Bab 1

135 18 0
                                    

"Hei Nara, kenapa kamu terlihat takut dengan Dion? Dia itu manager keuangan yang tampan. Kupikir dia menyukaimu."

Keynara, gadis manis itu tampak berkeringat. Kedua tangannya saling menggenggam erat dengan sapu yang dia peluk.

"Seharusnya kamu meresponnya dengan baik ajakan makan malam darinya. Aku saja menginginkannya."

"Kalau gitu kamu saja yang datang," ucap Keynara setelah berhasil menguasai dirinya dengan baik. Jantungnya berdegup dengan kencang, penuh keringat, padahal baru saja dia hendak melakukan pekerjaannya.

Bekerja sebagai cleaning service bukanlah keinginannya, tetapi dia pikir dengan cara ini dia akan dapat menghindar dari banyaknya lelaki yang mencoba mendekatinya. Mereka mengatakan bahwa dia gadis yang cantik dan menarik. Padahal baginya biasa saja. Pernah bekerja di sebuah cafe, saat mengantar makanan dia tak sengaja menumpahkan makanan yang dia bawa ke pelanggan hanya gara-gara ada sebuah tangan yang mencoba menggenggam pergelangan tangannya.

Bukan hanya sekali, bahkan berkali-kali membuatnya dipecat dan berakhir mendapatkan pekerjaan di sini. Biaya hidup yang cukup besar karena dia gadis mandiri membuatnya harus kuat menjalani kehidupan walaupun setiap malam harus menelan kepahitan dengan susahnya tidur.

"Hei, kalau dia menginginkanku, jelas saja aku akan menerimanya dengan baik. Sayangnya kamu tahu betul bahwa dia menginginkan dirimu Keynara."

"Sudah, lebih baik bekerja sebelum ada yang melihat kita. Kamu gak mau 'kan kalau harus dipecat?"

"Iya, apalagi kamu baru sebulan bekerja di sini."

Keynara mengangguk dan dia mulai melakukan pekerjaannya dengan baik. Memang seharusnya setiap kemana-mana dia memakai masker saja walaupun rasanya pengap. Setidaknya dia aman dari adanya para lelaki.

********

"Selamat pagi Pak Arkana," sapa sang sekretaris sambil menundukkan kepala sopan. Arkana yang hendak masuk ke dalam ruangannya bersama asisten pribadinya pun hanya mengangguk saja. Tidak ada senyuman, hal itu sudah biasa bagi para karyawan yang melihat atasan muda ini begitu angkuh dan dingin.

Entah bagaimana jika bersama keluarganya, hal itu yang membuat para wanita begitu penasaran. Sehangat apa Arkana dihadapan keluarganya. Hal yang tidak akan ditampakkan dihadapan umum.

"Hari ini saya ingin menyelesaikan berkas-berkas itu. Siapapun jangan boleh masuk ke ruangan saya!" titah Arkana kepada asisten pribadinya yang bernama Devano Saputra yang merupakan anak dari asisten papa kandungnya sebelum dia menggantikan sang papa untuk mengurus perusahaan ini.

"Baik, Pak!" Devano memutuskan ke luar dari ruangan Arkana dan bercakap sebentar dengan Denata—sekretaris Arkana.

Dalam ruangannya, Arkana menyenderkan kepala di kursi kerjanya. Sesekali tangan kanannya memijat kening dengan pelan. Dia begitu pusing dengan banyaknya pekerjaan dan masalah yang ada di rumahnya. Melihat pertengkaran kecil saja seakan sudah membuatnya terbebani, tetapi dia adalah pemimpin. Harus bisa menyelesaikan dengan baik segala permasalahan yang ada dan mampu menjaga kepemimpinannya ini dengan baik pula.

Menghela nafas panjang, kemudian memutuskan mulai mengerjakan berkas-berkas yang ada dihadapannya itu. Memakai kacamata, jas dia letakkan di kursi. Lalu, mulai fokus melakukan pekerjaannya.

*******

Keynara mengerucutkan bibirnya saat diminta untuk membersihkan toilet yang berada di lantai atas. Padahal bagiannya sudah selesai, seakan dia tak dibolehkan istirahat sejenak. "Sudah, kamu lakukan saja sebelum dimarahin! Kamu tahu jika dia mengomel macam singa ngamuk."

"Enggak baik kamu menghinanya," ucap Keynara memperingatkan teman seperjuangannya itu. Walau dia diinjak-injak sekalipun, dia memiliki martabat yang tinggi. Dia tidak akan menghina balik orang yang telah menghinanya maupun yang memperlakukannya dengan tidak baik.

Jika sampai melakukannya, dia tak ada bedanya dengan orang yang menghinanya itu. Percaya saja bahwa tak akan selamanya berada di bawah, kadangkala berada di atas. Kehidupan itu bagaikan roda berputar, tak akan selamanya dia hidup miskin begini. Dia percaya suatu saat dia akan menjadi orang kaya yang banyak disegani karena kebaikannya.

Dia ingin menolong banyak orang, membantu mereka yang kesusahan bahkan untuk sekedar makan. Mengingatkannya akan masa lalu saat dia harus terlunta-lunta menahan lapar dan dinginnya udara karena tak memiliki tempat tinggal. Beruntung dipertemukan oleh orang baik sehingga dia bisa melaluinya dengan baik sampai bisa dikondisi saat ini.

Namanya manusia, tentu dia ingin lebih baik kehidupannya daripada ini. Menjadi orang kaya adalah impiannya, tentu dia akan melakukannya dengan perjuangannya sendiri. Bagaimana pun dia tidak akan membiarkan banyak keburukan di dalam hidupnya, ketika dia harus pulang malam dan mengharuskannya sembunyi di dalam semak-semak demi menghindari preman yang berjalan di area yang akan dia tuju. Sungguh hal yang membuatnya ketakutan hampir setiap hari, tetapi dia tak memiliki pilihan lain untuk sekedar pindah tempat kos karena memang dia tak memiliki uang yang banyak.

"Hei, kamu jangan diam saja diperlakukan seperti itu. Mentang-mentang dia senior lali memperlakukan orang baru seenaknya? Memangnya dia boss di sini? Huh, aku saja kesal melihatnya. Kenapa kamu seakan menerimanya sih."

Keynara hanya mengulas senyuman tipis, dia juga kesal tetapi tak ada pilihan lainnya. Dia berusaha tidak mengungkapkan semuanya dengan baik. Membiasakan diri untuk tetap bertahan dalam kondisi apapun.

"Sudah, aku akan mengerjakannya."

"Aku buatkan teh buat kamu. Lihat, aku tak tega melihatmu diperlakukan tidak adil begitu. Kamu sungguh terlihat lelah."

"Tidak apa-apa. Terima kasih, maaf merepotkanmu."

"Tidak, justru aku kasihan padamu. Mungkin kamu cantik makanya dia iri padamu. Tetapi, ya jangan begini. Ah, pokoknya aku kesal sekali."

Keynara menggelengkan kepala pelan. Dia mengusap dahinya yang banyak keringat, belum lagi leher dan ketiak. Entah kapan penderitaannya ini berakhir. "Sudah, aku pergi dulu."

"Maaf tidak bisa membantumu."

Keynara hanya mengangguk saja, dia mulai melakukan tugasnya dengan baik. Ada dua toilet di lantai atas, tetapi begitu luas setidaknya lebih luas kamar mandi itu daripada kamarnya di kos. Dia harus menelan pahitnya kehidupan ini demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi.

Tak terasa sudah dua jam dia menghabiskan waktunya di sini, dia tinggal mengelap kaca. Tak ada air mata yang ke luar, dia hanya duduk pasrah di dekat pintu toilet.

"Hei, apa yang kamu lakukan di situ?"

Wanita muda berpakaian kemeja putiu dengan rok hitam menyapanya. Wajah cantik itu menatapnya dengan heran. Keynara berdiri, lalu mengatakan, "Saya hanya membersihkan toilet ini."

"Iya, apa sudah selesai kamu bersihkan?"

Keynara menjawab, "Belum."

"Kamu tampak lelah, jika kamu tak kuat lebih baik kamu istirahat dulu. Kamu masih muda kenapa memilih pekerjaan ini?"

"Tidak apa-apa."

"Ya sudah, lain kali jangan duduk begitu di depan toilet. Saya pikir kamu tadi hantu. Mana wajah kamu pucat sekali."

"Iya, maaf," ujar Keynara sambil menundukkan kepala. Dia merasa sedih dan lelah, tetapi pekerjaannya belum selesai. Semoga saja dia tak pusing setelah ini.

PergilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang