Teman. [Jaemjen]

4.3K 124 1
                                    

Jeno Pov.

“Hai, namaku Lee Jeno. Aku berumur 15 tahun dan telah menginjak SMA Kelas 1. Mungkin aku akan menjelaskan sedikit detail tentang diriku. Sebenarnya aku tuli, oleh karena itu aku tidak punya teman dari awal aku memasuki SMA. Orang tuaku juga tidak menginginkan aku untuk lahir kedunia ini. Aku pernah ingin membunuh diriku sendiri tapi, aku menemukan teman yang sangat aku sayangi. Na Jaemin.”

Jeno pov end.

• • • • •

“Aemin, amu ah maan? (Jaemin, kamu sudah makan?)” Jaemin tentu bisa mengerti apa yang Jeno katakan, mereka sudah berteman lama dan Bunda Jaemin juga tuli sebenarnya, jadi ia sedikit mengerti bahasa isyarat.

“Sudah, Jeno. Kamu sendiri sudah makan?” Jeno memasang alat pendengar ditelinganya yang dibelikan oleh Jaemin, karena orang tua Jeno tidak mau membelikannya untuknya. Tentu Jeno bisa mendengar Jaemin.

“Suda. Jaemin, apah amu isa mentar au ulang anti? (Sudah. Jaemin, apakah kamu bisa mengantar aku pulang nanti?” Tanya Jeno dengan diselingi tangannya yang memberikan gerakan isyarat yang pastinya Jaemin mengerti.

“Tentu bisa. Tapi biasanya kamu naik sepeda, sekarang sepeda kamu kemana?”

“Seda eno usak. Ayah tidak au mejemput eno. (Sepeda Jeno rusak. Ayah tidak mau menjemput Jeno.)

“Oh gitu, yaudah gapapa Jeno. Nanti aku antarkan pulang 'ya?” Ucap Jaemin dengan tulus sembari mengelus surai hitam milik laki-laki manis didepannya itu.

“Iya, teimaasih Aemin. (Iya, terimakasih Jaemin.)

• • • • •

“Tolong kit ali, behenti! (Tolong sakit sekali, berhenti!)” Jeno berteriak kencang sebisanya. Laki-laki bernama Lee Haechan didepannya ini memukuli dirinya.

“Gaakan ada yang bisa denger lo disini, bodoh.” Tentu tidak ada, Haechan den teman-temannya melakukan kegiatan menyakiti Jeno dilorong kosong tiada manusia.

“Chan beheti chan, eno pala akit. (Chan berhenti chan, kepala Jeno sakit)” Kepala Jeno sudah mengeluarkan darah yang sangat deras.

“Lo minta gua berhenti? Haha, gua akan nyeret lo ke kolam renang. Biar lo mati.” Haechan menyeret tubuh Jeno yang penuh lebam dan luka itu ke area kolam renang.

“Udah siap mati?” Haechan melempar tubuh Jeno kedalam kolam renang yang tingginya 3 meter.

Byur!

Nging.. Nging.. Nging..

Bunyi menyakitkan terdengar di telinga Jeno. Pasti alat pendengarnya rusak.

Jeno mencoba untuk menyentuh daratan, tapi apa boleh buat. Ia sudah tenggelam sangat dalam dikolam renang, dan dia tidak bisa berenang. Ia hanya bisa mempasrahkan dirinya sekarang.

“WOY, BAJINGAN! APA YANG LO LAKUIN KE JENO?!” Penyelamat yang sangat Jeno inginkan untuk menyelamatkannya datang, Na Jaemin.

“Cuma buat dia sekarat doang kok.” Jaemin sudah emosi karena perkataan Haechan itu. Ia menghajar wajah tampan milik Haechan.

“Apasih lo! Cabut anjir.” Haechan dan teman-temannya meninggalkan area kolam renang.

Tanpa pikir panjang, Jaemin langsung memasukkan dirinya kedalam kolam renang 3 meter itu. Ia mencari dimana keberadaan Jeno. Setelah menemukan tubuh lemas Jeno yang penuh lebam, ia segera menaikkan tubuh Jeno ke daratan.

Jaemin sangat merasa bersalah karena telah terlambat menolong Jeno. Ia melihat kondisi tubuh Jeno yang sangat mengenaskan itu. Wajah penuh lebam, dahi yang berdarah, lengan yang penuh dengan memar biru, dan kakinya yang terluka.

Jaemin segera memberikan CPR kepada Jeno. Dirasa Jeno belum sadar, ia memberikan nafas buatan untuk temannya yang sangat ia cintai itu. Dan berhasil, Jeno telah sadar.

“Inga eno kit. (Telinga Jeno sakit)” Mendengar rintihan kesakitan Jeno, Jaemin segera menggendong tubuh lemas Jeno itu. Membawanya kedalam mobil berwarna biru miliknya, dan mengendarainya dengan kecepatan penuh.

Setelah sampai dirumah milik Jaemin, ia segera menggendong Jeno kekamar Jaemin dan merebahkan tubuh Jeno dikasurnya.

“Jeno, aku bakal obatin kamu. Ditahan ya perihnya?” Jaemin mengambil kotak P3K yang tersimpan rapih di kamarnya.

Ia membuka botol bertuliskan betadine dan mengobati Jeno.

“Aemin, inga no kit. No akit, ndak sa engar, akit ali. (Jaemin, telinga Jeno sakit. Jeno sakit, tidak bisa dengar, sakit sekali)” Jeno berulang kali mengucapkan 'telinga no akit', dan itu membuat Jaemin sangat merasa bersalah.

Tangan Jaemin bergerak untuk memberikan isyarat kepada Jeno, “semua akan baik baik saja.”

Jaemin mengobati semua lebam, luka, dan memar ditubuh Jeno. Jaemin memberikan isyarat lagi kepada Jeno, “nanti aku belikan lagi alat dengarnya 'ya?”

Jeno menganggukan kepalanya, dan memberikan isyarat “terimakasih” Jaemin mengelus surai hitam Jeno pelan.

Jeno mulai mengangkat tangannya dan memberi isyarat kepada Jaemin, “Kenapa tidak ada yang mau berteman dengan Jeno? Jeno terlalu jelek untuk ditemani 'ya?

Jaemin bingung, mengapa laki-laki manis didepannya menanyakan pertanyaan seperti itu. Jaemin menjawab dengan bahasa isyaratnya, “Kamu kenapa bertanya seperti itu? Kamu tidak boleh bicara seperti itu ya. Buktinya, aku mau berteman denganmu.”

“Jaemin mau berteman dengan Jeno karena kasihan saja, kan? Sama seperti Ayah, Ayah sebenarnya tidak mau punya anak seperti Jeno.” Hati Jaemin sangat tertusuk ketika Jeno berkata 'tidak mau punya anak seperti Jeno'.

“Tidak seperti itu, Jeno. Aku mau berteman denganmu karena kamu lucu, tampan, pintar juga. Jangan berkata seperti itu lagi, ya.” Ucap Jaemin dengan lembut sembari mengenggam tangan Jeno.

“Terimakasih, Jaemin. Aku sangat mencintaimu.”

• • • • •

gajelas banget gasi, maapin wkwkw

jangan lupa vote && komen yaaa, makasi banyakk 💟

All About Jeno.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang