Part 8

194 9 0
                                    

"Udah bukan pacar gue lagi! Dia lebih dari itu!" Kata dia dengan senyum tipis yang menghiasi bibirnya. Oh Tuhan! Hampir aja gue salah paham. Ternyata mereka udah mau ke jenjang yang lebih serius. Bisa-bisanya gue mikir mereka udah putus.

"Udah mau tunangan maksudnya?" Tanya gue ragu.

"Hm... Bukan!" Apa? Jadi dia mau langsung nikah? Gak pake tunangan dulu? Terus gue? Gak ada kesempatan buat gue sama sekali? Tadi gue ngomong apa? Kesempatan? Aduh! Gue mikir apaan sih! Stop, Lando! "Eh! Gue mau dianterin pulang aja!" Kata dia lagi.

"Gak boleh!" Tiba-tiba Kak Farah datang. "Pasien gue gak boleh pulang sebelum keadaannya bener-bener pulih!" Tambahnya.

"Tapi... "

"Gak ada tapi-tapi! Gak ada yang perlu lo khawatirin! Motor lo juga udah dibawa ke rumah lo! Dan tante Tania juga udah percayain lo sama gue!" Ucap Kak Farah yang memotong omongan Riri. Riri? Iyah, Riri! Gue mungkin harus biasain diri gue buat manggil dia seperti itu. "Ohya, mungkin lo belum kenal sama gue! Nama gue Farah, dan gue dokter! Gue sepupunya Lando dan kakaknya Fatri! Tante Tania udah kenal baik sama gue! Jadi lo gak perlu merasa gak enak di sini!"

Gue bisa liat kalau Riri merhatiin Kak Farah dengan seksama.

"Satu lagi! Lo jangan heran kalau penampilan dan segala yang ada di diri gue gak mencerminkan seorang dokter! Tapi asli kok, gue dokter! Gue kalau di tempat tinggal gue sendiri, gue bakalan jadi diri gue yang sebenarnya! Gue yang berwibawa dan berpenampilan rapi cuma saat jam kerja gue doang! Dan di saat seperti inilah gue ngerasa bebas!" Kata Kak Farah.

"Tapi Kak Farah masih berwibawa kok!" Kata Riri.

"Berwibawa apanya? Dia itu dokter cerewet dan suka usil! Wibawanya udah hilang ke laut!" Kata gue tanpa perlu mikir lebih dulu.

"Lando!" Kak Farah kini melotot ke gue.

Liat Kak Farah melotot, bikin gue ngeri juga! "Tenang! Tenang! Gue bercanda!" Kata gue. "Tapi jujur sih!" Tambah gue.

"Lando... " Kak Farah natap gue dengan senyuman mengancam.

"Iyah, Kak Farah... " Gue balas natap Kak Farah dengan senyuman ketakutan.

"Riri, kalau lo butuh sesuatu, bilang aja yah!" Ucap Kak Farah ke Riri.

"Iyah, Kak!" Kata Riri.

"Gue ke dapur dulu... Mau bawa ini!" Gue pun mengangkat nampan tadi dan hendak menuju dapur.

"Cuciin sekalian yah, adik ganteng!" Kata Kak Farah ke gue.

Saat mulut gue udah terbuka buat mengiyakan omongan Kak Farah, Riri udah ngomong duluan. "Biar gue aja yang cuci!" Kini dia hendak berdiri dari posisinya.

"Jangan!" Ucap gue dan Kak Farah barengan.

Riri menatap gue dan Kak Farah dengan kebingungan. Dan dia udah dalam posisi berdiri. Gue yang masih megang nampan dan udah di depan pintu, cuma bisa ngeliatin Kak Farah yang memaksa Riri untuk kembali ke posisi istirahatnya.

"Lo harus istirahat, Ri! Kalau emang mau pulang cepet! Lo harus cepet sembuh! Dan pastinya lo gak boleh banyak gerak dulu sekarang! Walaupun udah ngerasa enakan, harus tetep istirahat! Nanti lo bisa sakit lagi! Jadi mending lo tenang dan istirahat di sini!" Kata Kak Farah dengan cerewetnya ke Riri.  Riri pun menuruti omongan Kak Farah.

"Tenang aja! Gue bisa kok! Gue udah biasa kalau soal urusan di dapur! Mending tan... Mending lo istirahat aja!" Setelah itu gue pun keluar dari kamar ini dan berjalan menuju dapur.

•••

Riri POV

"Berapa lama?" Tanya Kak Farah.

My FebruariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang