Lembar 7 - Gulungan Tertutup

6 2 4
                                    


Aku berada di dalam air.

Dapat kurasakan udara yang berubah menjadi semakin kental, bersuhu dingin dengan ombak yang bertabrakan. Tak melihat apa pun, karena kedua mata kupejamkan erat. Pada titik ini aku hanya bermodal nekat dan terjun seenaknya ke dalam, tanpa memikirkan dampak dan akibat yang akan kusebabkan.

Ingin tahu apa yang terjadi, perlahan aku membuka mata. Beberapa gelembung besar langsung keluar dari hidungku, karena terkejut akan sensasi yang baru.

Bedanya hanya cahaya, sebenarnya. Lainnya tiada beda dengan ketika kau memakai tabung snorkeling di siang hari dan menyelam masuk. Tetap ribuan terumbu karang di segala penjuru, serta ikan-ikan indah dan belut laut di sela mereka. Selain kegelapan yang mendominasi, tidak ada perbedaan yang terjadi di bawah sini.

Kecuali suara.

Suara ombak bawah laut yang seolah bisa kudengar, berupa lantunan lagu yang mengalir merdu.

Auzora ....

Suara itu yang memanggilku, mengajakku menyelam lebih dalam ke bawah sana. Dengan gelembung-gelembung karbondioksida yang terus keluar selama aku menahan napas, kuikuti panggilan suara itu hingga entah kapan aku bisa bertahan.

Aku tak bisa bertahan lama. Jarak suara itu makin dan semakin dekat, tetapi aku tak yakin apakah dapat meraihnya. Kepalaku sakit, tubuhku dingin dan kaku, udara tertahan dalam rongga dadaku. Aku telah kehabisan napas.

Ketika kulepaskan hidung yang menahan napas setelah sekian lama, rasa sakit tiba-tiba membakar paru-paruku. Apakah air memasuki alat pernapasanku? Apakah aku akan berakhir di sini? Apakah hidupku selesai?

Hidup, Auzora.

Lautan ... itu pasti suara lautan. Suara yang dalam dan hangat, seperti kakek bijaksana yang mengawal cucu-cucunya dalam kehidupan.

Kau seorang Pasukan Langit.

Pasukan ... Langit? Dulunya, sekarang tidak. Aku yang mendirikannya ... tapi Arneyva. Dia tiada, aku ... tak lagi terlibat dalam urusan organisasi. Atau apa pun yang berhubungan dengan itu. Namun, sekarang, aku hampir mati ....

Zora!

Aku tersentak. Mulutku terbuka. Semakin banyak gelembung yang kulepaskan karenanya. Itu bukan suara lautan, itu suara yang tadi meminta pertolongan. Aku tak boleh mati! Aku harus hidup! Aku ....

Apa yang hanya dimiliki Pasukan Langit?

Terasa kembali hembusan angin yang hangat itu, kepakan sayap seorang malaikat dalam hidupku. Malaikat dengan sayap terlemah dibandingkan lainnya, karena beliau sejatinya adalah manusia. Namun, beliau wanita terkuat yang pernah kutemui. Dengan sayap serapuh angin itu, hatinya berlapis baja ... ketika menyelamatkanku dari berbagai malapetaka.

Lalu beliau pun meninggalkanku, meninggalkan sepasang sayap untukku. Ibu takkan bangga jika putranya menyia-nyiakan yang telah dititipkannya ....

Angin.

Whush!

Tersentak lagi, kini karena hal yang sepenuhnya berbeda. Kesejukan familiar mengalir di tubuhku, membangkitkanku dengan semangat yang kurindu. Kini aku dapat membuka mata dengan jelas, melihat semuanya! Setiap ceruk kecil di terumbu karang maupun sisik ikan sekian jauhnya.

Di punggungku terbentang sepasang sayap yang telah berubah tak seperti ketika kugunakan terakhir kali. Dahulu sayap ini tersusun atas bulu-bulu, sekarang terbentang dengan membran menyerupai selaput. Paru-paruku tak lagi terbakar, padahal aku tak punya insang. Aku baru tahu sayap ibu bisa berubah mode seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Belau AuzoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang