2

891 114 18
                                    

"Jadi, selama ini kau di Thailand, Lis? Kenapa tak menghubungi ku sama sekali huh? Kita sangat lost contact selama 3 tahun ini."

Lisa tersenyum saat melihat wajah CEO baru nya itu yang masih terlihat syok. Tangan lelaki bangir itu kini sibuk menggenggam tangannya, seolah menyalurkan rasa rindunya.

Yang bahkan Lisa saja tak yakin apa Hanbin merindukannya selama ini atau tidak.

Atau mungkin, lelaki itu kini hanya penasaran akan kabarnya selama 3 tahun itu.

Dan ya, kabar Lisa buruk sebenarnya.

"Jangan hanya tersenyum, Lisa. Jawab aku. Bagaimana keadaan mu? Kau baik-baik saja, kan? Ah, apa kau sudah menikah? Siapa lelaki beruntung itu?"

Senyum di wajah Lisa pun memudar. Hal itu membuat raut antusias di wajah Hanbin perlahan menghilang.

"Ada apa?" Tanya Hanbin, nada suaranya kini lebih hati-hati.

Genggaman tangannya di tangan Lisa mengerat.

Lisa menggeleng. "Aku baik-baik saja, Hanbin." Jawabnya sembari melepas genggaman lelaki bangir itu.

Dengan tak rela.

Tapi, demi kelangsungan rencana nya, Lisa harus melakukan hal ini.

Hanbin kemudian membawa Lisa untuk duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya.

Lelaki bangir itu menatap wanita yang sempat menjadi wanita terkasih nya itu dengan intens.

"Aku senang bisa bertemu lagi denganmu, Lis." Ujarnya seraya tersenyum.

Lisa ikut tersenyum. Ia jelas lebih senang.

Hanbin kemudian menghela nafas. "Tapi, kau banyak berubah sekarang." Ujar nya.

Lisa mengerutkan dahi. "Apa?" Tanyanya.

"Kau lebih pendiam." Jawab Hanbin. "Kemana Lisa yang cerewet, huh? Kemana Lisa yang kemana-mana harus selalu bicara karena tak suka keheningan?"

Lisa tersenyum lagi. "Banyak yang berubah tentunya setelah bertahun-tahun berlalu, Hanbin. Dan ya, aku begini sekarang."

Helaan nafas terdengar lagi.

Lisa dapat merasakan bahwa Hanbin masih menatapnya intens.

"Kau ada masalah selama 3 tahun ini?" Tanya Hanbin.

Masalah? Tentu saja. Masalahnya aku sibuk memperbaiki hatiku yang hancur.

Lisa menggeleng pelan.

Wanita itu lalu merasa rambutnya dielus lembut.

Elusan yang Lisa rindu kan.

"Baiklah jika memang kau tak ingin cerita. Tapi, mulai sekarang jika ada apa-apa bilang pada ku, hm?"

Lisa kini menatap wajah Hanbin intens. "Kenapa?"

Dan jawaban Hanbin sanggup membuat hati Lisa yang sudah hancur itu semakin hancur.

"Karena kau sudah aku anggap sebagai adikku, Lisa. Sebagai kakak, aku ingin melindungi adiknya."

Cklek

"Sayang"

Lisa merasa tangan Hanbin dengan segera menjauh dari rambutnya. Lelaki bangir itu pun kini terburu-buru berdiri dan menghampiri kearah pintu.

Dimana ada sosok wanita cantik dengan bayi mungil di gendongannya.

Lisa dapat melihat Hanbin tersenyum hangat ketika mengecup kening wanita itu. Kemudian, mengecup kedua belah pipi gembul bayi mungil itu.

Iya, itu Jiwon. Istri Hanbin dan bayi kecil itu adalah buah hati mereka.

Hati Lisa semakin hancur.

"Ah, ini sekretaris yang dipilih Mino oppa?" Tanya Jiwon sembari tersenyum.

"Ah, ini sekretaris yang dipilih Mino oppa?" Tanya Jiwon sembari tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lisa benci senyum itu.

Lisa juga benci senyum wanita itu tiga tahun lalu saat di altar dengan peran sebagai pengantin wanita dari sosok lelaki yang begitu ia cintai.

Lisa benci wanita yang sudah membuat Lisa dibuang dari hidup Hanbin.

"Iya, Nyonya." Jawab Lisa.

Dengan senyuman juga.

Akting Lisa memang bagus.

Jiwon tersenyum lagi. "Kau sangat cantik dan setelan mu juga rapih. Semoga kerjamu juga bagus, ya." Ujarnya.

Lisa membungkuk kecil. "Saya akan berusaha sebaik mungkin, nyonya." Balasnya.

Berusaha untuk merebut suamimu.

Lisa lalu melihat Jiwon yang melangkahkan kakinya ke luar pintu. Lisa juga kembali melihat kecupan yang Hanbin berikan pada isteri dan bayinya.

"Dia isteriku. Kau masih mengingatnya, kan?" Tanya Hanbin pada Lisa.

Lisa tersenyum. "Tentu saja."

Mana mungkin Lisa lupa pada sosok wanita yang sangat Lisa iri-kan itu.

Hari pertama kerja membuat hati Lisa semakin hancur.

Lisa berharap, kedepannya hatinya akan membaik.

Dan Hanbin akan kembali ia dapatkan.

"Ah ya, ini berkas-berkas untuk meeting nanti siang. Pelajari saja dulu, ya?"

Lisa menerima berkas yang diberikan Hanbin. "Baik, Pak."

Lisa merasa hidungnya disentuh sekilas. "Panggil saja Hanbin jika kita sedang berdua, Lis. Kau seperti pada siapa saja."

Lisa tersenyum.

Lisa ingin memanggil lelaki bangir itu dengan panggilan 'sayang'. Bukan nama.

Lisa berniat untuk keluar dari ruangan CEO nya itu sebelum fikirannya terlintas suatu hal.

Wanita itu melirik sekilas ke arah Hanbin yang kini sedang melihat ke beberapa berkas lain.

"Akh"

Lisa terhuyung.

"Lisa!" Hanbin dengan spontan menangkap tubuh Lisa sehingga kini posisi mereka adalah saling berpelukan.

Hanbin menatap ke mata Lisa. Wajah mereka kini tepat berhadapan.

Lisa menyeringai kecil. Sangat kecil sehingga Hanbin tak menyadari hal itu meskipun wajah mereka kini berhadapan.

2. Buat dia ingin selalu berada di dekatmu

***

Lis, jangan...

TWO TIME - HANLIS / HANLICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang