wajahnya terlihat judes dan lucu disaat yang bersamaan.

"Beli lah"

"Ck, mau punya pacar deh. Biar ada yang beliin es krim"

"Hadeuh mulai" gumamku kembali fokus menyalin catatan di papan.

Ku harap kalian tak lupa, aku sudah menyebutkan bahwa banyak lelaki di sekolahku yang menyukai Renatta. Baik secara langsung maupun dengan menjadi secret admirer.

Padahal jika dia benar ingin mempunyai pacar, dia hanya tinggal memilih salah satu. Tapi yang membuatku kesal, dia selalu merasa ilfeel tiap kali ada yang mendekatinya.

Ratusan surat dalam loker ia buang begitu saja, alasannya "nyampah!"

Puluhan bunga ia jual kembali dengan alasan, "aku gak suka bunga mawar, berduri. Terlalu pasaran"

Ahh dia juga bilang "aku bisa beli banyak es krim dari hasil jual bunga ini" aku inget sekali tawa Renatta waktu itu

Hanya mereka yang mengirim cokelat atau kue yang beruntung, Renatta suka manis. Alhasil ia selalu membawa semua makanan itu ke rumahnya. "Lumayan buat temen gosip" tak jarang aku selalu mendapat bagian.

Tapi sayangnya tak ada satupun yang bisa menarik hati Renatta. Renatta hanya akan membalas mereka dengan ucapan terimakasih dan senyum manis, bukan membalas dengan perasaan yang sama.

Beberapa bahkan berani menyatakan perasaannya pada Renatta secara langsung, dan setelahnya dia selalu mengeluh padaku.

"Mereka terlalu percaya diri"

Jadi, jangan salahkan aku bila aku tak menanggapi rengekan Renatta kali ini.

"Axel.."

Aku berdeham, masih fokus dengan buku-buku ku.

"Ayo nge-date malam ini"

-----------------------------------------------------------

Karena permintaan Renatta, disinilah kami sekarang. Di ruang tamu rumah Renatta dengan setumpuk makanan.

Sebagian besar makanan manis yang di bawa Renatta dari lokernya siang tadi.

"Bosen banget tiap kesini pasti ada cokelat" canda ku sembari mengambil salah satu coklat berbentuk hati.

"Yaudah gausah dimakan, aku bisa abisin sendiri kok"

Aku menatap sopan wanita paruh baya yang membawa sepiring roti bakar dengan senyum manis.

Bunda Renatta.

"Bunda sengaja bikin roti bakar karena tau Axel suka roti bakar" Ucapnya mengusap rambutku.

"Aneh, aku yang minta brownis gak di bikinin. Curiga, anak bunda aku apa Axel sih?"

Wajah Renatta membuatku dan bunda sontak tertawa, tatapan curiga dan iri bersatu di mata hitam Renatta, dengan tangannya yang memasukkan coklat ke dalam mulut.

"Abisin rotinya ya Xel" bunda bangkit, pergi ke lantai atas.

"Makasih bunda"

Aku sendiri terbiasa ikut memanggil dengan sebutan 'bunda' pada bunda Renatta. Itu karena,.. ntahlah aku lupa.

Seperginya bunda, Renatta bersiap dengan ceritanya. Aku menyimak dari awal hingga akhir sembari mengunyah. Tak jarang aku mengerutkan dahi atau mengangkat sebelah alis.

"Tumben kamu bacain surat? Bahkan gaada nama pengirimnya?"

Renatta mengangkat bahu, menghindari tatapanku.

Aku semakin memicingkan mata, "pasti dia ngasih sesuatu yang lain kan?"

Aku tersenyum menang kala gadis itu terkekeh malu, kemudian dia menjulurkan kotak berisi.. sekitar belasan coklat putih yang di susun sedemikian rupa menjadi bucket.

"Oalahh.. mayan mahal nih pasti"

Ku lirik setiap detail bucket coklat itu, dengan sticky note kuning yang tertempel di salah satu sudut.

"Be happy w/ this choco!"

Hanya itu. Bahkan tak ada inisial pengirimnya. Jika dipikir-pikir, mungkin yang membuat Renatta menotice bucket ini adalah karena coklat putih ini.

Sangat berbeda dari yang lain.

"Trus?" Tanyaku kemudian

Gadis itu lagi lagi mengalihkan pandangannya, berpikir sebentar kemudian menggeleng pasti.

"Biarin ajalah, nanti dikira aku ngasih harapan lagi"

Tanpa dia sadari aku menghela nafas, menyalakan laptop di depan kami.

"Kita nonton apaan nih?"

"Horror dong!"

Aku mengangguk kemudian mengklik sebuah film.

-----------------------------------------------------------

"AXELL!!!!!"

Refleks aku menutup sebelah telingaku, dari jarak jauh Renatta berlari dengan kecepatan.. sangat cepat!

Aku bergidik ngeri, pasalnya kami baru selesai pelajaran olahraga dimana kami harus lari mengelilingi lapangan sebanyak 8 putaran.

10 menit lalu gadis itu mengeluh tak bisa berjalan, dan sekarang.. gadis itu berlari dengan wajah sumringah.

"Kamu gak kerasukan setan loker kan Ren?"

"Aaa!!" Pekiknya menunjukkan selembar kertas kuning yang sudah kusut.

"Astagaa.. surat doang" Untungnya di lorong ini hanya ada kami berdua.

"Anonym lagi hahaha"

Aku mengernyit, se-excited itu Renatta saat membaca ulang kertas kuning di tangannya.

"Orang yang ngasih bucket minggu lalu?"

"Maybe,.. tulisannya mirip"

Aku tersenyum menggoda, "Cie jatuh cinta nih"

Lagi-lagi Renatta tertawa, semu di kedua pipinya mengiyakan pikiranku.

"Trus? Mau cari tau?"

Gadis itu menggeleng pasti,-seperti deja vu, tapi kali ini dengan wajah penuh kemenangan.

"Kayaknya aku tau siapa"

Aku mengangkat sebelah alis, sejujurnya aku juga memikirkan satu orang.

"Crushku"

Renaxelia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang