Bertempat di perbatasan antara Elune Empire dan Osljord Kingdom, sebelah Timur dari pegunungan Allerhjer, terdapat hutan yang bernama "Misty Forest". Di luar dari tepi hutan itu, terdapat desa Corin dengan populasi 300 orang yang terbagi dalam 80 keluarga. Untuk ukuran desa perbatasan dari Elune Empire, jumlah ini tidaklah aneh.
Corin adalah desa yang perkembangannya sangat lambat, lebih lambat dari seekor siput. Sekali dalam beberapa hari, desa ini diserang oleh monster liar yang berhasil keluar dari hutan, menghancurkan rumah serta ladang yang telah dibangun. Tak jarang kematian juga ikut menyertai kedatangan monster tersebut. Beberapa orang dewasa di Corin memiliki kemampuan bertarung. Meskipun begitu, mereka tetap kesusahan dalam mengusir satu monster yang berhasil masuk ke dalam desa.
Desa Corin sampai saat ini masih bisa bertahan terlepas dari ketidakpedulian pemerintah Elune Empire yang menganggap desa tersebut tak layak untuk diperjuangkan.
Kegiatan utama sehari-hari penduduk desa tidak terlepas dari hutan dan ladang mereka karena hampir tak ada pengunjung selain dari beberapa pedagang yang datang ke desa untuk menjual sisa-sisa dari barang jualan mereka, dan petugas pengumpul pajak yang datang sekali setahun.
Kegiatan pertama Clare Terraguard adalah bangun dari tidurnya. Gadis berambut merah tersebut bangun sebelum matahari terbit. Dia akan mengisi tangki air rumahnya hingga penuh dengan sihirnya ketika mandi pagi. Setelah memasang baju, dia akan pergi ke alun-alun desa dengan membawa sebuah pedang kayu.
Hari ini seperti hari-hari biasa lainnya. Angin terasa sejuk, embun di mana-mana, dan langit biru gelap.
Hampir tak seorang pun yang terlihat di desa, kecuali mereka yang punya dan harus merawat ladang mereka dari pagi buta.
Tanah lunak dengan rumput basah memercikkan air setiap kali Clare melangkahkan kakinya.
Selain dari sebuah pohon besar yang sudah ada sejak lama, terdapat dua orang remaja yang berada di alun-alun. Kedua laki-laki itu terlihat sedang berkelahi dengan pedang kayu yang memiliki kemiripan dengan pedang kayu Clare. Meskipun begitu, Clare tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang sedang dilakukan oleh keduanya sebab hampir setiap hari Clare melihat mereka bertarung satu sama lain. Yang membuat Clare penasaran hanyalah siapa yang akan menjadi pemenangnya kali ini, walaupun dia sudah bisa menebak siapa yang akan menjadi pemenang.
*Clack!
Clare melihat sebuah pedang kayu melayang lalu jatuh ke tanah. William yang telah berjuang sekuat tenaga berdiri mematung setelah dia kalah melawan Arthur yang hanya menggunakan tangan kanannya.
"0-80. Aku menang lagi," ungkap Arthur. Dia megambil pedang kayu yang tergeletak di tanah kemudian memberikannya pada William. "Nih, punyamu."
"Seperti yang kuduga, kau jauh lebih hebat daripada kami." Clare berjalan ke samping William. "Lihat saja William yang di sini. Dia ternganga menyadari semua usahanya sia-sia setelah melawanmu, Arthur," Clare dengan muka sombong mengusik William.
Arthur pun membalas dengan tawa kecil, "Tapi yang pasti kemampuan berpedang William selalu berkembang setiap kali kami bertanding." Arthur melihat William memasang muka cemberut. "Ah! Sungguh kok! Aku tidak bercanda!"
Meskipun Arthur mempunyai bakat yang sangat luar biasa, tapi dia hampir tidak pernah menyombongkan bakatnya. Dia bahkan sering menyemangati teman-temanya, Clare dan William, saat perasaan mereka surut. Hanya sekali saja Arthur pernah mengejek Clare dan William, dan itu pun hanya sebagai candaan belaka.
"0-80," gumam William.
"Will?" tanya Clare setelah dia mendengar suara kecil tersebut.
"Memang lah ya! Apa sih yang membuatku berpikir kalau aku bisa menang satu kali melawanmu?!" William menggerutu sambil menunjuk Arthur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Destiny: Rise of Hero
FantasyTanpa disadarinya, Clare Terraguard, seorang anak yang tinggal di desa kecil, ternyata hidup dalam sebuah novel. Seumur hidupnya dia tidak menyadari hal tersebut hingga pada saat dia di hadapan pintu kematian. Ingatannya bercampur dengan ingatan Ro...