"Kita tidak tahu kapan takdir itu bermula, entah karena pertemuan tak sengaja atau bunga yang tiba-tiba mekar di langit senja."
-Antara Cinta dan Takdir -
.
.
.
.
.
.
-Happy Reading-Pagi sangat cerah, cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela kamar yang sengaja kubuka lebar, ini adalah waktu yang tepat untuk membongkar susunan buku dalam rak yang sudah tiga hari terakhir berantakan.
Kebiasaanku sekali jika sedang banyak pekerjaan di kantor, yakni lemari buku berantakan.
Padahal rasanya, setiap kali mengambil buku selalu kukembalikan pada tempat semula. Tapi kata Ibu, itu hanya perasaanku saja karena pada kenyataannya aku selalu meletakkan buku di sembarang tempat, kadang tergeletak di sofa ruang tamu, di kursi taman belakang rumah, di depan ruang Tv atau bahkan di dapur.Aku memang agak pelupa, setelahnya aku akan becarian kemana-mana, sibuk menghebohkan seisi rumah dengan bilang kalau terakhir kali aku meletakkan bukunya di dalam kamar. Ayah dan Ibu paham betul kebiasaan itu, anak tunggal yang pelupa.
Sembari membongkar rak buku, aku juga memutar lagu kesukaanku, yakni lagu India. Hari ini minggu dan aku libur kerja. Sebenarnya aku bekerja di kantor Ayah, tapi aku tetap tak bisa libur sesukaku. Karena bagi Ayah, aturan kantor harus tetap ditaati, sekalipun aku adalah anak kesayangannya.
"Syakira, bisa tolong bantuin Ibu bikin kue?" Terdengar suara Ibu diiringi ketukan pada pintu kamarku.
"Iya Bu, bentar lagi Syakira ke dapur," aku meninggalkan tumpukan buku yang belum selesai dirapikan, mematikan speaker dan segera menyusul Ibu ke dapur,
"Emang mau ada acara apa sih, Bu. Kok kita bikin kue banyak?" aku menatap heran tumpukan bahan kue yang cukup banyak jika hanya untuk dikonsumsi oleh kami sekeluarga.
"Ayah gak ngasih tau?"
"Enggak,"
"Ayah lupa kali. Jadi gini, nanti sore tu Ayah bakal kedatangan tamu istimewa, katanya sih tamu ini seorang direktur perusahaan dari desa Tlago,"
"Cabang perusahaan Liang Group?"
"Sepertinya iya, Ibu kurang tau juga. Nanti tanya sama Ayah ya,"
"Tapi untuk apa dia ke rumah kita, Bu?"
"Kabarnya mau membeli rumah milik almarhum Pamanmu,"
Aku memutuskan tak lagi bertanya, memilih mengambil alih pekerjaan Ibu mengadonkan bahan kue. Masalah direktur yang akan membeli rumah milik Paman, itu bukan urusanku tapi urusan Ayah. Aku yakin Ayah tidak akan sembarangan memilih orang untuk menjual rumah kesayangan Paman.
Semenjak Paman meninggal, terhitung sudah ada tiga orang yang menyatakan diri berminat membeli rumah, namun ditolak oleh Ayah.
Mungkin direktur ini juga akan mengalami penolakan, Ayah sangat teliti untuk urusan rumah Paman, karena itu aku hanya akan melihat saja keputusan Ayah nanti.***
Sorenya, aku asyik membaca novel kesukaanku di kamar seraya berbaring versi gak jelas di atas kasur. Aku selesai merapikan buku-buku yang di dominasi oleh novel karangan Bang Tere Liye ini tadi siang selepas dzuhur, cukup melelahkan namun terbayarkan dengan suasana baru kamar ini.
Aku memutuskan untuk memindahkan rak buku itu ke sudut kamar dekat sofa yang menghadap ke luar jendela. Itu semua agar memudahkan aku meraih buku-buku itu saat aku menghabiskan waktu dengan duduk santai ditemani oleh secangkir coklat panas atau es coklat di sofa dekat jendela.
Terdengar suara mobil memasuki pekarangan rumah, sepertinya ini adalah tamu Ayah. Kata Ibu, kemungkinan tamunya akan tiba selepas ashar. Bearti mobil yang barusan tiba adalah tamu itu. Aku melanjutkan membaca novel, biarkan saja itukan tamu Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Cinta dan Takdir
Romance"Cinta selalu mencari cela untuk membuat rumah bagi dua insan yang sedang merasakan hadirnya, tapi takdir juga bisa menghancurkan semua jika tak sesuai dengan jalan yang telah di tetapkan pencipta" -Syakira Rania Putri- Syakira, gadis cantik lulusan...