01. Bertemu

5 1 0
                                    

***

" Akan sangat berbeda
cinta karena Allah atau hanya sekedar nafsu belaka "

***

"Nai, nanti malam mau ikut pengajian di pondok?" tanya Fatimah.

Gadis yang sedang merapikan beberapa tumpukan buku usai pelajaran mengalihkan pandangannya pada sumber suara.

"Boleh, kebetulan aku dirumah sendirian daripada gak ada kerjaan mending ikut 'kan."

Adzkiya Naila Taleetha, nama gadis yang baru saja dipanggil oleh temannya. Lahir dari keluarga yang tak terlalu mementingkan agama selain melaksanakan kewajiban agama seperti yang tertera dalam rukun islam.

"Kalau gitu nanti malam ba'da isya langsung, ya? Aku samper deh."

Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa saat yang lalu, kedua gadis ini mulai melangkahkan kakinya ke luar kelas. Mereka bercerita sesekali tertawa kecil karena candaan yang menurut mereka lucu.

Para remaja yang saat ini duduk di kursi sekolah menengah atas membuat jiwa-jiwa remaja butuh bimbingan ekstra agar tak salah pergaulan akhir zaman yang semakin mengkhawatirkan.

"Naila sayangku ~"

Seorang pria mencegat kedua gadis tadi. Naila memutar bola matanya malas, ia mencoba melewati pria dihadapannya. Namun, tetap saja gagal. Pria itu lebih cepat menghalangi mereka.

"Mau apa?" jawabnya ketus.

"Pulang bareng?"

"Gak."

"Nanti ku jajanin ice cream, mau?"

"Maaf ya, Rey. Kita bukan mahrom, jadi tak boleh berduaan nanti yang ketiga setan."

Reynand melirik ke arah Fatimah sesekali tersenyum jahil. Fatimah yang mengerti maksud senyuman itu langsung menginjak kaki Reynand dengan sekuat tenaga.

"Arrghh ... Sakit lho, Tim." Rintih Reynand.

"Lu pikir gue setan, Ha?!"

"Kan gue cuman mengartikan perkataan my hubby Naila tersayang. Katanya kalo laki-laki dan perempuan berduaan yang ketiganya setan, nah disini lu nilai sendiri yang setannya siapa?."

"Elu setannya! Gak gitu konsepnya, Rey. Trus ya, kalonya lu mau pake kata 'hubby' gak usah pake my my apalah itu."

Naila menghela napasnya panjang, ia lelah jika Fatimah bertemu dengan Rey sifatnya yang kalem akan jadi bar-bar untuk menggantikan Naila yang tak enak hati untuk mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati.

"Sudah, sudah, aku pulang sama Fatimah. Maaf ya, Rey. Kami pulang dulu, assalamu'alaikum."

"Eh, iya wa'alaikumsalam."

"Oh iya, tolong jangan panggil aku seperti tadi ya, kita tak punya hubungan apa-apa jadi aku mohon jangan seperti itu."

"Nai tung--"

Belum saja menyelesaikan perkataannya gadis itu telah berlalu dari hadapan Reynand tanpa mendengar apa yang ingin disampaikannya.

Sebuah HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang