#1 Terpesona

31 7 3
                                    

Seorang gadis cantik baru saja terbangun dari mimpinya, Aurora menoleh ke arah jendela yang memperlihatkan langit gelap, menandakan hari sudah sore. Ia berdiam diri sebentar.

Tunggu. Sejak kapan jendela kamarnya berubah. Ini bukan kamarnya!

Sontak Ia terbangun dan duduk bersandar di kepala ranjang untuk mengumpulkan nyawanya. Melihat nuansa kamar yang didominasi dengan warna abu-abu dan putih, serta aroma maskulin yang menyeruak ke dalam indra penciumannya, membuat Aurora sadar saat ini dirinya sedang berada dikamar laki-laki, yang Ia yakini merupakan kamar Langit.

Aurora merutuki kebodohannya. Kenapa Ia bisa tertidur di rumah Langit?, Siapa yang memindahkannya ke dalam kamar cowok itu?!.

Seingatnya, Ia sedang bermain ke rumah langit siang tadi. Bunda dari cowok itu lah yang mengajaknya dan bermain dengan Sang Adik di ruang tengah, hingga rasa kantuk menyerangnya. Bisa-bisanya sekarang Ia berada di kamar cowok itu.

Saat ingin beranjak dari kasur, pintu kamar terlebih dulu terbuka dan menghadirkan Langit dari balik pintu dan menghampirinya. Dengan rambut sedikit basah dan setelan baju hitam dengan celana rumahan yang dipakainya membuat ketampanan Langit naik berkali-kali lipat. 

Pesona yang terpancar dari cowok itu, membuat Aurora menahan napas seketika.

"Nyenyak tidurnya Princess?" Tepat di hadapan Aurora, Langit bertanya dengan senyum tipis di wajahnya sambil bersedekap dada.

Siapapun, tolong cubit pipi Aurora sekarang. Apakah dirinya sedang bermimpi?.

Aurora tidak bisa bernapas. Suara Langit telfonable sekali.

"Hah?" Hanya satu kata mampu Aurora ucapkan.

Apa ini? Aurora baru saja terkejut dengan kehadiran cowok itu, dan sekarang Ia di buat tak percaya dengan pertanyaan yang Langit lontarkan.

Langit baru saja memanggilnya dengan sebutan 'Princess' ingat itu!.

"Mau pulang?," Pertanyaan dari Langit seketika menyadarkan Aurora dari lamunannya.

Tersadar kalau dirinya masih berada di atas kasur Langit, sontak saja membuat Aurora berdiri dengan cepat, merapihkan sedikit bantal dan selimut yang berantakkan, dan langsung berlari kecil ke arah pintu, melewati Langit.

"I-iya... makasih ya Langit, maaf udah buat kasurnya berantakkan, Dah~" Aurora melambaikan tangan, sambil menunjukkan cengiran bodohnya sebelum benar-benar menghilang di balik pintu.

Kekehan kecil keluar dari mulut langit. Lucu.

Aurora berlari menuruni tangga dan melihat Bunda Langit yang sedang berada di ruang tengah, dengan cepat Aurora pamit untuk pulang ke rumahnya.

***

BRAK

Aurora menutup pintu rumahnya dengan kencang, lalu menghembuskan nafas kasar. Berjalan menuju ruang tengah, melihat Sang Papa sedang duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya.

"Papa gak nyariin aku?," Aurora merengut saat melihat Papanya yang tidak menanggapi pertanyaannya karena masih sibuk dengan laptop.

"Anaknya baru pulang loh ini, abis tidur di rumah tetangga." Aurora mendudukkan diri di sebelah Papanya.

"Iya... Papa udah tau, tadi Langit yang bilang ke Papa."

Benar, tadi ketika Bima pulang dari kantor lebih awal, Langit tiba-tiba menghampirinya dan mengatakan bahwa Aurora sedang tidur di rumahnya. 

"Hah?" Pernyataan Papanya itu membuat Aurora tidak percaya.

"Udah kamu mandi sana Rabel, cium nih badan kamu udah bau asem." Ucap Papanya mengernyit sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan hidung mancungnya.

"Ih Papa ngeselin!." Aurora lantas berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Aurora memang harus segera mandi sekarang.

***

Huh...

Helaan napas lelah dari Aurora yang baru saja membaringkan tubuhnya di kasur. Ini sudah malam, dan Ia masih memikirkan kejadian tadi sore. Langit memanggilnya 'Princess'  membuat pipi Aurora seketika memerah. 

Dan juga, apa Langit yang memindahkan Aurora yang tertidur ke kamarnya? tidak mungkin Tante Estel kan? apalagi Alya, sangat tidak mungkin gadis kecil itu yang mengangkatnya.

Dugaan-dugaan memalukan terbayang di otak cantiknya. Bagaimana penampilan dirinya ketika tertidur tadi? apa mulutnya dalam keadaan terbuka, atau tadi dirinya mengorok? Tidak, tidak mungkin. Aurora takut Langit merasa ilfeel terhadapnya.

Dan, muka bantalnya tadi...

Sudah cukup. Aurora tidak bisa membayangkannya lebih jauh, yang pasti besok Ia akan merasa malu bertemu Langit di sekolah.

Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar.

Tok...tok...tok...

"Kakak! Kak!?"

Dug, dug, dug.

"Kakak....! Buka pintu...."

Aish...

Adiknya itu tidak sabaran sekali, Aurora bergegas jalan untuk membuka pintu kamarnya.

"Huh? Kenapa?" Tanya Aurora.

Sebelum menjawab Raska terlebih dulu menyelonong masuk ke dalam kamarnya, dan membaringkan tubuh di kasur.

"Minggu depan temenin aku jalan sama Alya ya kak!! Ya?"

Ajakan Raska tentu saja langsung Aurora tolak mentah-mentah.

"Gak mau!"

"Yah kak, Papa bilang harus ajak Kakak kalo mau pergi. Ikut ya!!" Raska menaik turunkan alisnya, sambil membujuk Sang Kakak.

Yah... Kalau sudah Papanya yang minta Aurora bisa apa. Inilah ribetnya jika Raska ingin pergi kemana-mana, Ia harus ikut.

"Mau pergi kemana emangnya sih?"

"Mau ke toko buku sama Alya, mau beli buku latihan soal,"

Raska memang saat ini sudah kelas 6 SD, dan sebentar lagi akan ujian kelulusan. Tak terasa adiknya ini sudah mau memasuki SMP.

"Yaudah iya, nanti Kakak temenin."

"Yes!! Makasih ya Kak," Ucapnya sambil mencubit pipi kiri Sang Kakak, sebelum meninggalkan kamarnya.

"Sakit Raska!"

Adiknya ini....

Jangan lupa vote dan komen, untuk suport aku dalam menulis >,<

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote dan komen, untuk suport aku dalam menulis >,<

see u...

Langit Aurora (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang