"Maafin kita ya, Kirana."
Kirana menatap tiga gadis seumurannya yang ada di hadapannya sekarang. Masih ingat sekali di otaknya siapa mereka.
Sela, Desy, dan Lita. Tiga teman sekelasnya yang paling bersemangat membully Kirana setelah Dewa-bahkan sebenarnya mereka adalah kaki tangan Dewa. Setelah perkembangan kasus disiarkan melalui saluran berita, sudah dapat dipastikan bahwa ayah Kirana tak bersalah, apalagi Kirana kan?
Namun, sebenarnya hal tersebut belum dapat dipastikan secara resmi karena belum diputuskan oleh pengadilan bahwa ayah Kirana tidak bersalah. Kirana hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk menyambut ayahnya kembali.
"Kita terlalu ngefans sama Dewa dan kemakan omongannya, jadi nglakuin hal yang salah ke elo," jelas Lita. "Maaf ya. Harusnya kita nggak main hakim sendiri gitu. Pasti lo ngrasa sakit banget kan?"
Kirana tersenyum tipis. "Iya, nggak apa-apa kok. Aku maafin kalian."
"AAAAAAAAAA MAKASIH KIRANA," seru Lita diikuti Desy dan Sela, kemudian memeluk Kirana. "Gue sebenernya udah kangen banget bahas Seventeen bareng elo, secara cuma kita berempat carat di sini. Gue nahan-nahan tau nggak."
"Huhu, maafin kita yaaa," balas Desy. "Gue dapet pc limited bias lo, Kir. Besok gue bawain deh sebagai permintaan maaf gue."
"PC Vernon? Serius?" Mata Kirana langsung berbinar semangat. "Boleh deh. Makasih, Des."
Sinta menatap mereka bertiga malas. "Ah drama banget dah. Untung Kirana baik," ucapnya yang membuat mereka bertiga menoleh. "Jangan diulangin lagi deh, awas kalian!"
Lita, Desy, dan Sela kompak meringis, sekaligus meminta maaf pada Sinta dan Nana yang terkadang terkena imbas karena mereka berdua selalu berada di dekat Kirana.
"Syukur deh kalian udah berubah," sahut Nana yang daritadi menyimak. "Jadi, bener kalian ngelakuin ini cuma karena Dewa? Bukan karena ada dendam pribadi ke Kirana kan?"
Sela langsung mengangguk cepat. "Kita lebih takut sama Dewa sih. Secara dia kan punya power di sekolah ini, jadi pas dia nyuruh-nyuruh, kita manut aja. Takut kena imbas."
"Dewa sialan, emang anjing itu anak," sahut Sinta kesal. "Udah gue aduin juga ke ibunya masih belum kapok."
"OH, lo Sin ternyata pelakunya." Dengan tatapan marahnya, Dewa menghampiri bangku Kirana dan Sinta setelah mendengar umpatan gadis itu. "Lo sadar nggak sih kalau mama gue sakit? Gimana kalau dia kaget terus tambah drop, gila lo."
"Habis itu satu-satunya jalan supaya lo sadar kalau tindakan lo ke Kirana salah!" balas Sinta emosi. "Gue udah tau pasti gimana jawaban dari mama lo."
"Kamu kenal mamanya Dewa, Sin?" tanya Kirana lirih, takut Dewa mendengar.
Sinta mengangguk. "Mamanya Dewa tuh temennya mamaku sama Nana."
Kirana sedikit terkejut namun berusaha untuk tetap bersikap normal.
"Salah darimana?" tanya Dewa dengan suara keras. "Kalian semua juga tau kan kalau bokap dia salah?"
Kirana memejamkan matanya saat mendengar ucapan itu lagi. Jujur, ia mulai kesal tetapi terlalu lelah apabila menghadapi Dewa.
Semakin ke sini, Kirana lebih berpikir biarkan karma yang akan membalas Dewa nantinya.
"Dewa," tegur Nana akhirnya. "Gini lo ... kan sekarang udah ada berita yang menyatakan kalau pelaku pembunuh bokap lo itu perempuan. Jadi, gak bisa lo terus-terusan ngeblame Kirana. Meskipun ayahnya salah sekalipun, Kirana gak ada kaitannya sama sekali dan gak berhak lo perlakuin kayak selama ini," ujar Nana penuh penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's not my fault
أدب الهواةBukan kesalahan Kirana jika kita mendengar kasus pembunuhan terhadap salah satu petinggi perusahaan terkemuka. Kirana juga tidak ingin ini terjadi, apa jika ayahnya yang membunuh, dia juga patut dicap sebagai pembunuh? Kirana tidak tahu apa-apa, tet...