Ayah

49 9 17
                                    

Aku memang tidak beruntung, masalahku juga tiada ujung. Namun, kucoba mengurung seluruh situasi yang telah merundung. Lalu aku mempercayakan semuanya pada sang pelindung.

~Yuki~

***

Lelah hari ini berakhir dengan senang. Yah, tetapi itu hanya terucap di balik bibir saja. Hati mereka berdua sangatlah tidak aman. Bapak di pinggir jalan itu, lolos membuat kedua anak ini mengingat ayahnya kembali.

Gehna memeluk pigura kecil yang latarnya berisikan fotonya bersama kedua orang tuanya. Kehidupan dulu memang tak serumit sekarang. Hidup nyaman, kaya raya, dan juga sangat dimanja. Itu semua adalah impian semua anak, dan Gehna telah merasakan itu walau hanya sesaat.

"Ayah ... Gehna sangat merindukan Ayah. Apa di atas sana Ayah memantauku? Lihatlah putrimu ini! Aku sudah mulai sembuh. Ayah tahu? Tadi aku membantu bapak-bapak loh, beliau sedang bekerja keras untuk mencari nafkah. Bapaknya baik ... banget, tapi gak ada yang lebih baik selain ayahku bukan? Ayah ... Gehna rindu, hiks."

Gadis itu kembali menangis. Kepergian ayahnya benar-benar merubah hidupnya. Andai saja Paman Irul yang merupakan saudara kandung ayahnya tidak melakukan kecurangan, mungkin sampai saat ini ayahnya masih hidup.

"Ah, maaf Ayah, aku menangis lagi," ucap Gehna mengusap air matanya. "Ayah ... aku tahu, kematian sudah diatur oleh sang pencipta. Mungkin, umur Ayah juga sampai itu, tapi Gehna tidak bisa berbohong kalau belum bisa melupakan pengkhianatan Paman Irul. Aku tidak ingin menjadi pendendam, tetapi aku tidak bisa melupakan masa lalu dengan mudah."

"Tak masalah Ayah. Biarkan saja mereka menikmati kekayaan Ayah. Gehna tak peduli dengan harta, yang terpenting sekarang adalah kesehatan Ibu. Ayah juga ingin Ibu sehat 'kan? Tenang di sana ya, Yah. Biar Gehna yang akan menjaga Ibu dengan baik di sini." Gehna mencium sangat dalam foto tersebut, lalu membawa ke dalam pelukannya yang hangat.

Lain tempat. Kini beralih di kamar sedikit luas milik Yuki. Gadis itu menyibukkan kembali dengan buku diarynya. Dia mulai meluapkan curahan hati yang telah mengganggu pikirannya sejak tadi. Rangkaian kata telah ia bentuk hingga menjadi sebuah karya yang tak pernah ia publikasikan.

Di mana rumah?
Yang aku tahu, tubuhku telah menebeng pada tebing anak Adam
Di mana rumah?
Salah satu penduduknya telah berhasil menghilang dari permukiman

Sibuk mencari kenyamanan
Sibuk menghindari ancaman
Tanpa sadar bahaya itu sangat dekat
Tanpa sadar petaka itu tak jauh dari alamat

Aku tahu, semua hanya masa lampau
Aku tahu, cicitan palsumu seperti orang yang mengigau
Menjadi belenggu yang tak pernah berkilau
Menetapkan asumsi bahkan sampai datangnya kemarau

Lalu, di mana rumah?
Aku tak pernah merasa aman

Salmana Yuki Andra

Ia mengakhiri tulisannya dan mulai menutup buku diarynya. Kepalanya mulai pening, pandangannya juga sedikit kabur. Sepertinya malam ini ia sangat menguras energi. Aktivitas sehari-hari yang cukup melelahkan ditambah lagi dengan pikiran yang kembali teringat akan masa lalu.

Tok

Tok

Tok

"Yuki, lu udah tidur?" Suara Darma memaksakan gadis itu untuk membuka kembali kedua matanya yang hampir menutup rapat. Perlahan ia bangkit dari kursinya dan berjalan pelan menuju daun pintu.

Diam & Air Mata Gehna [Novelet]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang