Gue memarkiran mobil gue sembarangan di depan rumah dan langsung masuk ke dalam rumah dengan cukup emosi. Dari arah meja makan, Mami dan Bi Tumi langsung menatap gue dengan aneh. Mereka yang sedang menyiapkan makan siang seketika berhenti dan menanyakan kepada gue kenapa.
"Ko, kamu ga papa?" Tanya Mami dengan sedikit bingung.
"Ga papa Mi..." Jawab gue terputus.
"Aku abis putus Mi sama Vena." Lanjut gue mulai duduk di salah satu kursi di meja makan.
"Ini lagi anak Mami kenapa bisa putus sama Vena? Kamu pasti bikin masalah ya sama dia." Bukannya membela gue, Mami malah seolah memojokan gue. Gue pun menceritakan tentang apa yang terjadi antara gue dan Vena kepada Mami juga Bi Tumi sambil makan siang bersama.
-
Perkenalkan, nama gue Alexander Pandugou. Usia gue sekarang 21 tahun, masih menempuh pendidikan kuliah yang sedang libur semester genap. Gue tinggal di pinggiran Jakarta bersama dengan Mami dan Papi, juga seorang asisten rumah tangga yang sudah bersama dengan keluarga gue sejak gue kecil ini, bi Tumi namanya. Saking dekatnya hubungan keluarga kami dengan Bi Tumi ini membuat kami sudah menganggap dia sebagai keluarga sendiri. Jadinya, ada beberapa hal yang memang gue nyaman untuk bercerita ke bi Tumi bersamaan dengan Mami dan Papi, seperti kejadian barusan.
-
Saat masih bercerita tentang hubungan gue dan Vena yang kandas, tiba-tiba bi Tumi mendapatkan telepon yang berasal dari suaminya di desa. Nampak wajahnya yang mulai panik sekarang saat ia berbicara di telepon. Gue dan Mami hanya bisa saling pandang, menunggu bi Tumi mematikan teleponnya untuk menanyakan situasi yang terjadi.
"Aduhh. Aduh buu.. Sayaa, saya izin pamiit mau pulang kampung dulu boleeh bu?" Katanya panik setelah menutup telepon.
"Iya, kamu kenapa Tum? Ada masalah di kampung? Keluargamu ga kenapa-napa kan?" Mami mencoba menenangkan.
"Anuu bu, Diska bu lagi hamil dan dia sakit sekarang.. Dia minta saya pulang, pengen ketemu saya katanya. Aduhh aduh." Jawab bi Tumi masih dengan panik.
"Ya udah ya udah, sana kamu beres-beres dulu dan langsung pulang." Selepas Mami berkata, bi Tumi langsung berterimakasih dan lari menuju kamarnya.
"Nah kamu Lex, anterin bi Tumi ya ke desanya. Kasian dia. Sekalian kamu jalan-jalan sana nginep di desa bi Tumi, healing gitu ceritanya." Pinta Mami pada gue.
"Lah? Kok tiba-tiba banget? Nanti Mami gimana kalo sendirian? Papi baru pulang besok lusa loh?" Kata gue.
"Ya gapapa, Mami nanti jalan-jalan aja sama temen-temen Mami. Healing juga tanpa kamu sama Papi." Senyumnya sumringah.
"Heh Mami ini!" Gue menghela nafas.
"Ya udah, paling sampe Minggu ya Mi aku balik lagi. Misal bi Tumi belum bisa balik ya aku balik sendiri nanti."
"Minggu ya? Berarti Mami bisa 2 hari jalan-jalan sama temen Mami. Terus 2 hari lagi ngedate sama Papi, staycation. Asyik deh!" Jerit kecil Mami kegirangan, sedang gue hanya geleng-geleng kepala.
Bi Tumi sekarang sudah bersiap membawa pakaiannya dalam tas, hendak pamit kepada kami. Mami kemudian menahan bi Tumi sebentar sambil menenangkan dirinya sambil menunggu gue bersiap pakaian gue untuk mengantarkan bi Tumi juga tinggal sementara di desanya.
****
Perjalan ditempuh selama 6 jam lewat, berangkat jam 2 siang dan kini gue bersama bi Tumi sampai di desanya di bilangan Jawa Tengah. Desa tempat asal bi Tumi nampak cukup gelap, lampu-lampu penerangan jalan terasa belum maksimal membuat lingkungan ini terang. Begitu sesampainya di rumah bi Tumi, kami berdua disambut oleh suami dan anak lelakinya, pak Rehan yang berusia 52 tahun dan Rama yang berusia 17 tahun. Pak Reham memberitahu istrinya jika Diska anak perempuan pertamanya ini sedang berada di rumahnya sendiri yang berjarak tak jauh dari sini. Bergegas bi Tumi pergi menuju kesana, meninggalkan gue yang masih agak bingung harus bagaimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bot Series #1 - Desa Desahan
RandomMohon pengertiannya - Cerita mengandung Konten 21++ dengan Tema LGBT Sehubungan adanya musibah yang saya alami pada akun Karyakarsa, saya pun membuat akun baru dengan ALIAS berbeda menjadi "Deansius" dimana kalian bisa menemukan cerita saya pada ht...