Bab 6

28 7 0
                                    

Keynara mendengarkan apa yang dikatakan oleh lelaki di luar kamar itu. Dia rasa ada tiga lelaki di ruangan bossnya ini membuat jantungnya berdegup semakin kencang. Jika para lelaki itu tak kunjung ke luar ruangan ini, entah bagaimana bisa dia mengerjakan di bagian luar.

Setelah sejam dia menyelesaikan pekerjaannya di sini, dan dia masih mendengarkan bahwa para lelaki itu masih berada di ruangan bossnya ini. Menghela nafas panjang, mengusap dadanya pelan berusaha menenangkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dia tidak boleh lemah, lagipula mereka tidak akan macam-macam padanya. Membawa sapu ke luar kamar, menyapu bagian dekat luar kamar menuju tempat duduk Arkana.

"Keynara," ujar Revo dengan tatapan memuja. Gadis itu terlihat berkeringat tetapi baginya membuat Keynara terlihat semakin cantik. Arkana yang melihat sepupunya itu mengenal gadis itu pun hanya mengerutkan dahi penuh pertanyaan di kepalanya.

"Ah, iya, Pak." Keynara merasa salah tingkah, dia berada di dalam ruangan yang berisi tiga lelaki tampan. Jika Radeva mengetahuinya pasti sudah menjerit senang. Berbeda dengan dirinya yang berusaha untuk menenangkan detak jantungnya yang berdetak semakin kencang. Apalagi saat tatapan para lelaki itu mengarah kepadanya.

"Lebih baik kamu istirahat saja jika merasa lelah," ujar Revo mengalihkan pandangan Arkana. Lelaki itu menatap sepupunya dengan tatapan menyelidik. Devano yang sedari tadi hanya diam saja, memandang dua lelaki bersepupuan itu.

"Lebih baik kamu ke luar ruangan saya! Bukankah sudah tidak ada urusan lagi?" Arkana mengusir Revo karena dia tak suka jika jam kerja dibuat mengobrol terus.

Revo menghela nafas panjang, dia lalu ke luar ruangan setelah memandangi Keynara sejenak. Diikuti oleh Devano di belakangnya yang tentu juga ke luar ruangan karena sudah tak ada urusan. Melanjutkan pekerjaan masing-masing supaya dapat terselesaikan dengan baik. Bekerja di perusahaan ini bukan hanya kompeten, totalitas, tetapi profesionalitas juga harus dilakukan. Tidak membawa masalah pribadi maupun kehidupan pribadinya ke dalam urusan pekerjaan.

Kini tinggal ada Keynara dengan Arkana di dalam ruangan itu. Berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik walau rasa gugup menyergapnya. Dia bahkan bingung saat hendak merapikan meja kerja lelaki itu. "Tidak perlu dibereskan bagian ini. Kamu bersihkan saja tempat lainnya! Bagian sudut-sudut itu banyak debu!"

"Iya, Pak." Keynara merasa lega, apalagi mendengar rumor bahwa lelaki  muda yang menjadi bossnya itu memiliki sifat yang angkuh dan dingin. Siapa saja yang berhadapan dengannya pasti merasa takut, apalagi jika marah mampu membuat orang lain mati rasa. Seakan mendengar amarahnya saja mampu menembus jantung.

Arkana merasa penasaran mengenai kedekatan Revo dan Keynara. Dia merasa bahwa memang ada suatu hal diantara mereka. Tentu saja bagaimana mungkin keduanya saling mengenal, padahal yang membersihkan ruangan Revo adalah Radeva. Ingin bertanya tetapi dia merasa ragu. Mengingat perkataan sang oma yang mengatakan bahwa Revo sudah memiliki pasangannya tetapi belum sempat memperkenalkan saja dihadapan keluarga besarnya. Mungkinkah mereka memiliki hubungan yang spesial. Dia yang seharusnya fokus mengurus pekerjaannya justru atensinya teralihkan mengenai apa yang dia lihat tadi.

"Kamu mengenal Revo?" Akhirnya memilih bertanya daripada dilanda penasaran tingkat tinggi.

Bukannya mendapatkan jawaban, Arkana merasa diabaikan oleh karyawannya sendiri. "Kamu mendengarkan saya tidak?"

Suara lantang itu menyambut indera pendengaran Keynara, dia yang fokus menyapu sambil sesekali bergumam pelan pun sampai tak menyadari bahwa sedari tadi lelaki itu mencoba mengajaknya untuk berbicara.

"Ma—af, Pak. Saya tidak mendengarnya," cicit Keynara yang merasa takut. Dia hanya menundukkan kepala, tak berani menatap tatapan tajam bak elang itu. Seakan ingin meremukkan tubuhnya saat itu juga.

"Ah, sudahlah. Lebih baik segera selesaikan pekerjaan kamu itu! Lalu segera ke luar ruangan saya!"

"Ba—ik, Pak."

Dia yang merasa tak enak badan pun memaksakan diri untuk segera menyelesaikan pekerjaannya ini, tak bisa santai dan harus cekatan. Jangan sampai dia membuat kesalahan juga. Tak mau sampai dipecat, lain kali dia tak akan menerima tawaran untuk membersihkan ruangan boss muda itu. Memilih mencari aman dan membersihkan ruangan yang lain saja.

Memang melelahkan harus membersihkan banyaknya ruangan di kantor ini. Cukup membuat pinggangnya terasa pegal, dan ingin dipijat saja. Pada kantor ini, setiap sore setelah para karyawan maupun boss pulang, ruangan akan dibersihkan supaya besok pagi ruangan sudah bersih. Tinggal membersihkan tempat yang lainnya. Hanya saja karena sore nanti ruangan bossnya kedatangan tamu yang katanya tamu penting itu membuat Keynara harus membersihkan ruangan ini. Walaupun seharusnya bukan dia yang melakukannya, memang senioritas itu membuatnya merasa harus lebih bersabar lagi. Padahal pekerjaan sama, gaji juga sama tetapi seenaknya sendiri. Mau heran, tetapi dia tak bisa membantahkan karena nanti akan dapat membuatnya terkena masalah lagi.

"Jika kamu tak bisa bekerja! Lebih baik tak usah bekerja di sini!"

Keynara tersentak kaget mendengar suara itu. Dia hanya ingin istirahat sebentar karena merasa lelah, salahnya juga karena melamun tadi.

"Ma—af, Pak. Tadi pinggang saya sakit."

"Alasan saja!"

Keynara hanya bisa menguatkan diri untuk bersabar. Dengan cepat berusaha untuk mengerjakan pekerjaannya ini dengan baik. Dia menahan diri untuk tidak mengumpati bossnya yang kejam dan tak berperasaan itu.

********

"Nyebelin," gerutu Keynara sambil bersandar pada meja di belakangnya. Dia menghela nafas panjang, berusaha mengatur detak jantungnya yang menggila karena berada pada situasi yang tidak mengenakkan tadi.

"Bagaimana rupa boss kita?" Redeva berjalan ke arahnya sambil membawa dua gelas teh hangat. Terlihat masih panas dan sepertinya baru saja dibuat oleh wanita itu.

"Terima kasih." Keynara menerima segelas teh hangat itu, dia meniupnya kemudian mulai menyeruputnya pelan-pelan.

"Biasa."

"Apa katamu? Dia boss muda yang cukup tampan. Ah, tidak. Bahkan, sangat tampan. Lelaki di sini memang tampan-tampan. Pak Revo, boss, dan asistennya. Sayang sekali, mereka tidak ada yang tertarik padaku."

"Sudah kubilang, mereka tidak tampan."

"Mereka tampan, entah gimana kamu memandang mereka sampai mengatakan tidak tampan sama sekali," ujar Radeva sambil menggelengkan kepala.

"Sudah cukup! Jangan memujinya."

"Kamu terlihat tidak suka dengan para lelaki, sebenarnya apa yang terjadi padamu Keynara? Kamu tidak menyukai .... " Radeva sengaja tidak melanjutkan perkataannya karena dia tahu bahwa temannya itu pasti tahu kata selanjutnya yang ingin dia ucapkan saat ini.

"Tidaklah. Aku hanya tidak suka kamu memuji mereka terlalu berlebihan."

"Mamu menyukai salah satu dari mereka?"

"Tidak. Pemikiran darimana itu kamu dapatkan. Aku bahkan tidak ingin berlama-lama di ruangan itu. Begitu dingin."

"Mungkin boss lebih nyaman jika dingin." Radeva menganggukkan kepala mengerti. Keynara memilih diam saja, karena percuma tidak ada yang mengerti maksudnya. Mungkin karena hanya bisa melihat wajah itu dari jauh sehingga tidak ada yang tahu bagaimana sikap aslinya apalagi jika berada pada satu ruangan yang sama. Benar-benar seakan ingin mati rasa di sana karena sikap dingin, cuek, dan galaknya. Apalagi tatapan tajamnya seakan ingin menerkam mangsanya saat itu juga.

PergilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang