03. Patah hati

6 1 0
                                    


Hari ini, di sela-sela kesibukan Renatta dengan kelompok teaternya, akhirnya aku dan dia memiliki waktu jalan berdua.

Meski hanya menemani Renatta mencari keperluan penampilannya, cukup bagiku untuk menghabiskan waktu bersama setelah sekian lama.

Aku hanya mengekori Renatta yang sibuk berputar-putar di salah satu toko berisi serba-serbi kecantikan wanita. Sesekali memberikan pendapat saat gadis itu bertanya.

"Bagus merah ini atau yang ini?"

Aku berpikir sejenak, menatap dua lipstik dengan warna yang hampir serupa itu.

"Kiri gak si?"

Gadis itu tampak menimang sejenak, kemudian menggeleng. "terlalu merah si ini mah, yang ini aja deh. Lebih pinky"

Jangan tanya bagaimana reaksiku. Yang pasti reaksiku cukup membuat Renatta terkekeh.

Dasar cewek!

Setelah sekian lama berputar-putar di mall, kami memutuskan untuk segera pulang. Niatnya ingin pulang, tapi apa daya hujan tiba-tiba mengguyur jalanan sore ini.

Mau tak mau aku harus menepikan motorku di sebuah halte.

"Basah gak belanjaannya tuh?" Tanyaku mengibaskan bulir-bulir air yang menempel di bajuku juga Renatta.

Gadis itu hanya menggeleng, masih dengan senyum manis nya.

"Kalo tau bakal ujan aku pake switter tadi" Renatta mengerucutkan bibirnya.

Sekian menit kami menunggu hujan reda, menghitung berapa banyak mobil yang lewat sambil menghilangkan rasa bosan.

Mataku kemudian tertuju pada motor yang tak cukup asing dengan seorang gadis di jok belakang memeluk si pengendara yang cukup familier dimataku.

"Xel? Liat gak barusan?"

"Apa?" Ku harap aku benar-benar tak tau apa yang di maksud Renatta.

"Kayaknya cuma mataku yang salah liat, tapi, mirip Hanan.."

"...yang bonceng cewek tadi"

-----------------------------------------------------------

"Jangan denial, Ren."

Tanganku bergerak menyentuh lengan Renatta. Aku tau emosi gadis ini sedang tak karuan. Tapi aku tak bisa membiarkan dia begitu saja membuat keputusan dalam keadaan emosi.

Acara pensi sudah terlewat 2 bulan, penampilan teater Renatta sukses menuai pujian dari seluruh penghuni sekolah, baik para siswa juga guru-guru yang ikut menyaksikan.

Renatta dan Hanan menjadi sorotan sejak penampilan itu, dan hubungan keduanya terlihat semakin dekat.

Setidaknya sampai hari ini, dimana Renatta mengeluarkan sesuatu yang mengganjal sejak beberapa hari lalu,-katanya.

"Apa Xel? Kita cuma partner kerja kok. Gak lebih"

Lagi-lagi kata itu.

"Sebelumnya,.. sorry to say this. Tapi dari cara kamu cerita setiap detail tentang latihan kalian, dari ekspresi kamu tiap dianter dia pulang, dari tatapan kamu tiap liat dia, dari reaksi kamu ngebales chat dia, aku tau kamu punya rasa yang lebih Ren."

Masih mau ngelak?

Gadis yang hari ini datang dengan rambut kuncir kudanya itu terdiam, mungkin aku memukulnya telak.

Bagaimanapun, Renatta ini sahabatku kan?

"Gak ada yang salah dengan menyukai seseorang Ren,"

Renatta menggeleng, jika ini Renatta lima tahun lalu, mungkin gadis ini sudah menangis sesegukan.

"Gak pantes buat aku punya rasa lebih sama dia Xel, dia terlalu baik sama siapapun. Ku rasa aku yang salah karena jatuh sama sikap baiknya"

Tanpa sadar aku menghela nafas, rasa empatiku muncul begitu saja melihat jus mangga itu hanya diaduk-aduk tanpa di hisap sedikitpun dari setengah jam yang lalu.

"Bagaimanapun, kamu yang ngerasain Ren. Aku gak bisa bantu lebih selain, kamu harus yakin sama perasaan mu sendiri."

"Thank you"

-----------------------------------------------------------

Dalam 5 tahun aku mengenal Renatta, ini kali pertama aku melihat wajah Renatta sebahagia ini karena cinta.

Ya.. hubungan Renatta dan Hanan terlihat membaik lagi. Aku tak tau status keduanya kini apa, tapi kedekatan keduanya semakin memperjelas bahwa wejanganku beberapa minggu lalu pada Renatta sepertinya bekerja.

"Aku mau confess di malam puncak perpisahan nanti"

Aku tersedak.

"Aku gak peduli dia bakal balas perasaan ku atau ngga, yang penting aku ngungkapin. Di terima atau ngga gak masalah."

"Aku cuma mau beban ini keangkat Xel, walau cuma dikit"

Aku tak membalas ucapan Renatta, hanya menatapnya seolah bertanya 'kamu yakin?' dengan satu tangan yang menyumbat satu lubang hidungku.

Hidungku masih perih akibat air yang keluar dari sana tadi.

Bisa dibilang keduanya mulai dekat dari awal kelas 11, hingga sekarang kami akan melaksanakan ujian akhir.

Mungkin Renatta merasa perasaannya seperti terombang-ambing di tengah lautan tanpa ada seseorang yang membantu menariknya keluar.

"It's okay! Aku gak galau kok hahahaha"

Tawa lepas gadis berkulit putih ini membuat ku ikut menarik sudut bibir.

"Mana coba liat naskah confess nya"

Aku menarik paksa ponsel Renatta, seolah ingin membaca sesuatu yang sedari tadi ia ketik.

Asal saja ku rebut, karena aku yakin gadis itu pasti akan memperjuangkannya kembali.

"IHH AXEL GAK SOPAN!! SINI BALIKINN"

"Hahahahaha ambil sini, nyampe gak?"

Aku sedikit menjauhkan tubuhku dari Renatta, tapi gadis itu lebih sigap melompat kearahku.

"Ihh AXELLLL"

"Hahahahahahaha"

Renaxelia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang