enam

23 7 11
                                    

Jangan lupa follow sebelum baca💓

Happy reading...

🌻🌻🌻

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi Nadhira masih enggan beranjak dari kamar Andra. Gadis itu setia mengobati luka memar pada wajah sepupunya.

Setelah hampir sepuluh menit menangis, akhirnya Andra membiarkan Nadhira mengobati lukanya. Hanya ada keheningan di antara mereka. Sesekali suara ringisan terdengar dari mulut Andra karena tanpa sengaja Nadhira mengobatinya dengan sedikit kasar. Niat ingin bertanya ada apa, di urungkan oleh Nadhira. Mungkin ia akan menanyakannya nanti.

"Baru kali ini gue sekecewa ini, Nadh, sama perempuan," Tanpa Nadhira bertanya, Andra lebih dulu membuka suara. Lelaki itu menatap lurus ke arah dinding yang ada di depannya.

Nadhira menghela napas kecil. Mungkin dugaan Nadhira benar. Saat melihat kotak kalung yang tergeletak dengan keadaan terbuka di atas nakas, pikiran Nadhira langsung tertuju pada Jhia. Mungkin memang ada sangkut pautnya dengan gadis itu.

Baru saja Nadhira ingin angkat bicara, pintu kamar Andra sudah lebih dulu terbuka, memperlihatkan zayyan ,Naldo, dan Akbar yang terlihat tergesa-gesa.

Saat mereka mendekati Andra, Naldo yang mempunyai tingkat kepekaan yang sangat tajam langsung melotot seketika.
"Ndra, Lo nangis?" Ucapnya sambil menahan tawa.

Andra menjawab dengan senyum tipis. Mau mengelak pun tak akan berpengaruh, karena kalau insting Naldo sudah bekerja maka tak akan ada yang bisa membohongi lelaki itu lagi. Naldo memang terkenal pecicilan dan suka ngomong seenaknya, tapi dibalik itu ada keistimewaan tersendiri dalam diri seorang Naldo wira kusuma.

Mengabaikan pertanyaan Naldo kepada Andra barusan, Akbar langsung berjalan mendekati ranjang Andra, berdiri di sebelah Nadhira yang saat ini sedang terlihat sedikit...gugup, mungkin.

"Sebenarnya ada apa sih, Ndra?"

"Kalian ngapain kesini?" Bukannya menjawab, Andra malah bertanya balik.

"Nyamperin lo. Tadi kita liat lo abis berantem sama cowok SMA sebelah di depan rumahnya Jhia. Takutnya ada apa-apa, sekalian kepoin masalahnya juga, sih." Ujar Akbar sambil cengengesan tidak jelas.

Naldo menoyor dahi Akbar sampai kepala lelaki itu mundur beberapa senti. "Gak usah di bilang juga, bege."

Aksi keduanya mengudang kekehan kecil dari Andra. Sebelum akhirnya lelaki itu menatap teman-temannya satu persatu. "Makasih ya, udah mau peduli sama gue."

"Kayak sama siapa aja lo, Ndra. Kita ini udah temenan dari SMP, jadi gak usah berterima kasih gitulah. Wajar kalau kita khawatir sama lo, kita itu udah lebih dari sekedar sahabat."

Mendengar perkataan Naldo, kening Akbar jadi berkerut membentuk beberapa gelombang. "Lebih dari sekedar sahabat gimana maksudnya? Owh jangan-jangan Lo berdua udah belok, ya?pantes aja..."

Akhirnya dahi akbar kembali menjadi sasaran empuk toyoran maut dari Naldo. Hal itu mengundang gelak tawa Nadhira yang tadinya hanya diam memperhatikan.

Zayyan berdehem pelan. Melihat tawa nadhira membuat jantung lelaki itu jadi berdetak abromal tanpa bisa ia cegah. "Jadi ceritanya gimana?" Zayyan berusaha mencetak topik penting.

"Iya, tuh. Sebenernya kenapa tadi? ceritalah, jangan dipendam sendiri. Botak entar kepala Lo kayak profesor."

Andra menghela napas kecil. Melihat itu Nadhira langsung mengusap bahu Andra dengan lembut. Ia tau pembicaraan ini cukup sensitif untuk Andra yang sedang dalam keadaan galau setengah mati. Meski Nadira terbilang cuek dengan urusan orang lain, tapi untuk saat ini, apalagi tentang Andra, gadis itu tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

ZAYYANA [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang