4

1 1 0
                                    

Yuk dilanjut...

Bintang tidak biasanya betah tinggal di kamarnya. Bukan karena kamarnya tidak nyaman, karena fasilitasnya lengkap, tapi karena mobilitas dan aktivitasnya yang tinggi. Hari ini dia merasa begitu lelah dan sudah ada janji akan mengantar Mamanya, jadi akhirnya memilih istirahat sebelum menjadi supir pribadi. Seperti kamar cowok pada umumnya, kamar Bintang jauh dari kata rapi meski sudah ada campur tangan Mbok Suti, karena begitu masuk kamar Bintang kembali membuatnya berantakan dengan melempar begitu saja benda yang selesai dipakainya tanpa perlu repot mengembalikan ke tempatnya. Akibatnya dia sering kesulitan menemukan kembali benda saat dibutuhkan. Terlebih dia lebih banyak menghabiskan waktu diluar dengan berbagai aktivitas dan pulang saat sudah merasa lelah dan tinggal istirahat. Selain jabatan ketua BEM yang kini disandangnya, sejak menjadi mahasiswa baru dia sudah aktif terlibat dalam berbagai kepanitian dan sering menjadi ketua, disamping aktif dalam UKM basket seperti hobinya sejak SMP selain karate.

Dengan berbagai aktivitasnya membuat Bintang dengan cepat menjadi populer. Kepopuleran seolah sudah menjadi nama tengahnya sejak SMA.
Karate yang kini ditinggalkannya menjadi titik awal dia berkenalan dengan Nayla. Gadis yang menyimpan potensi tapi tidak pernah menonjolkan diri.

"Elo kalau bisa dapatin Nayla, bakalan gue traktir selama seminggu di restoran ayam goreng favorit lo," tantang Tanto, yang memergokinya saat diam-diam mengamati Nayla waktu latihan karate menjelang pertandingan di suatu hari Minggu.
Bukan karena alasan tantangan Tanto sebenarnya, tapi Nayla memang menarik baginya. Meski gonta ganti cewek yang dekat dengannya, lebih seringnya karena cewek-cewek itu sudah akrab atau berusaha akrab dengannya, dan mereka adalah cewek-cewek populer. Tanpa mengeluarkan energi dia selalu punya gandengan. Jadi jika harus mendekati Nayla, maka ini menjadi pengalaman pertama untuk usaha mendekati. 

Laki-laki dilahirkan untuk menjadi pemburu. Meskipun belum pernah berupaya mendekati cewek, bukan hal yang sulit bagi Bintang menemukan cara dan celah mendekati Nayla. Yang muncul justru sedikit kekhawatiran adalah tanggapan Nayla dengan predikatnya yang suka gonta ganti cewek, meski sebenarnya semua hanyalah teman biasa. Hampir semua murid di SMA tahu kelakuannya, namun hanya teman dekatnya yang tahu sesungguhnya mereka bukan pacarnya. Dia tidak pernah pacaran dengan cewek-cewek itu. Namun banyak orang menilai dari apa yang terlihat tanpa tahu lebih dalam. Selama ini Bintang tidak peduli soal omongan orang. Kini dia baru merasa khawatir penilaian orang akan mempengaruhi penilaian Nayla terhadap dirinya.

Di suatu hari Minggu sesuai jadwal latihan karate, Bintang sengaja duduk dekat Nayla saat istirahat. Bintang lebih senior di sekolah, tapi sabuk yang dipegangnya sama dengan Nayla, artinya cewek itu sudah ikut karate sejak lama mungkin di SMP, karena saat masuk mulai awal SMA sabuknya sama dengan Bintang yang kini memegang sabuk biru.
"Hai, Nayla? Lo udah lama ikut karate? Dojo mana?" Nayla bingung mengapa Bintang bertanya dengan nada menebak. Bintang kemudian menunjuk sabuknya sendiri dan Nayla "Sabuk kita sama."

"Oh ini. Iya gue ikut mulai SMP, dojo lama gue."
Obrolan masih berlanjut dengan lancar sambil diselingi komentar-komentar sampai semua anggota dojo selesai tampil untuk kumite dan kata.
Keakraban yang terjalin di lapangan saat latihan mulai terbawa dalam keseharian di sekolah. Dan mulai membuat curiga Aliya, primadona sekolah seangkatan dengan Bintang yang selalu lengket dimanapun cowok itu berada.
"Bi, kamu lagi deketin Nayla ya? Kamu anggap aku apa Bi?" Bahkan dengan inisiatifnya sendiri Alya mengubah aku-kamu dari lo-gue.
Bintang hanya mengernyit mendengar ocehan Aliya. "Maksud lo?" Bintang tidak pernah menganggap ada hubungan spesial dengan Aliya, dia tidak pernah menyatakan perasaan karena memang hanya teman biasa. Kalaupun dekat dan Aliya lengket padanya itu semua karena dirinya tidak tega menolak permintaan manja ini itu Aliya dan menyakitinya. Tapi kalau soal perasaan dan kini Aliya mulai berani mengintervensinya, tunggu dulu.
"Kita, Bi," rengek Aliya sambil menunjuk dirinya dan Bintang bergantian.
Bintang memilih jalan aman agar tidak menyakiti Aliya terlalu jauh. "Kita memang dekat Al, mungkin bisa dibilang sahabatan. Tapi elo nggak bisa dong intervensi kalau gue deketin cewek."
Jawaban Bintang mengejutkan Aliya. "Elo emang nggak sensi atau nggak punya perasaan sih, Bi?" Aliya menghentakkan kaki meninggalkan Bintang, yang segera mengejarnya dan merangkul untuk menurunkan emosi cewek manja itu.
"Jangan ngambek gitu dong, meski gue yakin kecantikan lo nggak bisa luntur. Elo kan sahabat tercantik gue." rayu Bintang sambil menekankan status mereka.
Bagaimanapun Bintang ingin mendekati Nayla, dia tidak ingin merusak persahabatan mereka. Ini hanya salah paham.
Masalah kecil menurut Bintang diartikan berbeda oleh Aliya.
Di belakang Bintang, Aliya mendatangi Nayla dan membocorkan informasi yang didapatnya dari Tanto bahwa Nayla hanyalah bahan taruhan Bintang.
Tanto memang lemah menghadapi cewek cantik macam Aliya. Aliya tidak perlu mendesak apalagi mengancam, dia hanya perlu memasang senyum di bibirnya yang basah dan mengundang, sambil membusungkan dadanya yang berukuran menakjubkan itu saat mendekati Tanto di selasar sekolah. Sikap dan gaya bicara manjanya sudah cukup mengintimidasi Tanto yang lututnya langsung lemas dan jadi sangat bodoh untuk membuka rahasia tantangannya pada Bintang.
Mestinya dia senang jika Bintang bersama dengan Nayla, yang artinya dia punya peluang mendekati Aliya. Sikap Aliya benar-benar membuatnya lemah.

"Hai..." sapa Aliya saat menghampiri Nayla siang itu di perpustakaan. Nayla sampai menoleh ke kanan dan kiri memastikan jika dirinya yang disapa Aliya. Siapa yang tidak kenal Aliya? Berbeda dengan dirinya.
Aliya duduk di sebelahnya dan mulai mengajaknya bicara, lebih tepatnya Aliya yang bicara sementara dia hanya diberi kesempatan mendengarkan saja. Merasa tidak punya kepentingan dan urusan, Nayla hanya mendengarkan Aliya yang menegaskan kedekatannya dengan Bintang dan Nayla tidak pantas bersama Bintang.
"Elo nggak ngerasa aneh apa kalau tiba-tiba Bintang dekat sama elo? Cewek yang katanya pintar kayak elo mestinya curiga." Aliya mengatakan pintar sambil membentuk tanda kutip dengan kedua tangannya. Kemudian menatap Nayla dengan menyipitkan mata dan melipat tangan, melihatnya dari atas sampai bawah seolah sedang menilainya. "Dia cuma jadiin elo bahan taruhan." Kini dia berbisik sambil berdiri sebelum menjauh dari Nayla.
Meski Aliya seniornya dan populer, dia bukan ancaman yang membuat Nayla takut. Sebelum Aliya berbalik Nayla sempat berkata "Gue rasa elo nggak perlu khawatir tentang gue, kalau memang yakin Bintang bisa bertahan di sisi lo. Jadi elo nggak perlu repot-repot menyisihkan waktu bicara kayak tadi ke gue," dan dengan tenang dia kembali membalik halaman bukunya diiringi pelototan mata Aliya sebelum berbalik sambil mengentakkan kaki.

Bagi Nayla apa yang dikatakan Aliya tidak berpengaruh, karena dia memang tidak pernah berharap bisa menggapai Bintang. Tapi mengetahui ketidaktulusan cowok itu tetap saja menyakiti hatinya. Apa yang diucapkan Aliya mungkin saja karangan cewek itu, tapi tetap mengusik egonya. Dia pikir Bintang berbeda dari apa yang ada dalam benaknya selama ini. Bintang yang lingkaran pergaulannya berbeda, terlihat hanya mau bergaul dengan orang-orang populer, dan kini mau bicara dengannya bahkan belakangan sering berinteraksi meski dirinya hanyalah sebutir pasir, memang sikap yang mencurigakan. Masuk akal apa yang disampaikan Aliya, bahwa dirinya menjadi bahan taruhan cowok itu. Dia bukan cewek bodoh dan naif yang kegeeran dengan sikap Bintang.
*****
Bintang masih bersikap biasa berinteraksi dengan Nayla di latihan karate maupun di sekolah saat diluar jadwal latihan. Bahkan dia pernah main ke rumah Nayla ketika mengantarnya sepulang latihan. Tapi akhir-akhir ini cewek itu tampak sedikit menjaga jarak, meski tidak menghindar jika Bintang mendekat.
"Gue kayaknya nggak bisa lanjut karate lagi disini." Kata Bintang setelah duduk di sebelah Nayla yang tidak menganggapnya ada, karena cewek itu memilih tetap membaca buku, saat Bintang menemukannya di perpustakaan. Perpustakaan menjadi tempat tujuan Nayla sebelum masuk kembali ke kelas setelah cukup mengisi perut di kantin. Bintang sudah mengamatinya diam-diam.
"Tapi gue masih boleh kontak elo kan? Nay..." lanjut Bintang sambil mencolek Nayla untuk mendapat perhatiannya.
Hanya demi kesopanan dia mengiyakan permintaan Bintang. Meski seminggu setelah itu Bintang menghilang tidak hanya di karate seperti katanya, tapi juga di sekolah, meski bukan saatnya pergantian semester apalagi tahun ajaran. Chat dari Bintang tidak pernah dibalasnya meski dibaca. Nayla telah mengatur agar lawan bicaranya tidak bisa melihat apakah pesannya sudah dibaca atau belum. Sampai Bintang lelah sendiri dan berhenti mengirim pesan. Dia yakin cowok itu pindah kota mengikuti orangtuanya, entah kemana. Ayahnya seorang petinggi tentara. Nayla tahu karena rumahnya sekompleks dengan Okti yang ayahnya juga tentara. Namun dia tidak pernah mau bertanya pada sahabatnya itu Bintang pindah kemana, dan Okti juga tidak ingin menyinggungnya. Okti tahu, dia juga akan sakit hati jika dijadikan bahan taruhan seperti Nayla, seolah dia hanya seharga taruhannya. Hanya Okti sahabat terdekat Nayla, mereka dekat sejak SMP saat orangtua Okti baru pindah ke Jakarta. Dan kepada Oktilah, Nayla bisa menceritakan isi hatinya.

After I Left YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang