"Dek, kita putus aja ya?", ucap Hendra sesaat setelah bel pulang sekolah berbunyi. Saat itu Hendra mengirim pesan singkat pada Jidan untuk menemuinya di dekat parkir sekolah sebelum dia ke ruang maskul."Kenapa emang?", tanya Jidan acuh menatap Hendra tajam. Sebenarnya Jidan sudah merasakan firasat tidak enak sejak seminggu yang lalu. Hendra yang selalu menyempatkan diri untuk berkomunikasi dengannya tiba-tiba menghindar. Atau saat diajak bicara, Hendra yang biasa antusias, lebih memilih to the point dan tidak fokus. Ia juga pernah meminta waktu berdua di saat weekend tapi Hendra menolak dengan alasan ada tugas akhir yang belum rampung, jelas-jelas itu bukan tipikal Hendra sama sekali.
"Kakak sibuk, apalagi sebentar lagi kelulusan kan? lebih baik kita fokus untuk ujian saja", jelas Hendra mengalihkan pandangannya. Jidan menaikkan alisnya bingung, sejak kapan Hendra mulai suka mencari alasan kekanakan seperti ini.
"Apa kamu tertarik dengan orang lain?", Hendra melirik Jidan tajam, sedikit tersinggung dengan pertanyaan yang dilontarkannya. "Alasan apa yang membuat kamu mengira kakak selingkuh?". Jidan tersenyum tipis, tidak melepas kontak matanya dengan Hendra..menunjukkan gurat kekecewaan padanya.
"Emang kamu tidak sadar, seminggu ini kamu berbeda? jangan karena saya tidak peka, saya tidak menyadari perubahanmu Ndra", tukas Jidan sarkas. Hendra tertawa sinis tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Selingkuh? bahkan untuk mendekati laki-laki atau perempuan lain saja dia tidak sempat.
Sedikit tersulut emosi, Hendra menatap tajam Jidan. Baru kali ini ia merasa marah dengan laki-laki dihadapannya ini. Bahkan sebelumnya, mau ia marah atau mengatakan ucapan kotor saja Hendra tidak sampai membiarkan emosi menguasai dirinya.
"Saya tidak habis fikir dengan kamu Jidan", putus Hendra yang berangsur mundur pergi meninggalkan Jidan. Ia tidak mau kelewatan batas dengan melampiaskan emosinya saat ini.
"Tinggal jelasin emang apa susahnya sih? saya belum jawab iya atau tidak loh?", dan lagi ia lupa bahwa yang Hendra hadapi ini adalah Jidan. Sosok yang berfikir panjang dan kritis, tidak mudah menerima keputusan mentah atau sembrono.
"Kakak gak bisa lanjutin hubungan ini, dek", jawab Hendra lemah..emosinya masih belum stabil tapi dia tidak mau melampiaskannya pada Jidan. Dia sudah pernah berjanji untuk tidak melukai hati lawan bicaranya saat ini. Kepalanya berdenyit nyeri, terlalu banyak hal yang ia pendam sehingga sulit untuk berfikir jernih. Namun ia tahu bahwa keputusannya saat ini sangat membuat dia menyesal.
"Karena Ibu kamu kan?", Jidan menunjukkan pesan singkat di ponsel miliknya, tertera nama Jovi disana. "Kalau kamu bisa berani bohong ke aku, tapi enggak buat mereka", bahu Hendra merosot lelah..sekali lagi ia kalut. Terlalu sulit untuk menutupi sesuatu pada Jidan, ia termasuk orang yang hati-hati. Ia juga lupa bahwa intuisi Jidan selalu tepat.
"Maaf, kakak enggak bisa ngelawan ibu", ujarnya lirih, Hendra menatap Jidan sebentar..hanya ingin mengingat raut wajah orang yang sangat ia sayang itu sekarang juga menatapnya dengan pandangan penuh kekecewaan. Janji terakhir darinya tidak ia tepati bahkan sebelum memulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plot Twist (Isn't That Funny?) | Sukhoon
Romancedipertemukan semesta namun berakhir tak bahagia. "harusnya sih bahagia, tapi kalau masih terjebak rasa takut gimana dong?" Sukhoon! dom! hyunsuk sub! jihoon homophobic please belok kanan, thank you!