0.3

664 55 0
                                    

Setelah tersadar, Jaemin segera mengangkat tubuhnya dari pelukan Jeno. Sedangkan yang dipeluk hanya tertawa kecil.

"Kalau mau dipeluk bilang saja, Na."

"Tidak tuh."

Bukan Na Jaemin namanya kalau gampang masuk ke omongannya Jeno, Jeno pun menaruh kantung plastik yang sudah dibawanya tadi di meja nakas.

Lelaki itu mendudukkan tubuhnya dipinggir kasur Jaemin, "Apa kau sudah makan?"

Pertanyaan Jeno jelas tidak masuk akal, jelas-jelas Jaemin baru terbangun dari tidurnya, mana mungkin makan secepat itu?

"Siapa yang menyuruhmu kesini?"

"Aku menelponmu tadi Na, lalu adikmu yang memberi tahu bila kamu sakit." Jawab Jeno memberi penjelasan, "Bukankah adikmu sudah memberi tahumu?"

Jaemin memasang wajah polosnya, seolah berpikir 'hah? Kapan?'

"Sudahlah jangan pikirkan itu, pikirkan kesehatanmu terlebih dahulu." Ujar Jeno lembut, entah apa yang merasuki boss Lee ini sehingga berbuat manis kepada sekretarisnya.

Melihat setelan Jeno yang menggunakan hoodie berwarna hitam membuat Jaemin bertanya, "Apakah kau tidak akan pergi ke kantor?"

Jeno menggelengkan kepalanya, "Untuk apa aku pergi bila sekretarisku saja sakit?"

Ucapan Jeno membuat Jaemin merotasikan matanya malas, pria ini terlalu banyak membuai seperti buaya lepas.

"Bukalah mulutmu, ayo makan."

Jeno mengangkat sendok berisi bubur, iya ia membelinya saat hendak mendatangi koss-an Jaemin.

Karena Jaemin juga lapar, akhirnya Jaemin menerima suapan dari Jeno. Jeno yang melihat Jaemin makan pun tersenyum.

Entah apa yang Jaemin lihat dari senyuman Jeno, sebuah ketulusan. Menandakan bahwa Jeno benar-benar khawatir akan sekretarisnya ini.

"Aku tau pasti kau sedang memuji ketampananku dalam hatimu kan?"

Jaemin berdecih, "Cih. Jangan kepedean ya Lee Jeno."

Melihat tatapan Jeno yang hanya diam memuat Jaemin tidak enak, "Eum. Maksudku boss."

Jeno tertawa pelan, menunjukkan bulan sabit dibawah matanya. Memang semanis itu ketika jeno tertawa.

"Tidak perlu memanggil boss saat diluar kantor, panggil sayang juga gak masalah - aww."

Jaemin mencubit lengan Jeno, lelaki itu terlalu banyak membuai. Membuat Jaemin menjengahkan pandangannya keluar jendela.

"Pasti kau terlalu giat kerja hingga sakit seperti ini."

Jaemin menatap Jeno dengan tatapan, 'Serius?'

"Hey Jeno, bahkan aku tidak diberi jadwal libur. Bagaimana aku tidak sakit?"

Setelah Jeno pikir, Jaemin ada benarnya. Dia memang belum memberi sekretarisnya ini libur, salah sendiri tadi ngilang dua jam.

"Baiklah aku akan mengizinkanmu libur hari ini."

Ucapan Jeno membuat Jaemin menatapnya seolah tak percaya, "Serius? Hanya hari ini? Yatuhan yang benar saja Jeno."

"Harusnya cukup untukmu beristirahat, karena kau tidak menatap layar komputer maupun berkas-berkas yang membuatmu pusing itu."

Jaemin mendumel dalam hati, yang ia mau itu kan tidur seharian. Tapi lebih baik dikasih libur daripada tidak sama sekali.

"Ayo habiskan makanmu Na, setelah itu minum obat."

Jaemin menghabiskan bubur yang dibeli Jeno, setelahnya Jeno memberi si mungil minum.

"Kau bisa minum obat tablet kan?"

Mendengar itu, Jaemin menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa jika tidak dihancurkan atau digigit."

"Baiklah, aku akan membuatnya mudah."

Jeno memasukkan obatnya kedalam mulutnya, membuat Jaemin menatapnya dengan alis tertaut. Kemudian Jeno menegak minum, sebelum mendekatkan wajahnya ke Jaemin.




Jaemin dapat merasakan deru nafas Jeno mendarat dipermukaan rahang Jaemin, entah mengapa atmosfer diruangan ini menjadi panas.

Jeno menarik tengkuk Jaemin perlahan, kemudian menempelkan kedua benda tak bertulang itu, menggigit pelan bibir Jaemin hingga sang empu membuat mulutnya.

Entah sejak kapan Jeno memiringkan kepalanya, keduanya masing-masing tenggelam dalam ciuman.

Jeno memindahkan obat yang berada dimulut Jaemin, membuat Jaemin sempat menjauhkan wajahnya namun ditarik kembali oleh Jeno dan menahan tengkuk Jaemin.

Tanpa Jaemin sadari, saat ia menelan ludahnya obat pun ikut tertelan, dirasa sudah tak ada lagi obat disana lidah Jeno pun mulai beraksi.

Menari kesana-sini dibibir atas maupun bawah Jaemin, lalu keluar masuk dalam mulut Jaemin yang hangat.

Jaemin yang belum sadar hanya bisa melenguh pelan dan mengalungkan tangannya dileher Jeno tanpa ia sadari tentunya.

Jeno yang merasakan itu dengan senang hati memperdalam pagutan mereka, Jeno mengulum bibir Jaemin dan menghisapnya.

Dirasa kehabisan oksigen, Jaemin menepuk dada Jeno.

Jeno melepas pagutan mereka, keduanya saling menatap satu sama lain dengan air liur yang menjuntai diantara kedua belah bibir mereka.




























"Rasa pahitnya gak berasa kan? Justru manis yang ada."






Jaemin sudah ancang-ancang akan memukul Jeno, "Bajingan kemari kau!"




















Ceklek

"Kak Jaem, aku ma -"

Ucapan Minhee terhenti begitu melihat posisi kakaknya sedang berada diatas badan Jeno, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum kikuk.

Jaemin turun dari badan Jeno, "Ada apa Minhee?"

Minhee mengulum bibirnya, "Ee.. aku ingin bermain sebentar dengan teman boleh?"

Jaemin menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, "Boleh sayang."

Minhee tersenyum kecil, setelah berterima kasih. Si adek pun mulai menutup pintunya kembali, sebelum melanjutkan aksinya Jaemin menatap sebal kearah Jeno.



































"Oh iya kak, kalau mau bersetubuh jangan lupa tutup pintunya supaya nggak ada yang lihat."





























"Lee Jeno sialan, enyah kau!"




























"Kau pun menikmatinya Na Jaemin!"





























tbc.

vomment dong :( aku suka kalo ada yang komen

Secretary NaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang