Rania mengabaikan ponselnya yang sejak subuh tadi berdering. Puluhan pesan dan panggilan dari pria yang tengah ia hindari, menghiasi layar ponselnya. Ia malas menghadapi rentetan pertanyaan dari Raja yang mengetahui ada lelaki yang menginap di apartemennya.
Tadi malam, saat pulang dari club dengan membawa Alden yang mabuk, ternyata Raja sudah ada di apartemennya. Pria itu sempat bermain dengan Della sejenak sebelum gadis itu dibawa tidur oleh pengasuhnya, dan akhirnya dia menunggu sendirian.
"Untuk apa kamu membawanya kemari, Rani? Taruh saja dia di tempat lain untuk menginap, hotel kan banyak!"
Pria itu mengamuk saat melihat Alden dibawa masuk ke kamarnya oleh supir dan digantikan pakaian juga. Rania juga tahu kalau ia bisa saja meninggalkan Alden di sebuah hotel supaya aman, tidak membawanya pulang. Namun, hati kecilnya menolak. Bagaimanapun, Alden adalah orang yang berjasa mempersatukan kembali adik kesayangannya bersatu dengan wanita yang dia cintai.
"Aku hanya ingin membalas budi kepadanya, Raja." Wanita itu hanya menjawab lirih, malas menanggapi lebih lanjut karena ia sudah lelah juga risih dengan tubuhnya yang menempel berbagai bau. Termasuk bau alkohol dan muntahan Alden yang untungnya tidak mengenainya.
"Aku melihat kalian bersama-sama sejak kemarin di taman di rumah sakit. Jangan biarkan laki-laki itu mendekatimu, Rania. Dia hanya akan menjadikanmu pelarian dari patah hatinya!" seru Raja.
"Pelankan suaramu, Raja! Kamu bisa membangunkan putriku dan seisi apartemen ini," desis Rania jengkel. "Satu hal lagi, kamu harus membiasakan diri melihatku dengan laki-laki lain, siapa pun itu. Karna kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi!"
Wajah Raja memerah mendengar perkataan wanita itu, ingin mengeluarkan penolakan tapi sadar ini akan menambah panjang perdebatan dan keributan. Dia pun berbalik lalu berjalan keluar sambil menutup kencang pintu apartemen.
Rania mengempaskan kembali bokongnya di sofa ruang tamu, menyandarkan bahu dan kepalanya. Sebulir airmata mengalir dari mata yang sejak tadi memanas memandang punggung pria yang ia cintai menjauh dengan diliputi amarah. Baru semalam mereka berpelukan mesra melepas rindu setelah lama tidak bertemu, dan kini realita kembali menyapa di depan mata.
Kadang keinginan tidak semuanya harus tercapai, ada kebutuhan yang lebih penting demi keberlangsungan hidup. Begitupun yang dipikirkan Rania. Ia sudah memikirkan matang-matang mengenai hubungannya dengan Raja Dwipangga.
Dulu, ia pernah ceroboh memercayakan hatinya kepada ayahnya Della, dan kini ia mengulang kesalahan yang sama. Terlalu cepat menyerahkan hati. Ia tidak pernah berpikir bahwa seorang Sonya Dwipangga yang begitu mengelu-elukannya di depan para klien dan kolega, akan menolak dan menghinanya sedemikian rupa di belakang sang putra. Raja sempat menantang ibunya kala itu, dia memilih meninggalkan rumah sakit dan ikut mengabdi ke daerah terpencil selama beberapa bulan. Namun, dia kembali saat kakeknya meninggal dan berniat merebut rumah sakit itu dari tangan ibunya. Raja pikir setelah mendapatkan kepemimpinan, akan lebih mudah baginya berkuasa atas ibunya. Itu yang dikatakannya kepada Rania.
Namun, Rania tetap memilih mundur. Terlalu banyak masalah yang akan ia hadapi ke depannya jika terus bersama Raja, itu pikirnya. Dengan profesinya yang sebagai artis saja tidak direstui, apalagi jika Sonya tahu kalau dirinya punya anak diluar nikah? Parahnya lagi, masalah drama keluarganya.
Aahhh...rasanya kepala Rania berdenyut sakit jika memikirkan apa saja yang akan ia lalui jika menjadi istri seorang Raja Dwipangga. Belum lagi masalah internal keluarganya yang harus diselesaikan pelan-pelan.
Namun, hari ini rasanya pundaknya terangkat dari beban berat saat Rangga akhirnya menikahi Ayu. Rasa lega yang teramat besar hadir di dalam dadanya. Rasanya, sudah lama ia tidak bernapas selega ini, semudah ini dan semenyenangkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Rania
RomanceIni kisah titik balik hidup seorang Rania. Wanita yang sudah lelah terkungkung benci dan berusaha selalu terlihat kuat oleh siapa pun. Kekayaan, kekuasaan dan popularitas yang diimpikannya telah tercapai. Namun, tak ada rasa puas di sana. Demi mewu...