6

7.4K 517 24
                                    

"Do, mandi dan ganti dulu pakaian lo. Sekalian sholat subuh" ucap Arnold memberikan sepasang kemeja hitam ke Aldo.

Aldo menganggukkan kepalanya.

Aldo, kerabat dan warga sekitar semalaman ikut berjaga jenazah Mirza di kediaman rumah Mirza. Jenazah akan dimakamkan pada Minggu pagi ini.

Setelah selesai, Aldo kembali duduk di samping peti Mirza. Dikarenakan darah dari Jenazah Mirza yang lumayan banyak keluar mengakibatkan jenazahnya harus dimasukkan ke dalam peti setelah disucikan.

"Kak, gue minta maaf" ucap Aldo tiba-tiba.

Arnold menoleh ke arah Aldo yang berada di sampingnya menanyakan kenapa.

"Seandainya waktu itu gue dateng lebih cepet, mungkin Mirza ga bakal kayak gini" lanjut Aldo menunduk. Mata sembab dan raut wajah lelah menggambarkan keadaan Aldo juga sama kacaunya.

Arnold menepuk pundak Aldo untuk menenangkannya, karena memang ini bukan salahnya.

"Mirza juga sempet telpon gue tadi malem, tapi berhubung gue masih di tempat syuting dan emang belom selesai. Gue ga bisa jemput Dia" jelas Arnold mengusap pundak Aldo.

"Kalaupun ada yang bisa disalahin, gue yang paling salah di sini. Tapi ini udah takdir adik gue Do" Arnold menatap sedih ke arah peti itu.

"Assalamualaikum" ucap seseorang yang baru datang dan menyalami satu persatu dan mengucapkan belasungkawa terhadap keluarga yang ada di dalam rumah.

"Bang, gue turut berduka cita" ucap Flo memeluk Arnold.

"Maafin adik gue ya kalo ada salah" jawab Arnold yang di angguki Flo, ia langsung duduk di sebelah Aldo.

"Yang lain mana?" Tanya Aldo.

"Ga tau, gue langsung ke sini. Belum sempet buka HP" jawab Flo.

Teman-teman sekolah yang mengenal Mirza satu persatu mulai berdatang ke kediaman Mirza untuk mengantarnya ke tempat terakhir. Termasuk Ollaf, Oniel, dan Luchas.

Ashel dan teman-temannya yang cukup mengenal Mirza juga berada di sana, Ashel terus menerus menatap khawatir ke arah Aldo.

"Kalo kangen, ya bilang aja. Lo ada masalah kan sama dia?" Ucap Kathrin yang ada di sebelahnya.

Ashel langsung menatapnya.

"Kok lo tahu?"

"Y-ya kan, biasanya k-kalian bareng terus" jawab Kathrin panik.

"Gue berantem sama Dia" ucapnya lesu.

"Karna?"

"Dia posesif banget Kath, gue ga suka. Ini kan hidup-hidup gue, terserah dong gue mau main atau deket sama siapa" jawab Ashel lirih menunduk memainkan jarinya.

"Tapi lo sadar ga sih Shel, justru lo yang lebih posesif dan sorry nih ya, lo juga egois"

"Kok lo belain Aldo sih daripada sahabat lo sendiri" Ashel menatap kesal Kathrin.

"Ga gitu maksud gue. Lo kalau kemana-mana ga bisa sendiri dan lo minta temeninnya ke siapa kalau kita lagi ga bisa? Aldo. Lo itu orangnya clingy parah, moody-an, dan orang yang sabar ngadepin lo siapa selain kita? Aldo. Gue, Marsha sama Indah aja kadang gedeg sama lo. Dan sekarang, apa yang lo rasain setelah jauh dari dia?" Jelas Kathrin panjang kali lebar.

Ashel memanyunkan bibirnya mendengar penjelasan Kathrin yang sedikit menjengkelkan, tapi benar adanya.

"Gue ngerasa aneh, kayak ada yang kurang. Mungkin."

"Tuh kan, sebenarnya kalian tuh ada keterkaitan dan ketertarikan. Bulshit banget kalo cowok sama cewek cuma sahabatan. Lo pasti pernah ada rasa sama Dia kan?" Tanya Kathrin lagi.

Semicolon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang