Bagian; 1

15 8 3
                                    

Katanya kalau jatuh cinta harus siap juga dengan luka.

Dengan berbekalan kepercayaan diri seorang Azalea Briana menjadi garda terdepan dalam mendapatkan pujaan hatinya yaitu Garvi Aksa Senopati.

Laki-laki yang sudah lama menempati hatinya. Sosok yang begitu mempesona hingga mengikat Azalea dengan segala perasaan yang begitu besar untuk Garvi seorang. Namun, cukup disayangkan sekali perasaan yang dimiliki Azalea ternyata tidak dimiliki oleh Garvi. Cinta bertepuk sebelah tangan istilah yang tersemat untuk gadis manis bernama Azalea.

Meskipun demikian, Azalea tidak pernah sama sekali memundurkan langkahnya atau balik kanan bubar jalan. Dirinya selalu maju pantang mundur entah sampai kapan dirinya nanti akan berjuang untuk Garvi, karena hingga detik ini belum terlihat hilal balasan dari Garvi Aksa Senopati.

Azalea menatap jenuh papan tulis didepan kelas yang sudah penuh dengan rumus juga angka-angka demi mencari si y dan si x. Selalu saja yang dipermasalahkan dalam ilmu matematika itu y dan x. Dan yang harus susah menyelesaikan semuanya adalah kalangan pelajar termasuk dirinya. Terheran-heran sendiri Azalea tuh, sedari dulu y dan x harus dicari padahal kenapa tidak lapor polisi saja agar cepat ditemukan, iya kan. Jadi Azalea tidak susah payah mencarinya kalau begitu.

Menghembuskan nafas dengan kasar, Azalea melarikan pandangannya kesamping teman sebangkunya. Salju namanya, yang sedang sok pokus memperhatikan materi yang sedang dibahas oleh guru mereka. Padahal Azalea yakin seratus persen si snow itu tidak akan paham ujung-ujungnya.

Azalea sedikit mendekat pada Salju, lalu bertanya, "Lo ngerti Sal?"

Salju menoleh dengan senyuman cerah mengalahkan lampu ditaman. "Enggak," jawabnya lugas. Kan, Azalea sudah menduganya. Mereka berdua itu sebelas dua belas tidak mengerti tentang matematika. Salju saja yang pencitraan sok memperhatikan padahal isi otaknya hanya cireng dan cimol.

Karena merasa sudah bosan dan muak, Azalea berniat keluar kelas agar bisa terbebas dari y dan x untuk sementara waktu.

"Sal, anterin gue ke toilet yuk?" ajak Azalea berbisik.

Salju menggeleng. "Gak dulu deh. Gue tau lo mau ngajak bolos kan," terka Salju yang memang tak salah lagi dibalik ajakannya ke toilet itu.

Kedua mata Azalea menyipit. "Dih, gak temen banget masa Salju mah."

"Sttt." Salju menempatkan jari telunjuknya diatas bibir. "Jangan ajak gue kalau mau ke jalan yang sesat."

Mendengar itu, Azalea menampilkan mimik seperti muntah. Entah mengapa Salju hari ini begitu menyebalkan. Apa tadi katanya, jangan mengajak kalau mau ke jalan yang sesat. Cih, tidak mengaca sekali si snow itu. Bahkan dia lebih sesat dibanding Azalea.

Memilih abai dengan itu, Azalea dengan tekadnya memundurkan bangku yang didudukinya hingga berderit membuat banyak pasang mata memperhatikan. Lalu dilanjutkan dengan langkahnya sampai berhadapan dengan seorang guru laki-laki yang sudah cukup berumur itu.

"Pak, saya izin ke toilet," ujar Azalea.

Pak Ibnu selaku guru matematika itu sedikit membenarkan kacamatanya yang melorot. Menatap Azalea sanksi, karena murid satunya ini cukup sering membuat perkara.

Seolah mengerti arti tatapan Pak Ibnu, Azalea berdecak dalam hati karena tahu bahwa Pak Ibnu curiga kepadanya. Tau aja lagi kalau gue mau bolos.

"Beneran Pak mau ke toilet. Soalnya lagi anu ini apa sih, itu saya bocor iya. Biasalah Pak namanya juga perempuan kan," alibi Azalea berusaha untuk senatural mungkin agar tidak dicurigai oleh gurunya.

Berusaha mempercayai alasan yang diberikan oleh Azalea, Pak Ibnu menganggukan kepalanya. "Ya silahkan," balasnya.

Azalea tersenyum mendengarnya, lalu memutarkan badan berjalan keluar kelas. Sebelum itu, Azalea sedikit mengacungkan jari tengah pada Salju yang mencibikkan bibirnya.

GARVITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang