Dua Puluh Empat

2.3K 353 54
                                    

Sudah tiga minggu sejak Insiden Kantou kala itu. Nyaris satu bulan, dan kondisi (Name) malah semakin menurun. Dokter sendiri sudah berkata bahwa tidak ada harapan lagi. Mungkin hanya keajaiban Tuhan yang bisa menolong.

Dan sudah tiga minggu ini juga Izana seperti tubuh tanpa jiwa. Pria itu hanya diam di unit apartemennya, melamun.

"Izana-nii, aku dan Mikey masuk ya!" Suara Emma terdengar diikuti suara pintu yang terbuka.

Izana tidak tertarik untuk menoleh. Ia tetap duduk diam di depan sofa, menatap tembok di hadapannya.

"Izana-nii, aku bawakan makanan. Ayo kita makan bersama." Emma tiba di hadapan Izana. "Di tambah kakek juga bertanya kapan Izana-nii akan pindah ke rumah bersama kami."

"Hei, Emma. Dia masih hidup kan?" Mikey buka suara.

"Mikey, aku tidak punya waktu untuk pertanyaan bodoh." Geram Emma.

Izana melirik dua orang remaja itu. Setiap mereka datang, suasananya jadi ramai. Tapi tetap saja ada sesuatu yang kosong karena tidak ada (Name).

"Oi, sebaiknya kamu makan sebelum aku menghabiskan porsimu." Mikey menusuk pundak Izana.

"Berisik." Gumam Izana akhirnya.

"Lihat? Aku berhasil membuatnya bicara!" Mikey tersenyum bangga.

"Izana-nii, tenang saja. Aku yakin (Name) akan segera sadar. Tapi jika dia sadar dan kamu malah sakit, tidak ada gunanya. Jadi kamu harus makan."

Emma berjalan menuju dapur, menyiapkan tiga piring lengkap dengan minuman. Mikey sendiri tampak bersemangat. Sejujurnya ia sudah sangat lapar.

Izana akhirnya menyendokan sesuap makanan ke dalam mulutnya.

Biasanya (Name) juga akan memasak untuknya. Izana rindu masakan (Name). Tanpa sadar airmata Izana turun lagi membuat Emma dan Mikey saling lempar tatapan.

Ponsel berdering membuat Emma memusatkan perhatian pada ponselnya. Melihat nama penelfon, buru buru Emma mengangkatnya.

"Halo, Aira-san?"

"......"

Emma tampak mematung dengan mata membulat. Perlahan senyumnya mengembang.

"Baik, kami segera kesana!"

Sambungan terputus. "Izana-nii, (Name) akhirnya sadar. Ayo kita ke rumah sakit!"
........

(Name) mengerjap ngerjapkan matanya. Butuh beberapa saat untuk ia bisa mencerna semuanya. Ruangan putih dengan aroma obat obatan yang sangat kuat.

Rumah sakit. Tapi mengapa? Harusnya dia sudah tewas kan?

Suara piring yang terjatuh membuat (Name) menoleh. Itu Aira yang baru saja menjatuh piring berisi buah. Mata wanita itu berkaca kaca.

"(Name)!? Ya Tuhan, benarkah? Aku tidak mimpi?" Aira menepuk pipinya. Airmatanya mengalir deras.

"Nee-san?" Gumam (Name).

"Aku panggilkan dokter!" Ucap Aira panik dan berlari keluar dari ruangan (Name).

(Name) menyentuh kepalanya. Ia terkena sakit kepala mendadak. Apa yang terjadi sih?

"Kejutan!" Suara antusias itu membuat (Name) menoleh. Ia melihat sosok yang sudah sangat familiar dengannya tengah tersenyum lebar.

"Apa ini? Kilas balik sebelum kematian?" Tanya (Name).

"Tentu bukan, dasar bodoh." Ejek pria itu. Iris merahnya memutar malas. "Aku menghidupkanmu lagi. Bagaimana? Kamu senang?"

(Name) menghela nafas berat. "Apalagi kali ini?"

Save You (Izana Kurokawa x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang