J : Terasa Hampa (POV Sasuke)

110 32 4
                                    

POV : Sasuke

Cerita ini mengandung muatan dewasa ⛔.
.
.
.
.

Menggambar adalah keahlianku yang sebenarnya tidak ingin ku geluti, aku lebih menyukai menjadi seorang kepolisian, Detective atau semacamnya yang berurusan dengan otak dan tenaga. Aku suka tantangan, aku suka Sakura.

Sudah beberapa Minggu lalu aku selalu memperhatikannya dari jauh, dan dia memang wanita yang unik, dia pendiam, dia merasa tidak masalah dengan kesendiriannya, berbeda dengan kebanyakan wanita yang selalu berkerumun, dia menikmati kesendiriannya. Tipe wanita idamanku.

Tapi sayang, dia sudah mempunyai kekasih, itu yang membuat ku sulit mendekatinya, sering juga aku menabraknya untuk memulai perkenalan, tetapi tidak membuahkan hasil apapun, sampai akhirnya celah itu muncul, dan aku mengambil keuntungan ku dari kesedihannya.

"Aku ingin hubungan ku berkembang Sasuke, bukan hanya sekedar Sleep friends ".

Aku menatap matanya yang penuh harap, seandainya bisa Sakura, aku juga ingin melakukan itu, tapi kehidupanku begitu rumit. Aku memiliki trauma masa kecil, yang membuat hubunganku dan Shion pun berakhir. Aku tidak mau kau merasa terkekang dengan kegelisahan ku.

Aku mundur beberapa langkah, dan membalikan tubuhku membelakanginya.

"Berarti bukan aku orangnya".

Aku mendengar nafas kecewa dari Sakura, aku tidak berani membalikan badan dan melihat wajah kecewanya.

"Jadi ? Apa maksudmu? Kau mau tubuhku saja? Jika itu mau mu, kau juga salah, bukan aku orangnya".

Aku tidak habis pikir jika hanya itu yang di fikirkan, aku pun berbalik memandangnya, bukan itu maksudku. Aku melihatnya jalan dengan tergesa dan membuka pintu keluar dengan sangat penuh emosi, itu bahkan tidak membuatku takut tetapi aku melihatnya sangat imut.

"Setidaknya jika kau ingin membuang sperma mu, bayarlah di tempat lain, pergilah, jangan pernah kau menemui ku".

Aku sudah menduga jika kata-kata itu akan keluar dari mulutnya yang manis, dan itu nyaris membuatku tersenyum. Aku mendekatinya dan memandangnya, tapi ia tak mau memandangku.

"Ucapan ku, bukan semua maksudku, kau tahu, kau wanita yang berbeda Sakura, kau berbeda, kau luar biasa!"

Yaahhh, kau wanita yang nyaris ingin ku nikahi, aku nyaris berfikir ingin terus bersamamu, tapi kembali ke masa kelam ku, jika Sakura bersama ku dia akan menderita.

"Luar biasa di ranjang ? Aku akui Utakata selalu berkata seperti itu".

Aku terkejut saat ucapan itu keluar dari mulutnya, seketika emosiku muncul, brengsek, tidak akan ada satu orang pun yang akan menyentuhnya selain aku, ku pastikan itu.

"Brengsek, bukan itu maksudku".

Astaga, aku benar-benar tersiksa menghadapi wanita berambut pink di hadapanku ini.

"Lebih baik kau keluar, dan jangan pernah-"

Sebelum dia melanjutkan perkataannya, aku menciumnya, saat ini aku hanya bisa menandaimu sebagai wanita kesayanganku. Aku keluar dan saat itu juga aku mendengar suara bantingan pintu, aku melihat orang yang ada di lorong memperhatikanku, aku tidak peduli, yang saat ini aku pedulikan adalah tangisan pilu Sakura.

Aku jadi menyesal, kenapa tidak aku permudah saja pembahasan yang tadi ?

.
.
.

Untuk kesekian kalinya aku menghela nafasku, dan untuk kesekian kalinya aku hanya terbaring di atap universitas bersama Sai. Kurang lebih sudah 3 hari aku tidak melihat Sakura, kemana dia pergi?

"Kapan kau akan pergi?"

"Apa maksudmu?"

"LA ? Kapan kau pergi kesana?"

"Bisakah kau tidak membahasnya sekarang?"

Sai mengangguk pasrah melihatku yang menjawab sedikit sarkas, ia melihat kearah pintu dan muncul Ino, aku pun bangkit dari tiduran ku. Mereka berciuman singkat dan saling tersenyum. Mereka berdua menjalin hubungan, saat bersama Sakura aku pun merasakan ingin mencoba menjalinnya, bahkan ada fikiran untuk terus bersamanya. Menikah memiliki keluarga yang bahagia bersama wanita berambut pink yang senyumnya secerah mentari.

Tapi aku teringat saat kejadian aku dan Shion, apa aku akan mengulangi kesalahan yang sama? Seperti ayah ku terhadap ibuku? Itu yang membuat ku kembali tidak ingin merasa memiliki sesuatu.

Penyakit OLD (Obsessive Love Disorder) ini menyiksaku, bahkan aku pernah menyakiti Shion karena penyakit sialan ini, dan jika terjadi pada Sakura? Lebih baik aku pergi menjauh.

.
.
.

Aku berjalan perlahan, berniat untuk memantau Sakura dari jauh, aku tidak akan memaafkan diriku jika terjadi apapun pada Sakura.  Tetapi langkah ku berhenti saat melihat pemandangan yang membuat emosiku memuncak, aku seharusnya berbalik tapi otakku tidak menginginkan itu.

"Hey bro!" Sapa ku pada pria berambut merah menyebalkan itu.

Aku melihat tidak ada kenyamanan di wajah Sakura saat aku mulai mendekat, jangan memandangku dengan wajah seperti itu kumohon Sakura, nyaris itu yang aku ucapkan didepan mereka.

"Hey, kau baru pulang Sasuke?" Tanya Gaara dengan santai.

"Yah, ini jalan menuju rumahku".

Tetapi mata ku tidak memandang pria yang mengajakku bicara melainkan Sakura, aku melihat pakaian mereka, mungkinkah mereka habis berpergian? Kencan? Seperti pasangan normal lainnya? Astaga darahku kian mendidih.

"Aku masuk dulu Gaara, kepala ku agak pusing".

"Iya, hari ini kita melalui banyak wahana. Lebih baik kau istirahat".

Mereka saling tersenyum dan Sakura masuk begitu saja tanpa menegurku, dan aku mendengus karena itu.

"Aku sudah bilang padamu jangan mendekatinya, Gaara".

Gaara mendengus, "Siapa dia? Kekasihmu? Istrimu?, Ku perjelas Dia bukan milik siapapun".

Aku terpaku, yeah, Gaara benar Sakura bukan milik siapapun, dan aku beserta penyakit sialan ini sudah mengklaimnya, dan bodohnya aku saat Sakura membahas hubungan kami aku malah menyingkirkannya.

Aku terdiam, memikirkan apa yang harus aku ucapkan padanya agar supaya si merah ini tidak mendekati Sakura lagi.

"Lebih baik kau yang menyerah Sasuke, kau akan melakukan hal yang sama".

Aku terpaku mendengar ucapan Gaara barusan, apa aku akan melakukan hal yang sama ? Aku tertunduk, aku pernah menyiksa Shion, aku cemburu buta padanya, aku menyakitinya.

.
.
.

Ceklek

"Aku boleh masuk?"

Aku melihat Shion duduk di meja belajar dengan senyum tipisnya, ia kemudian mendekat dan duduk di lantai di bawahku, kami saling memandang.

"Aku sudah bilang pada Sakura, kalau kekasih ku, kau ingin kembali padaku... Maaf aku bertindak sendirian"

Aku memalingkan wajah, "Itu lebih baik untuknya".

"Maaf selama ini, aku selalu mengikutimu hanya karena aku ingin memastikan apakah hanya aku yang pernah kau sakiti"

"Sakura wanita yang baik dan menawan, dia terlalu lemah untuk berada di sampingmu, dan dia terlalu sensitif untuk menghadapi orang sepertimu, itu yang ku lihat".

Aku mengangguk menyetujui perkataan Shion, tapi hati ku tetap merasa sesak karena tidak memilikinya.

Continue

Just FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang