8

130 14 0
                                    

Lisa bersiap untuk memejamkan matanya, menunggu Hanbin untuk menciumnya sampai sebuah dering handphone membuat Hanbin tersentak dan secara otomatis melepaskan genggaman tangan mereka.

Lisa merutuk pelan saat Hanbin yang sedikit menggeser tubuhnya untuk mengangkat panggilan itu.

Siapa, sih? Mengganggu saja. Hampir saja kan tadi mereka berciuman.

"Hallo, sayang?"

Dahi Lisa mengerut saat mendengar kata sayang keluar dari mulut Hanbin.

"Apa? Kenapa bisa jatuh sih, sayang? Lalu bagaimana dengan kakimu sekarang? Sudah ke rumah sakit?"

Lisa menangkap nada khawatir dari suara Hanbin. Dan ia tak suka itu.

"Ya, besok aku akan pulang ke Korea."

Besok Hanbin kata? Oh, ayolah. Lisa takkan membiarkan hal itu.

"Baiklah. Aku juga mencintaimu." Hanbin menutup panggilan telfonnya lalu menatap ke arah Lisa yang sedang memandang ke bawah bianglala.

Hanbin menggeser lagi duduknya ke arah Lisa. Tapi, kali ini Lisa tak lagi menggenggam tangannya.

Lisa tak lagi menenangkannya.

Gadis itu seakan sedang sibuk dengan dunianya dan tak ingin menganggap Hanbin ada bersamanya.

"Lisa---"

"Aku sudah mendengarnya. Kita bisa pulang bahkan hari ini juga." Lisa tersenyum kecil. "Lagi pula Daddy baik-baik saja." Lalu, Lisa memalingkan wajahnya.

Ia harus terlihat tak membutuhkan Hanbin agar lelaki bangir itu bisa tetap bersamanya.

"Ah, bianglalanya sudah normal lagi." Ujar Lisa saat bianglala yang mereka naiki kembali bergerak.

Hanbin merasa lega sampai ia kemudian kembali duduk di depan Lisa. Menatap gadis di depannya dengan rasa bersalah bersarang di hatinya.

***

Setelah menaiki bianglala, Lisa berkata bahwa ia ingin makan ice cream sehingga kini mereka berada di kedai ice cream dengan rasa masing-masing strawberi dan coklat di depannya.

"Tak pernah berubah ya." Hanbin terkekeh kecil.

"Sudah lama tahu, aku tak makan ice cream." Lisa berkata dengan sesendok penuh ice cream di mulutnya.

"Berapa lama?"

"Seminggu." Lisa menampilkan giginya.

Hanbin yang gemas langsung saja mencubit pipi chubby Lisa yang mana membuat gadis itu menggerutu berkata bahwa pipinya mungkin akan lebih chubby jika dicubit begitu.

Mereka terus bermain, menaiki wahana yang tentunya Hanbin setujui karena menurutnya tak ekstrim, sampai langit menunjukkan warna jingga dan mulai menggelap.

"Sepertinya akan hujan." Ujar Hanbin. Lelaki bangir itu menggenggam tangan Lisa untuk berlari ke arah mobilnya. Mereka sedikit telqt karena hujan kemudian turun sangat deras.

"Padahal tadi cuacanya cerah-cerah saja." Ujar Lisa. Gadis itu kemudian membuka cardigannya yang basah, menyisakan dalaman hitam yang ia kenakan.

Hanbin juga membuka kemejanya yang ikut basah sampai tubuh bagian atasnya tak memakai apapun.

Saat mereka sadar, mereka terdiam dengan suasana yang kikuk.

Meskipun Lisa begitu menginginkan sosok Hanbin, jika dihadapkan dengan keadaan seperti ini membuat Lisa tak bisa berkata apa-apa selain pipinya yang memerah menjalar sampai ke telinga.

"Kau punya jaket? / Aku ada baju ganti." Bahkan, berbicara saja mereka bersamaan.

Hanbin berdehem pelan lalu berujar. "Aku ada jaket serta baju ganti di jok belakang, jaga-jaga jika dihadapkan dengan cuaca yang tiba-tiba berubah seperti ini."

"Biar ku ambil." Lisa berujar sembari berusaha untuk berpindah duduk ke jok belakang.

Tapi, bukankah ini adalah waktu yang tepat untuk membuat Hanbin tergoda olehnya?

"Akh" Lisa terjatuh ke dalam pelukan Hanbin. "M-maaf, kakiku tadi tersangkut apa aku tak tahu." Lisa pura-pura menjelaskan dengan nada kikuk, tapi tangannya ia bawa ke arah paha Hanbin. Sedikit mengelusnya, tak meninggalkan kesan bahwa itu disengaja.

"Y-ya. Tak apa." Hanbin menahan nafasnya. Lelaki bangir itu berusaha untuk membantu Lisa kembali duduk di tempatnya.

Saat matanya tak sengaja menatap belahan dada mantan kekasihnya, Hanbin langsung berdehem guna mengalihkan fikirannya.

"Biar aku yang bawa." Ujarnya seraya berniat untuk berpindah ke jok belakang. Tapi, sebuah tangan lembut menyentuh punggungnya yang terekspos.

"Maaf tentang hal tadi." Ujar Lisa.

Entah perasaan Hanbin saja, atau tangan Lisa memang tengah mengelus punggungnya?

"Kakiku benar-benar tersangkut sampai akhirnya aku tak sengaja memelukmu." Ujar Lisa lirih.

Hanbin menatap bagaimana onyx coklat itu terlihat begitu indah.

Bagaimana bibir merah Lisa yang bergerak seirama dengan ucapan yang gadis itu katakan.

Bagaimana pipi chubby nya yang merona entah karena dingin atau karena malu dengan keadaan tubuhnya yang hanya dilapisi sebuah dalaman hitam.

"Lisa"

"Ya?"

Hanbin mendekatkan wajahnya ke wajah Lisa lalu menyentuhkan kedua ujung hidung mereka.

"Bolehkah?" Hanbin menyentuh bibir Lisa dengan jarinya.

Dan saat mendapati Lisa mengangguk, Hanbin lamgsung saja menempelkan bibir mereka. Menyesap bibir yang pernah menjadi candu nya.

"Mmh" Lisa mendesah pelan saat Hanbin memainkan lidahnya. Menggodanya dengan mengigit kecil lalu mulai mengemutnya selayaknya permen.

Ini gila. Lisa menginginkan hal lebih.

"Hahh-hahh-" Nafas keduanya tak beraturan. Baik Hanbin maupun Lisa, keduanya sepertinya sedang diliputi nafsu.

Tak ingin cepat usai, Lisa mengubah posisinya menjadi duduk di atas paha Hanbin. Gadis itu mengangkang dan dengan sengaja menekan sebuah gundukan keras di antara kedua paha mantan kekasihnya.

Hanbin yang tak tahan langsung saja mencium Lisa lagi, kali ini lebih kasar dan menuntut.

8. Buat ikatan

***

Hayoloh, in the car? In public?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TWO TIME - HANLIS / HANLICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang