7

175 23 0
                                    

Hanbin menatap hidangan yang tersedia di meja makan dengan takjub.

"Kau yang masak semua makanan ini?"

"Ya." Lisa menganggukkan kepalanya. Ia memang sengaja memasak semua hidangan yang mana itu adalah semua hidangan favorit Hanbin.

"Aku penasaran apakah masih seenak dulu." Goda Hanbin yang mana membuat Lisa mengerucutkan bibirnya.

Hanbin dan Ayah Lisa tertawa ketika melihat wanita satu-satunya disana itu terlihat kesal.

"Tambah enak malah." Marco terkekeh saat mendapati Lisa memberikannya tanda hati.

"Sarapan dulu, setelah ini temani aku ke rumah Bambam. Aku ingin memberi pelajaran padanya karena telah membohongiku." Ujar Lisa.

Mendengar kata Bambam, tawa Hanbin langsung lenyap. Ia selalu tak suka saat nama itu keluar dari bibir Lisa.

"Bagaimana kalau mengajakku jalan-jalan saja?" Saran Hanbin. Itu, tak terdengar protektif, bukan?

"Huh?"

"Sudah lama juga kan, aku tak ke Thailand." Ujar Hanbin.

Lisa tersenyum. "Baiklah."

Selain ucapan maaf, Lisa juga berhutang terimakasih pada Bambam. Kkk

***

"Ini kan?" Hanbin melihat pemandangan di depannya bergantian melihat ke arah Lisa.

"Katanya ingin jalan-jalan." Lisa menarik tangan Hanbin ke arah stan tiket masuk. Fyi, ia membawa lelaki bangir itu ke taman bermain.

"Kita bukan anak sekolahan lagi." Hanbin memelas. Ia kembali menatap Lisa yang tengah tertawa sembari memegang dua tiket masuk di kedua tangannya.

Lalu, gadis itu memeletkan lidahnya kemudian berlari meninggalkan Hanbin yang terpaksa mengikutinya dari belakang.

Terasa seperti dejavu, Hanbin menatap rambut pirang Lisa yang tergerai dari belakang itu dengan jantung yang berdebar.

Lisa selalu terlihat indah dan Hanbin kembali merasa bersalah karena pernah menyakiti gadis itu.

"Hanbin, ayo naik roller coaster!"

"Sengaja mengajakku ke wahana yang selalu tak ingin ku naiki, ya?"

***

Mereka tak jadi menaiki wahana dengan kecepatan tinggi itu karena Hanbin yang tak mau bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri. Membuat Lisa mengolok-oloknya mengatakan bahwa Hanbin tak gentle karena masih takut naik roller coaster padahal bertahun-tahun sudah berlalu.

"Bukan begitu." Kilah Hanbin.

"Mengaku saja." Lisa masih keukeuh dengan pendiriannya.

"Terserahmu saja, lah." Hanbin akhirnya menyerah dan membiarkan Lisa dengan asumsinya. Lelaki bangir itu menatap ke arah beberapa wahana yang ada di depannya.

"Kalau begitu bagaimana dengan rumah hantu?"

"Tidak!"

Sial. Padahal Lisa ingin ada kesempatan untuk memegang tangan atau bahkan memeluk Hanbin nanti.

Lisa mengerucutkan bibirnya. Ia jadi tak mood, kan.

Melihat itu, Hanbin menghela nafas. Kenapa Lisa selalu mengajaknya ke wahana ekstrim, sih?

"Kalau begitu pulang saja. Percuma juga kita di sini kalau tak naik satupun wahana." Lisa berniat untuk meninggalkan Hanbin sampai sebuah tangan menahan lengannya.

"Kita naik bianglala." Ujar Hanbin.

Lisa menyeringai. Ia bisa menjalankan rencananya nanti.

***

"Kenapa berhenti?" Hanbin yang sudah sedari awal berusaha terlihat tak takut itu kini tampak gelisah saat bianglala yang ia dan Lisa naiki tiba-tiba berhenti di tengah-tengah.

Hanbin bahkan merasa kakinya gemetar saat matanya menatap pemandangan jauh di bawahnya yang sangat luas itu.

"Mungkinkah kendalinya error?" Tebak Lisa.

"Apa?" Hanbin langsung saja berpindah duduk ke samping Lisa. Lelaki bangir itu memegang lengan mantan kekasihnya dengan sangat erat.

"Jangan sampai kita mati konyol karena jatuh dari bianglala." Hanbin bergidik ngeri.

Kalau itu sampai terjadi, bagaimana dengan istri dan anaknya?

"Ingin mendengar sebuah kisah?" Tanya Lisa.

"Disaat genting seperti ini bisa-bisanya kau tak takut dan malah ingin bercerita." Hanbin tak habis fikir dengan jalan fikiran Lisa. Gadis itu bahkan terlihat tak takut sedikitpun padahal nyawa mereka bisa saja terancam.

"Katanya, jika bianglala berhenti di tengah-tengah lalu sepasang kekasih berciuman di dalamnya, cinta mereka akan abadi."

Hanbin tertawa. "Konyol." Jawabnya.

Sungguh kisah yang sangat konyol. Cinta abadi itu jika sepasang kekasih menikah lalu hidup bahagia sampai maut yang memisahkan.

Lisa menatap ke arah Hanbin. Dimana Hanbin tersentak kaget saat mendapati hidung mereka nyaris bersentuhan.

"Ya, menurutku juga itu adalah hal yang konyol." Lisa tersenyum kecil.

Lisa berusaha mati-matian untuk tak mencium Hanbin detik itu juga.

Dalam kisah mereka sekarang, Lisa harus berperan selayaknya gadis polos seperti yang Hanbin kenal dulu. Tak agresif, harus bisa menempatkan mana yang benar dan mana yang salah.

Lisa akan membiarkan Hanbin yang memulai.

"Y-ya." Hanbin bergumam. Saat menatap Lisa dalam jarak sedekat ini, membuat jantungnya berdebar lagi.

Bahkan lebih kencang saat Hanbin merasakan tangannya digenggam.

"Tak usah takut. Toh, kau tak sendirian di sini." Lisa tersenyum lagi.

Senyum yang semakin mengembang kala Hanbin semakin mendekatkan wajah mereka.

7. Buat ia menginginkanmu

***

Kangen reader cerita ini. Huhuhu

TWO TIME - HANLIS / HANLICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang