45.CAMPING.

123 10 0
                                        

Setelah mereka berbincang dan mengenakan alat pelacak itu, tiba-tiba terdengar suara ketukan cukup keras di pintu apartemen. Lantas para remaja tersebut pun berjaga-jaga, takut ada bahaya yang mengancam.

"Pid, buka pintunya," perintah Reza, kemudian segera diangguki oleh David.

"Buka anjing, karatan gue lama-lama di sini!" suara melengking dari anggota paling muda itu mendengung di lorong apartemen.

"Kirain siapa ya elah," Alvin menghembuskan nafas kasarnya.

Setelah David membukakan pintu, Destin dengan senang hati memasuki ruangan tanpa permisi dan langsung membaringkan tubuhnya di brankar milik Reza.

"Baru aja gue sama yang lain ngeroasting lo, Des." ejek Richo terkekeh kecil.

Destin hanya melengos, lalu berkata. "I don't give a care!"

"Sok Inggris lo anak kadal." Alvin mendekati Destin, lalu melempar alat pelacak itu tepat ke dada bidang pemuda tersebut.

"Ini apaan?"

"Racun buat ngebunuh lo,"

"Oh,"

"Percaya?" kekeh Rea membawakan beberapa kopi dan teh.

"Nggak, lagian alat kayak gini di rumah juga banyak." Destin mengamati alat itu dengan teliti, lalu memasangnya di kerah tanpa disuruh.

"Kenapa gak bilang dari kemaren bego!" protes Reza.

"Ya mana gue tau, udah terlanjur kebeli ini." Destin memutar bola matanya malas.

"Apakah kau punya alat seperti itu juga di rumah?" tanya Azumi.

"Ya, kenapa?"

"A-aku boleh memakainya?"

Mendengar perkataan itu lantas seluruh anggota inti tersebut membulatkan matanya, lalu Richo segera berkata. "M-maaf, tapi ini hanya untuk kepentingan di tim kami saja,"

"Caper banget sih jadi cewek," Ica memutar bola matanya malas.

"Seperti itu, ya? maaf." Azumi berkata canggung lalu menundukkan kepalanya.

"Tapi kalo kalian nekad banget pengin alat ini, kalian boleh pake." tiba-tiba Alvin memasuki pembicaraan itu dengan tatapan tajam.

"Sungguh!?"

"Tapi, Vin. Alat ini cuma buat anggota kita, kalo sampe melibatkan orang lain nanti takutnya mereka kebawa-bawa," bujuk Rea mulai mendekati Alvin.

"Kalo mereka juga diincar gimana? bisa buat celah mereka juga, kan?"

"Gue paham maksud lo, Vin. Setuju," Reza menepuk punggung Alvin dari arah belakang.

"O-oke, kalo itu yang terbaik gue setuju." Rea mengangguk paham, lalu disusul oleh persetujuan dari anggota lainnya.

"So, apakah kami boleh memakainya!?" tanya Mikata antusias.

"Dasar amatir." lagi-lagi Ica menyindir dengan muka juteknya.

"Nanti akan ku ambilkan." ucap Destin menghembuskan nafas kasarnya.

"Aku bosan, ingin memutari Jakarta," ujar Eiko memainkan ponselnya, melihat beberapa foto keindahan di ibu kota Jakarta dari google.

"Gass?" tawar David dengan mata genitnya.

"Gass brother!" Richo melompat dari brankar yang sedari tadi ia duduki, disusul oleh David yang mulai mengambil jaket denim ke banggaannya.

"Ke mana?" tanya Reza.

"Taman lah, katanya mau muterin Jakarta,"

"Muterin Jakarta, Ko! bukan muterin taman!"

Alvin Anggara (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang