07

126 15 3
                                    

Pagi itu, apartemen terasa hening. Matahari baru saja menyelinap masuk melalui celah tirai ruang tamu, memberikan sedikit kehangatan di ruangan yang penuh dengan ketegangan tak kasat mata. Heeseung terbangun lebih awal dari biasanya. Ia duduk di sofa, memandang kosong ke pintu kamarnya yang tertutup.

Wajahnya terlihat lelah, matanya sembap karena kurang tidur. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menghilangkan sisa kantuk dan rasa bersalah yang masih menyelimutinya. Pikirannya terus berputar, memutar ulang kejadian semalam yang tidak bisa ia lupakan. Rasa bersalah mencengkeram hatinya dengan erat, membuatnya bertanya-tanya apakah ia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki semuanya.

Di kamar, Anna masih terbaring di tempat tidur. Matanya terbuka, menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Ia tidak bisa tidur semalaman, pikirannya terus bergulat dengan perasaan takut, marah, dan lelah. Wajahnya masih pucat, menunjukkan betapa beratnya beban yang ia rasakan. Meski tubuhnya ingin bangkit, hatinya terasa terlalu berat untuk bergerak.

Ketukan pelan di pintu membuat Anna tersentak dari lamunannya. Ia terdiam sejenak, mendengar suara Heeseung dari luar.

"Anna... aku ingin bicara" katanya dengan nada pelan, hampir seperti bisikan.

Anna tidak menjawab. Ia hanya menutup matanya rapat-rapat, berharap Heeseung akan pergi. Tapi ia tahu, Heeseung tidak akan menyerah semudah itu. Dan benar saja, suara ketukan terdengar lagi, kali ini lebih ragu.

"Aku akan membuatkan teh... kalau kau mau bicara, aku ada di dapur" Suara Heeseung terdengar putus asa, tetapi juga penuh harapan.

Anna tetap diam, tidak memberikan respons apa pun. Ia mendengar langkah kaki Heeseung perlahan menjauh, lalu suara samar dari dapur saat pria itu mulai menyiapkan sesuatu. Anna menghela napas panjang, merasa bimbang. Ia tahu ia tidak bisa menghindari Heeseung selamanya, tetapi rasa takut yang tertanam dalam dirinya membuatnya sulit untuk menghadapi pria itu.

Di dapur, Heeseung sibuk dengan teko dan cangkir. Tangannya sedikit gemetar saat menuangkan air panas, pikirannya masih dipenuhi dengan bayangan wajah Anna yang ketakutan semalam. Ia menyesal telah kehilangan kendali, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara menebusnya. Setelah selesai, ia membawa dua cangkir teh ke meja makan, duduk di sana dan menunggu.

Waktu berlalu, tetapi Anna tidak keluar dari kamarnya. Suasana apartemen terasa semakin sunyi, hanya terdengar suara jarum jam yang berdetak pelan. Heeseung menatap cangkir teh yang kini mengeluarkan uap tipis, lalu menundukkan kepalanya, mencoba mengatur napasnya.

"Aku benar-benar payah" gumamnya pelan.

Saat ia hampir kehilangan harapan, suara pintu kamar terbuka membuatnya mengangkat kepalanya dengan cepat. Anna keluar dengan langkah pelan. Wajahnya masih menunjukkan kelelahan, tetapi ada sedikit ketenangan di matanya. Ia berdiri di ambang pintu kamar, menatap Heeseung dengan ekspresi yang sulit dibaca.

Heeseung berdiri, seolah ingin mendekat, tetapi ia segera menahan dirinya. "Aku membuatkan teh" katanya dengan suara pelan. "Kau mau duduk di sini ?"

Anna tidak menjawab, tetapi ia melangkah mendekat. Ia mengambil tempat di ujung meja, menjaga jarak dari Heeseung. Tangannya meraih cangkir teh, menghangatkannya di telapak tangannya, tetapi ia tidak meminum isinya.

Keheningan menyelimuti mereka. Heeseung ingin bicara, tetapi ia takut kata-katanya akan memperburuk suasana. Ia hanya bisa duduk di tempatnya, menatap Anna dengan hati-hati. Akhirnya, Anna yang memecah keheningan.

"Apa yang kau inginkan dariku ?" tanyanya dengan suara pelan, tetapi penuh dengan rasa lelah. "Aku lelah dengan semua ini"

Heeseung menatap Anna, matanya dipenuhi rasa bersalah. "Aku hanya ingin memperbaiki semuanya, Anna. Aku tahu aku salah, aku kehilangan kendali. Aku tidak punya alasan untuk itu"

Fake Love ft Lee Heeseung of EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang