Bip Bib Bib!
Bib Bib!
Bib!
"Aku pulang!"
Pintu apartmen terbuka, tidak ada sambutan seperti pelukan atau balassn dari suara favoritenya. Keninngnya berkerut samar, yang ia lihat pertama kali adalah keadaan apartmen sepi, tidak ada suara apapun. Sofa ruang tamu yang biasanya diisi oleh makhluk manis dengan bungkus snack tergeletak dimana - mana kini masih terlihat bersih dan tertata rapih sama seperti tadi pagi. TVnya pun mati. Apa kekasihnya pergi ke suatu tempat tanpa mengabari dirinya?
Aneh sekali.
Kakinya melangkah masuk setelah berhasil melepaskan benda yang mencekik kedua kakinya dari pagi. Kondisi dapur pun sama, sebenarnya kemana dia?
Dilihatnya pintu kamar sedikit terbuka, dari celah pintu samar samar terdengar suara perempuan yang sedang berbicara dengan iringan lagu sedih. Hampir membuatnya salah sangka.
"Ahh, rupanya disini," gumam Jungkook.
Ketika pintu kamar ia buka, terlihatlah sang kekasihnya sedang duduk di tengah kasur dengan kaki terbungkus selimut dan jangan lupa ada laptop di atas pahanya. Senyum Jungkook mengembang, kakinya melangkah lebih cepat menuju sosok itu. Sudah rindu saja rasanya.
"Sayang." Tangannya refleks mengelus lembut rambut kekasihnya.
Sang kekasih yang menyadari ada orang lain selain dirinya, menolehkan kepala mengarah ke orang itu, "Oh! Sudah pulang?" ucapnya sambil tersenyum manis. Tangannya menepuk sisi kosong disebelah dirinya.
Jungkook yang mengerti langsung menduduki tempat itu, matanya melihat film apa yang sedang ia tonton. Sementara Jimin setelah memberi kecupan selamat datang di pipi ia kembali asik dengan dunianya sambil meletakan kepalanya di bahu Jungkook.
Sebelah tangan Jungkook tidak tahan bila tidak merengkuh pinggang yang lebih kecil, "Menarik?"
Anggukan diterima.
"Mengapa di sini?" Tanyanya lembut hampir berbisik, sama sekali tidak ingin mengganggu kekasihnya.
"Sedang ingin."
Jungkook mengangguk mengerti.
Cukup lama mereka terdiam, Jungkook pun belum berganti pakaian. Jas yang ia kenakan masih terpasang apik di badannya dan sekarang keduanya fokus menonton tanpa ada yang buka suara.
Beberapa saat kemudian, seolah sadar tangan yang bertengger di pinggang kekasihnya spontan bergerak mengusap lembut.
Menikmati moment seperti ini lah yang ia nantikan, hanya berdua dengan kekasihnya. Walaupun hanya dikamar dan tanpa berbicara apapun tidak masalah, itu sudah cukup mengusir sedikit rindu yang ia rasakan di hati.
"Jimin."
"Hm?"
"Tidak."
Keheningan kembali tercipta dan keduanya sama sekali tidak membuka suara sampai filmnya selesai.
. . .
Suara denting sepasang alat makan yang beradu menjadi melodi indah yang menemani mereka berdua. Kini keduanya sedang menyantap makan malam dengan menu sederhana, nasi goreng kimci buatan Jungkook.
Jimin hanya bertugas sebagai tukang cicip saja. Dirinya sama sekali tidak mau memegang peralatan masak setelah tahun lalu tidak sengaja mematahkan salah satu gagang alat masak yang Jimin tidak tau namanya, padahal ia hanya ingin mengikuti video yang pernah ia lihat di social media.
Penggalan kejadian itu lewat di kepala Jimin yang membuatnya kembali teringat bagaimana ekspresi Jungkook yang khawatir dan ingin marah, lalu bagaimana wujud masakannya yang berserakan di lantai. Ia tambah yakin bahwa bakat dan keahliannya bukan di sana.
"Jungkook, aku ingin bertanya."
Jungkook yang ingin menyuapkan nasi kedalam mulut terhenti, dirinya menatap lamat kekasihnya dengan senyum tipis.
Kedua tangan yang semula memegang sepasang alat makan kini dilipat di atas meja, menatap Jungkook yang setia menunggu ucapannya. Mereka saling tatap selama beberapa detik, sebenarnya Jimin hanya menunggu mentalnya berkumpul.
"Ini tentang film yang tadi aku... ekhem, maksudku yang kita lihat. aku jadi berfikir... Bagaimana jika ternyata aku adalah pangeran yang diasingkan?"
Disebrangnya, jungkook mengerutkan kening. Tanpa berpikir panjang ia menjawab,
"Maka aku akan menjadi penjagamu yang menyamar sebagai teman kecilmu."
Bibir yang lebih kecil mengerucut lucu, sedikit tidak terima mendengar jawaban Jungkook. Bukan jawaban seperti itu yang ia inginkan.
Jungkook terus memperhatikan perubahan ekspresi Jimin. Kerutan di keningnya membuatnya bertambah lucu. Gemas, itu yang dirasakan Jungkook. Ingin rasanya meja makan didepannya ini ia singkirkan dan menarik Jimin untuk duduk dipangkuannya, ia akan memeluk Jimin dengan erat sampai sesak.
"Mengapa seperti itu?"
"Seperti apa?" ucap Jungkook santai kemudian menghabiskan air minumnya yang sebelumnya tersisa setengah gelas.
"Seperti itu."
"Itu apa?"
"Itu."
"Itu apa, Jimin?"
"Tidak jadi."
Jungkook terkekeh kecil melihat Jimin sedikit merujuk dan melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda, kedua pipinya menggembung lucu dan kening yang tidak kunjung kembali seperti semula.
Tangannya menopang dagu sambil terus memperhatikan kekasihnya makan.
"Karena aku hanya ingin Jimin." Tersungging senyum jahil di wajahnya.
"Ya ya ya terserah. Tapi aku serius," Kali ini perhatian sepenuhnya diberikan kepada Jungkook.
"Iya aku pun serius."
"Bukan. Aku serius ingin tinggal di sebuah bagunan kerajaan yang megah dan mewah."
Jimin menatapnya sungguh - sungguh membuat kekehan kembali terdengar, tapi kali ini lebih keras dari sebelumnya. Sambil terus memperhatikan kekasihnya Jungkook berucap, "Memang kau mau merasakan rasanya dijajah, Jimin?"
Pertanyaan itu seketika membuat Jimin bungkam.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANDOM JIMIN [ KOOKMIN ]
FanfictionBerisikan tentang keseharian Jungkook dan Jimin, dimana Jungkook harus menanggapi mood, tingkah dan pertanyaan pertanyaan aneh kekasihnya. Bukan hanya pertanyaan, tetapi Jimin juga sering berkhayal menjadi sesuatu yang tidak masuk akal. Namun hal i...