02. Namanya Hanan

5 1 0
                                    

"Gimana??"

Renatta mengangkat kedua bahunya, kembali memainkan jari diatas keyboard laptop.

"Aku gatau pasti, tapi kemarin aku emang sempet ketemu Hanan di parkiran"

"Jangan bilang..."

Renatta tertawa, menggeleng sebelum aku menyelesaikan pertanyaanku.

"Hanan tuh temen sd aku, dulu kita selalu bareng sampe kelas 6. Nah smp dia pindah keluar kota. Eh ketemu lagi di sekarang"

"Aku juga baru ngeh dia disini.. sekitar dua minggu lalu? Eh taunya dia anak ips. Pantes aja gak pernah tau"

Masuk akal, kelas IPA dan IPS di sekolahku memang beda gedung. Jadi wajar jika selama satu tahun ia tak tau apa apa.

Aku mengangguk saja, ikut mengambil satu kentang goreng dari piringnya.

"Trus kamu suka dia?"

Uhuk!

Aku melotot saat Renatta tersedak, ku sodorkan air minumku. Mataku berkedip berulang kali melihat Renatta menghabiskan air itu hanya dalam hitungan detik.

Padahal baru ku teguk sekali.

"Ngada-ngada!"

"Dulu emang deket, sempet suka juga, tapi ya namanya juga bocah sd? Gak serius"

Renatta tampak santai menutup laptop, mengakhiri tugas artikelnya.

"Dia cenayang gak si?"

Aku memiringkan kepala, benar saja. Notifikasi dari kontak dengan emoticon bulan memenuhi layar ponsel Renatta.

3 bubble chat yang membuatku menarik atensi dari layar ponsel Renatta.

Sepertinya terlalu privasi untuk aku ketahui.

"Katanya bakal ada reuni sd, dia ngajak pergi bareng"

Sekitar 20 menit bertukar pesan, akhirnya Renatta menyimpan ponselnya.

"Acaranya malem.."

Nada ragu kentara dari ucapannya, dan aku tau apa yang membuat Renatta berpikir dua kali untuk menerima tawaran teman sd nya itu.

"Menurutmu gimana?"

"Kalo memang kamu mau ya pergi aja"

"Tapi Xel..."

"Bunda ya?"

Renatta mengangguk. Sudah kuduga.

Bunda Renatta memang jarang mengizinkan Renatta keluar malam jika bukan denganku atau ditemani kak Rara.

Apalagi yang mengajak Hanan, laki-laki yang baru bertemu Renatta lagi setelah empat tahun.

"Mau aku izinin?"

"Izinin aku pergi sama Hanan berdua gitu?"

Aku menggeleng, ide ini takkan berjalan lancar. Aku mengerti maksud tatapan Renatta.

"Bilang aja perginya sama aku"

Kali ini Renatta yang menggeleng.

"Kamu ikut ya?"

-----------------------------------------------------------

Atas permintaan Renatta, akhirnya aku terdampar disini. Di roftoop sebuah restoran yang cukup mewah.

Sedikit canggung karena tak ada satupun dari mereka yang aku kenal-kecuali Renatta tentunya. Tapi untungnya teman-teman Renatta  menyambutku dengan baik.

Ku pikir akan banyak yang datang, tapi ternyata hanya sekitar sepuluh orang -termasuk aku.

Mungkin ini hanya reuni circle-nya dulu.

"Temen Renatta ya? Gue Nadya"

Aku mengangguk tipis membalas uluran tangan gadis di depanku sembari menyebut namaku.

"Nat, di sana yuk?"

Atensiku beralih menatap dua punggung yang berjalan sedikit menjauh, Renatta dan Hanan.

"Dari dulu mereka emang deket"

Gadis ini bercerita tanpa diminta, sedangkan aku hanya menatap dua insan itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan.

"Hanan dulu banyak yang suka, mungkin karena dari keluarga berada kali ya. Makanya Renatta nempel"

Sontak aku menoleh dengan sebelah alis terangkat, gadis yang ku tatap justru mengangkat bahu.

"Renatta tuh galak, tiap ada anak yang deketin Hanan pasti di judesin. Soalnya ya tau deh anak sd liat orang kaya pasti seneng banget. Dan adanya Renatta bikin anak-anak pada takut buat malakin Hanan lagi"

"Mereka banyak dikira pacaran dari dulu hahahaha,"

Aku tersenyum tipis, kembali menatap keduanya yang berdiri di dekat tiang pembatas, entah apa yang keduanya bicarakan, tapi aku bisa melihat dengan jelas wajah ceria Renatta juga gelak tawa diantara keduanya.

Berkat cerita sukarela Nadya dan pandangan didepanku, semakin jelas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ku selama beberapa hari ini.

-----------------------------------------------------------

Entah ini perasaanku atau memang iya,

Renatta semakin jauh dariku.

Semenjak malam reuni itu, hubungan Renatta dengan Hanan semakin baik. Meski tak bertemu 24/7, keduanya sering bertukar pesan.

Bukan maksudku menguntit, tapi tak jarang aku memergoki gadis itu tengah senyum-senyum sendiri sembari melihat percakapannya dengan kontak emoticon bulan itu.

Tentu saja Renatta yang menunjukkan roomchat mereka.

"Konyol banget gak si ni orang"

Aku ikut terkekeh melihat stiker yang di kirim laki-laki itu. Walau sejujurnya menurutku itu tak begitu lucu.

"Pulang nanti ikut ke toko ibu gak?"

"Aahh!! Iya! Hampir lupa!" Renatta menepuk dahinya kuat, "Sore ini ada latihan teater hehe"

Aku hanya mengangguk tipis, ini salah satu yang membuatku merasa Renatta sedikit jauh dariku.

Renatta dipilih untuk mengisi acara pensi sebagai tokoh utama dalam sebuah teater. Dan yang lebih kebetulan lagi, lawan mainnya adalah Hanan.

Mungkin rumor tentang mereka akan menjadi kenyataan.

"Nanti beres latihan aku mampir deh,"

"Yaudah hati-hati, kalo ku liat kamu lecet, ban motor Hanan aku kempesin liat deh"

Ya.. Renatta selalu pulang dengan Hanan.

Tentu saja, mereka partner kerja. Kenapa aku harus marah kan?

Renaxelia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang