02. Tamparan

5 1 0
                                    

Suasana jalanan sudah mulai sepi Naila melihat jam yang melingkar di tangannya, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Pantas saja, Naila merasa ini sudah sangat larut karena tak biasanya bagi Naila masih berada diluar rumah di jam ini.

"Nai, gapapa kemaleman?"

Naila tersenyum tipis seraya menjawab, "gapapa, santai aja."

"Biasanya selesai jam setengah sepuluh atau jam sembilan, tapi kadang-kadang sampai kemalaman."

"Lain kali kalau mau ke pondok ajak aku ya, jadi nambah ilmu, lho. Yang tadinya gak tahu tentang hal itu jadi tahu."

"Haha, seru 'kan? Nanti kalau siang kita libur ikut kelas siang juga, ya."

"Ya." Naila mengangguk, rasanya perasaannya lebih tenang dibanding sebelumnya.

***

Seorang pria paruh baya melipat kedua tangannya dibawah dada seperti sedang menunggu sesuatu, rahangnya mengeras sesekali pria itu menatap jam dinding di sudut ruangan, ia marah.

"Assalamu'alaikum."

Seorang gadis memasuki rumahnya, entah kenapa rasanya bahu Naila terasa lebih berat ketika di rumah daripada saat ia berada diluar rumah.

"Darimana kamu?!" Tegur pria itu dengan nada sedikit tinggi.

Gadis itu menghela napasnya panjang. Ia tersenyum simpul lalu mengalihkan pandangannya pada pria paruh baya yang menegurnya tadi.

"Nai pergi ke pengajian, Yah. Tadi sudah izin sama Bunda lewat WA... Walaupun gak di baca sih, hehe."

"Terus?" Jawab pria itu dingin.

"Terus... kedepannya Nai bakal ikut pengajian terus. Ayah izinin, ya? Ya... Walaupun gak diizinin juga Nai tetap ikut pengajian."

*plakk

Sebuah tamparan mendarat pada pipi Naila, ia sedikit meringis. Pipinya terasa kram karena tamparan itu, bibirnya kini tersenyum getir.

"Sudah berani ya kamu membantah orang tua?! Sholat dan puasa saja cukup, Naila! Tak usah sok-sok an ingin belajar agama semacamnya, lebih baik kamu fokus belajar agar bisa masuk kedokteran. Ingat kamu sudah kelas dua belas! Lihat saja kalau kamu berulah kembali, awas kamu." Bentak pria paruh baya itu lalu meninggalkan Naila seorang diri tanpa mendengar jawaban gadis itu.

Naila hanya diam beberapa saat setelah itu memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

"Sudah biasa naila jangan nangis hanya karena ditampar."

Tubuhnya bersandar dengan mata terpejam di balik pintu kamar, walau bukan pertama kali rasanya ia tak pernah bisa terbiasa dengan tamparan ayahnya.

"Hhahh .... "

Tubuhnya kini meringkuk dengan memeluk lututnya, bulir bening mulai membasahi pipi yang sedikit memar karena tamparan tadi.

"Sakit ... Hiks ...."

Dadanya sesak, hatinya sakit, bahkan lebih sakit dibanding tamparan yang diberikan ayahnya. Padahal ia sudah bertekad untuk tidak menangis lagi apapun yang dilakukan orang tuanya kepada Naila.

"Kamu lemah, nai. Gini aja nangis, padahal udah tahu Ayah seperti itu. Di kajian tadi padahal sudah dibahas tentang masalah hidup, yuk semangat!"

Tangannya mulai mengusap sisa-sisa air matanya, ia tersenyum simpul kemudian bangkit menuju kasurnya. Hari ini terasa berat bagi Naila, tapi berkat pengajian di pondok membuat Naila berpikir bahwa ia tak lagi sendirian.

Flashback

Gus Yazid sedang memberikan beberapa materi dari dalam kitabnya, Naila tak terlalu paham apa yang beliau katakan. Namun, pembahasan ini sangat menyentuh perasaan Naila.

"Jangan pernah membandingkan masalahmu dengan masalah orang lain. Karena, hakikatnya manusia memiliki masalah masing-masing. Jadi, semisal teman-teman sekalian merasa hari ini atau kemarin di uji oleh Allah dengan ujian yang sangat berat, jangan khawatir atau merasa tak adil. Allah tahu kalian kuat dan sanggup menghadapi ujian itu makanya Allah memberikan ujian itu pada kalian. Nah, kalau kalian sudah sadar saat kalian mendapatkan musibah kalian segera sholat dan meminta pertolongan oleh Allah. 'Ya Allah masalah hamba berat ya Allah, tapi hamba tahu Engkau Maha Besar lagi Maha Pemurah hingga hamba merasa masalah hamba kini menjadi ringan, tolong bantu hamba untuk segera menyelesaikan masalah hamba Ya Allah.' kalau kita sudah yakin, dan menyerahkan semuanya kepada Allah, maka jika suatu saat kalian dijatuhkan oleh orang lain kalian tidak akan terpuruk. Karena kalian yakin bahwa Allah akan mengangkat derajat kita. Jika ada seseorang yang menyakiti perasaan kita, nanti Allah yang akan menyembuhkan perasaan tersebut. Maka teman-teman sekalian akan tiba saatnya jika kalian yakin dengan Allah, kalian akan berpikir bahwa hanya Allah yang dapat menghapus semua kesulitan yang kalian hadapi di dunia ini. Jadi, jangan berputus-asa karena perkara dunia yang sementara ini. Kalau begitu sekian pelajaran malam ini Barakallahu fiikum wassalamu'alaikum."

Usai salam Gus Yazid langsung keluar kelas, para santri mulai merapikan beberapa bawaan mereka seperti kitab dan buku lalu berjalan keluar kelas.

Flashback off

"Yang ngajar itu Gus Yazid 'kan ya?" Tanya Naila pada dirinya sendiri.

Perasaannya cukup membaik tatkala membayangkan kembali saat pria itu mengajar disertai candaan supaya anak-anak kelas tak merasa bosan, dan menurut Naila cara penyampaian beliau cukup mengena bagi para remaja yang hadir.

Malam semakin larut, Naila mulai terlelap usai membayangkan kejadian menyenangkan  yang terjadi hari ini, pipinya masih terasa sakit dan ia yakin matanya kini sudah sembab tak peduli bagaimana hari esok, Naila harus mengisi tenaganya terlebih dahulu.

.

.

.

Bersambung....

_________________________________

Tolong ditegur jika ada salah penyampaian atau ketikan, masukan dan saran kalian sangat membantu Zee lebih baik lagi.

Sebuah HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang