Chapter 5 : Orang Paling Egois

2K 226 12
                                    

Nyatanya semakin bertambahnya umur, tidak bisa memastikan jika pikiran kita akan semakin dewasa. Erlangga mengingat kalimat itu tiap harinya. Apalagi, setelah perceraian kedua orang tuanya beberapa minggu yang lalu.

Awalnya, setiap Papa dan Mama nya bertengkar, Erlangga tidak pernah memusingkan hal itu. Menurutnya itu adalah suatu hal yang biasa. Namun, ketika Papa nya yang lama-kelamaan jarang pulang ke rumah, dan Mamanya yang sering menangis diam-diam di dalam kamar ketika semua orang tertidur—Erlangga mulai menyadari jika pasti ada sesuatu yang tak beres.

Benar saja, hari itu pertengkaran kedua orang tuanya akhirnya menemukan titik puncak. Papa nya membentak dengan keras dan Mama nya hanya menangis sambil tersenyum penuh kepedihan.

"Cukup! Aku udah sabar ngadepin kamu, Mas selama ini. Aku juga tau perbuatan hina kamu beberapa bulan terakhir. Kamu kira aku orang bodoh yang bisa tertipu dengan tipu daya kamu?" ujar Alana—Mama Erlangga.

Tubuh yang semula ideal mulai mengurus, saking stress nya memikirkan masalah yang menerpa rumah tangganya.

Axel berdecih, dia menarik dasinya yang serasa mencekik leher. "Tipu daya apa maksud kamu?"

"Kamu nggak usah mengelak lagi, Mas! Aku tau di balik alasan kamu sering pulang malam, weekend nggak pernah di rumah, sering beralasan ada urusan kerjaan di luar kota. Aku tau semua itu hanyalah alasan belaka untuk menyembunyikan perbuatan bejat kamu, Mas! Kamu udah menodai pernikahan kita dengan berhubungan sama sekertaris kamu itu!" ujar Alana.

PLAKK!

"TUTUP MULUT KAMU ALANA! ATAU AKU AKAN CERAIKAN KAMU!" bentak Axel.

Wajah Alana tertoleh ke samping, saking kerasnya tamparan yang diberikan oleh Axel. Bahkan sudut bibirnya sampai mengeluarkan cairan kemerahan hingga lidahnya mencecap rasa anyir.

"Cerai? Kamu kira aku takut? Kamu kira aku akan tetap bertahan bagaikan orang bodoh di samping kamu?! Jangan mimpi kamu, Axel!" balas Alana. Wanita itu mulai melupakan sopan santun pada laki-laki yang berstatus suaminya. Laki-laki itu sudah berani mengangkat tangan padanya, membuat Alana mulai kehilangan respect.

"FINE! SEGERA BERESKAN BARANG-BARANG KAMU DARI RUMAH INI! JANGAN BAWA APA PUN YANG TELAH AKU BERIKAN SAMA KAMU!" tukas Axel.

Alana terperangah. Sungguh, dia benar-benar tak menyangka jika sosok yang menjadi suaminya hampir dua belas tahun ini mempunyai watak yang seperti ini.

"Kamu kira aku wanita apaan, Axel? Kamu kira aku seperti selingkuhan kamu? Yang demi harta mau-maunya mengangkang untuk suami orang?" ucap Alana. Dia memjamkan matanya, mencoba menenangkan gemuruh di dalam hatinya.

Kemudian, dia merogoh saku celana kulot nya. Mengambil dompet dan membukanya. Tangannya terangkat untuk mengambil beberapa lembar uang berwarna merah dan beberapa kartu yang diberikan oleh suaminya.

"Itu! Aku kembalikan semuanya yang kamu berikan! Semua baju, tas, sepatu dan bahkan mobil akan aku tinggal di sini," ujar Alana sambil melemparkan beberapa lembar uang berwarna merah beserta kartu ke arah Axel. "Siapa tau, barang bekas ku bisa berguna buat selingkuhan kamu."

Setelah mengatakan itu, Alana berbalik badan dan mulai melangkahkan kakinya menuju ke kamar utama untuk membereskan semua barang-barangnya.

"Silahkan kamu pergi dari rumah ini. Tapi jangan harap kamu mendapatkan hak asuh Erlangga. Dan aku pastikan kamu tak akan bisa menemui putramu lagi," ancam Axel.

Mendengar hal itu, Alana menghentikan langkahnya. Hanya sebentar, karena wanita itu tanpa berbalik badan kembali melanjutkan langkahnya. Sementara itu, di sisi lain, Axel yang diberlakukan kurang ajar seperti itu oleh Alana hanya menggertakkan giginya. Kedua telapak tangannya terkepal dengan kuat di samping kanan kiri tubuhnya, tak lupa dengan rahang yang mengeras.

Saking hebatnya pertengkaran kali ini, bahkan kedua orang dewasa itu sampai melupakan satu hal. Jika masih ada anak kecil di rumah ini. Dan, sayangnya Erlangga telah menyaksikan semuanya.

🌜🌝🌛

Erlangga menggoreskan tinta di kalender yang sengaja dia letakkan di atas meja belajar. Tiga bulan sudah berlalu sejak Mama nya pergi dari rumah ini. Tanpa berpamitan kepadanya dan meninggalkan dirinya dalam hati yang penuh kebencian pada sang ayah.

Dari informasi yang Erlangga dapatkan dari gosip-gosip para pelayan yang bekerja di rumahnya ini—Papa dan Mamanya sudah resmi bercerai beberapa hari yang lalu. Namun, kejamnya Papa nya sudah mengenalkan sosok 'wanita' yang mungkin adalah sosok yang disebut-sebut oleh Mamanya sebagai selingkuhan sang ayah.

Oleh karena itu, Erlangga tak akan pernah menyetujui pernikahan keduanya. Dia akan pastikan wanita jahat itu akan mendapatkan balasan karena telah menyakiti Mamanya.

"Permisi, Den Adin dipanggil—"

"Jangan panggil aku Adin. Adin hanya boleh terucap oleh mulut Mama. Dan sejak Mama pergi dan tak akan pernah kembali, berarti sama aja perginya Adin dari sini," kata Erlangga dengan tatapan datarnya.

Pelayan itu hanya mengangguk patuh. "Baik, Den Langga. Saya hanya menyampaikan pesan dari Tuan Besar. Den Langga ditunggu Tuan Besar di ruang kerja," ucap pelayan yang sudah bekerja cukup lama di rumah ini.

Erlangga hanya membalas dengan anggukan kepala. Setelah mendapatkan balasan, pelayan itu izin undur diri sambil menutup kamar sang tuan muda perlahan, takut jika akan membuat suasana hati tuan mudanya semakin memburuk.

Keluar dari kamar, Erlangga langsung menuju ke ruang kerja yang berada di lantai dasar dekat kamar utama. Di depan pintu, Erlangga langsung menemukan Om Ray—asissten sekaligus tangan kanan sang ayah yang senantiasa ikut kemana pun Papanya pergi.

"Bapak sudah menunggu Den Langga sedari tadi. Den Langga silahkan masuk," kata Om Ray sambil membukakan pintu mempersilahkan.

Dengan ekspresi wajah yang datar, Erlangga langsung masuk ke dalam ruang kerja sang ayah tanpa mengucapkan terima kasih sekalipun pada Om Ray.

Ruang yang didominasi oleh warna hitam dan coklat langsung menyambut indera penglihatannya. Sosok yang mirip atau mungkin versi dewasa dirinya sedang duduk di kursi dengan beberapa berkas yang menumpuk di atas meja.

Kacamata baca menempel di hidung mancung laki-laki itu. Matanya yang tajam langsung menatap ke arah sang putra yang dengan raut datarnya melangkah mendekat.

"Ada apa?" tanya Erlangga tanpa basa-basi. Padahal, kedua orang itu lima hari tak bertemu mengingat Axel yang diharuskan pergi ke luar kota untuk meninjau pembangunan hotel barunya. Tak heran, jika hubungan Ayah dan anak saja memang memburuk sejak perceraian sepasang suami istri itu.

Axel melepaskan kacamata bacanya. "Apa kabar, Langga?" tanyanya.

"Aku nggak suka basa-basi. Aku di sini karena Papa menyuruh Bi Neni untuk memanggilku," balas Erlangga.

Axel menaikkan satu alisnya. Lalu menganggukkan kepala-nya paham.

"Papa akan menikah lagi. Papa rasa kamu pasti sudah bisa menebaknya, bahkan siapa wanita yang akan menjadi Mama kamu," ucap Axel.

"Aku nggak setuju."

"Ah, setuju atau tidak setuju nya kamu, Papa akan tetap menikah dengan Tante Nadira. Persiapkan dirimu. Dan ingat, jangan buat kekacauan atau kamu akan rasakan akibatnya," peringat Axel.

Dengan mata yang semakin menatap tajam sang ayah Erlangga berkata, "Papa tau? Papa adalah orang paling egois yang pernah aku temui di dunia ini."

✨️🌜🌝🌛✨️

an;

maapkeun ak yg lama update:( rl ternyata membuat diriku jdi sibuk cekaliii

Bloom Bloom HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang