Aku tidak buta.
Sejak pertama melihat Renatta tertawa saat bersama Hanan, kemudian kedekatan keduanya yang beralaskan partner kerja, rasa itu pasti terselip diantara keduanya.
Aku tau Renatta menyimpan rasa itu.
Dan yang aku bingungkan, laki-laki di depanku ini. Apa sifatnya memang sebaik ini pada semua orang? Sifat yang membuat Renatta ku berkali-kali menyalahkan perasaannya?
Malam puncak perpisahan tinggal menghitung hari, entah semesta berniat mempermainkan perasaan gadis itu atau bagaimana, Aku tak mengerti.
Tanpa berkata apapun, tanpa berekspresi apapun, Renatta keluar dari aula. Gelagat kecewa jelas terlihat saat matanya bertemu dengan Hanan yang tengah menggenggam tangan gadis lain.
"Tolong dong bawain obat Ara di tasnya"
"Kecapean tuh, tau anaknya gampang sakit"
"Nan, bawa Ara ke UKS Nan"
Alnara. Gadis yang namanya selalu terselip diantara cerita Renatta. Juga gadis yang memeluk Hanan di saat hujan tempo hari.
Aku ingin menyusul Renatta, namun nyatanya mataku lebih tertarik pada laki-laki yang kini membopong gadis yang di panggil Ara tadi ke arah UKS.
Mungkin memang iya, salah jika seorang yang rapuh seperti Renatta menyimpan hati pada lelaki yang peduli pada semua orang seperti Hanan.
Salah aku juga karena membuat Renatta meyakinkan perasaannya pada lelaki seperti Hanan.
Bukan karena sifat baiknya, tapi karena Renatta yang mudah jatuh hati, dan ia salah menjatuhkan diri pada sosok Hanan hanya karena sifat baik yang umum di berikan pada siapa saja.
Dengan derap mantap aku berbalik menyusul Renatta, gadis itu tampak memilah-milah tumpukan buku di salah satu rak tinggi di perpustakaan.
"Ibu bikin bolu varian baru, mau coba?"
Renatta mendongak, berpikir sejenak kemudian mengangguk.
Aku berpura-pura tak tau dengan terus membicarakan hal yang sekiranya akan membuat mood gadis itu sedikit membaik, namun Renatta hanya menjawabku dengan gelengan, anggukan dan senyum tipis.
Tak kentara, tapi aku tau gadis ini menyimpan luka.
"Apa rencanamu sudah siap?"
Renatta terdiam, tangannya terhenti di udara dengan tatapan kosong pada rak di depannya.
"Kalo aku kuat, aku lanjutkan. Kalo ngga,.. gatau"
"Aku juga"
Aku tersenyum, mengambil alih buku yang hendak ia masukkan kedalam rak, tanpa memedulikan tatapannya yang bertanya lebih lanjut.
Ya, aku juga akan menyatakan yang harus ku sampaikan di malam terakhir kita.
-----------------------------------------------------------
Hari yang di nanti semua orang akhirnya tiba. Malam puncak perpisahan siswa kelas 12 SMA Ardhyana.
Setelah acara formal para siswa di beri waktu bebas untuk berfoto atau sekedar mengucapkan selamat tinggal satu sama lain. Malam yang cukup mengharukan karena mulai saat ini, kami telah lulus dari gelar siswa SMA.
"Ren?"
Gadis dengan dress hitam itu menoleh, dengan senyum cerahnya sedikit berlari menghampiriku.
Rambutnya yang mulai panjang tergerai cantik bersanding dengan wajah yang di poles make up tipis itu.
Sangat cantik.
"Aku deg-degan, Xel" ucapnya menerima secangkir jus dariku.
"Udah ketemu?"
Renatta menunjuk satu sudut, dimana lelaki jangkung berdiri dengan tuxedo hitamnya.
Bahkan pakaian mereka pun tampak sangat serasi.
"Aku temani" ajakku kemudian menggandeng tangannya menuju tempat Hanan berbincang dengan teman-temannya.
Kiranya tinggal beberapa langkah, Renatta menahan lenganku. Menatap lurus pada satu sosok yang mendekat lebih dulu pada laki-laki itu.
"Ren.."
Renatta menggeleng, masih mempertahankan senyumnya meski sosok itu kini saling menggenggam dengan lelaki yang sudah membuat Renatta jatuh hati.
"Anjhay lah, plot twist banget lo berdua"
"Yang lain perpisahan, ini malah official"
"Akhirnya go publik juga"
Suara tawa dari gerombolan itu entah kenapa membuatku sesak. Lebih sesak lagi saat Renatta harus melihat pernyataan itu secara langsung. Dengan senyum yang masih merekah.
"Ayo Xel"
Aku lebih bingung saat Renatta justru menarikku, melewati rombongan Hanan begitu saja.
-----------------------------------------------------------
Aku tak tau harus senang atau sedih.
Gadis yang menjadi sahabatku hampir 6 tahun ini membawaku ke taman. Kami tak banyak bicara, hanya duduk di atas rumput sembari menatap langit malam yang cerah.
Lebih tepatnya aku yang duduk. Renatta? Dia berbaring dengan kepala yang pertumpu pada pahaku. Matanya menerawang jauh seolah ingin menembus ribuan bintang diatas sana.
Jika kalian kira Renatta akan menangis, kalian salah besar. Gadis itu masih tersenyum sama seperti awal acara dimulai.
"Yah, pada akhirnya aku bakal pendam sampe rasa ini ilang sendirinya"
Itu kalimat pertama yang keluar setelah sekian lama kami terdiam.
"Gaakan nyesel?"
Gadis di pangkuan ku menggeleng. "Lagipula, emang kayaknya aku cuma suka karena sikap baiknya. Bukan karena pribadinya"
Aku mengangkat sebelah alis tanda tak mengerti, tapi bukan menjelaskan Renatta justru terkekeh.
"Trus kamu? Katanya mau confess juga? Sama siapa?"
Aku terdiam sejenak. Hampir lupa bahwa aku memiliki janji dengan diriku sendiri.
"Kamu"
"Hah?"
.
.
."Iya. Aku sayang kamu Ren, lebih dari seorang teman."
![](https://img.wattpad.com/cover/316952581-288-k24297.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Renaxelia ✔️
Fanfiction"Aku sayang kamu, Ren... ...lebih dari seorang teman." -------------------------------------------------- *DISCLAIMER!!🚨* - This a 💥FICTION💥 - Tidak diizinkan untuk yang baperan 🙏 - Jangan julid atau aku julidin balik 😏 (ngga ngga becanda) - Fi...