Bab 5.

12.6K 1.8K 28
                                    

Irsyad menghempaskan tubuhnya pada kasur empuk miliknya. Kemudian bocah itu berguling-guling dan bergeleyut layaknya cacing.

"Ahh enaknya jadi orang kaya," gumamnya. Anak itu menghirup aroma wangi dari sprai yang di tempatinya. "Bau orang kaya memang beda."

"Bodo amat lah yah sama alur sama kasih sayang. Yang penting uang ngalir lancarr.."Irsyad mengangguk-nganggukkan kepalanya.

"Omong-omong mereka benar-benar memanjakan gadis itu."

Keadaan mansion sepi karena keluarganya sedang pergi jalan-jalan bersama kakaknya.  Irsyad tidak peduli, dia sama sekali tak peduli. Dia di lupakan, lebih tepatnya Dirgant.

Tetapi kenapa hatinya sakit? Apa ini perasaan milik pemilik tubuh ini?

"Fuck! Aku sudah berjuang keras selama hidup. Tolong, jika aku di beri kesempatan hidup kembali, aku tak ingin yang namanya di kasihi." Irsyad menutup matanya dengan lengan kanannya.

Irsyad bangun untuk mandi. Selesai mandi dia turun kebawah untuk makan siang. Mansion masihlah sepi, hanya ada maid dan pengawal yang berlalu lalang.

Dia berjalan ke meja makan, lalu meminta maid untuk membuatkan makanan. Kenapa tidak di siapkan terlebih dahulu oleh para maid? Karena tuan mereka tidak ada dirumah.

Memang menyesakkan bagi Dirgant ketika dia bahkan tidak di sadari keberadaannya oleh para pembantu di rumah ini. Tetapi ini Irsyad, dia hanya butuh pembantu tau jika dia ada di kediaman ini dan juga tuan mereka.

Makanan sudah tersaji di depannya. Meski tak lengkap semuanya tertata rapi. Ketika maid yang mengantarkan makanan pamit undur diri, secara sengaja, Irsyad melempar dia dengan sup panas.

Maid itu reflek terduduk, dia memegang punggungnya yang terasa panas.

"Lain kali jika sudah saatnya makan siang siapkan dengan benar, kau membuat anak tuanmu kelaparan bedebah," ujarnya.

Maid itu tak menjawab, dia menangis merasakan nyeri. Irsyad tak suka, dia mendekati maid tersebut. Maid lain yang ingin membantu maid itu berdiri segera berdiri ketika Irsyad menghampiri mereka.

Irsyad menjambak rambut maid tersebut, "Kau cukup sombong untuk seukuran pembantu." bocah itu menghempaskan tubuh sang maid.

"Kurung dia di gudang, jangan beri dia makanan apapun sampai aku memerintahkan dia untuk keluar," titah Irsyad. Pengawal yang sedari tadi diam segera membawa maid itu atas perintahnya.

Irsyad menatap tajam maid yang lain, "Jika ada salah satu dari kalian yang menolongnya. Kalian akan bernasip lebih buruk dari dia."

Setelahnya bocah itu makan dengan tenang. Selesainya, dia bersantai di ruang keluarga, menonton tv dan memakan cemilan.

Hidupnya terasa damai dan tenang. Tidak ada pengganggu yang datang. Dia berharap jika keluarganya mati saja, tetapi setelah di fikir-fikir, jika mereka mati. Siapa yang akan mencari uang.

Dia harus menjadi pengangguran kaya. Kekayaan orang tuanya harus di gunakan dengan baik.

Merasa bosan, bocah itu beranjak ke kamar nya untuk tidur. Akan tetapi tidurnya terganggu oleh suara kakaknya Levin.

"Ada apa? Kakak mengganggu tidur siangku," ujarnya dengan suara serak. Dia menatap sayu sang kakak yang juga menatapnya.

"Kau mengurung maid, Dirgant?"

Irsyad mengucek matanya, tetapi Levin menghalangi, "Jangan di kucek nanti memerah."

"Ya..aku melakukannya." Irsyad sepenuhnya sadar.

"Alasannya."

"Membuat dia mengerti tempatnya, itu saja. Ada yang salah?" acuh Dirgant. Bocah itu mengangkat bahu acuh, sedangkan Levin menghela nafas pelan.

"Jadi bagaimana? Kalian bersenang-senang?"tanya Irsyad ketika hening yang cukup lama terjadi di antara mereka. Levin memandang adiknya lamat.

"Sudah terbiasa yah..bahagia tanpa si bungsu?" sindir Irsyad.

Irsyad menatap tepat di mata Levin, "Mau bagaimana lagi sih ya..lagi pula aku juga terbiasa tanpa kalian."

"Aku juga tak mengharapkan papa dan mama selalu di samping ku. Aku juga tak mengharapkan kakak peduli terhadapku. Selama tak ada pengganggu, aku terbiasa dengan kesendirian," tutur Irsyad. Dia berjalan mendekati balkon. Menikmati angin sore yang menerpa wajahnya.

Levin terdiam, dia mengikuti adiknya dari belakang. "Hidupku itu sudah nyaman dan sudah tak membutuhkan kalian di sisiku."

"Butuh sih sebagai atm berjalan ku," Batin Irsyad dalam hati.

"Beberapa tahun terlewati, aku tidak tau sampai kapan aku bertahan dengan keadaan yang seperti ini. Hidup segan mati tak mau." Irsyad terkekeh miris. Dia sedih, tetapi lebih sedih lagi ketika dia tidak bisa lebih sedih.

Dia anak yang mendambakan kasih sayang tetapi menyerah oleh seiring waktu. Hingga tuhan mengambil nyawanya dan mengirimnya ke tubuh yang lain dengan nasib yang sama dengannya.

Bedanya tempat dimana dia berada beserta lingkungannya itu sangat berbeda.

Dia menutup rapat kenangan dia di kehidupan sebelumnya. Kehidupan kelam dirinya yang mengejar kasih sayang keluarganya. Kehidupan menyedihkan dirinya, tentang perjuangannya yang tak pernah di hargai.

Semua hal yang di lakukan nya salah meski hal itu benar. Berbeda dengan kakaknya yang meski salah akan selalu benar di mata orang tuanya.

Hingga akhir hayatnya, dia sendiri. Irsyad sendiri menahan sakit hati yang seperti meremukkan tubuhnya. Dan kali ini, di kehidupan ini, dia tak ingin lagi melakukan hal bodoh itu.

Irsyad hanya ingin menikmati hidupnya tanpa menyiksa tubuh dan mentalnya. Dia akan hidup keterbalikan dari kehidupan sebelumnya.

"Aku hidup disini berbaur dengan kalian. Tetapi keberadaanku hanya bayang-bayang di antara keluarga ini." Irsyad merasakan pelukan dari belakang, tetapi dia acuh dan melanjutkan ucapannya.

"Aku tak tau, dosa apa yang telah aku lakukan, hingga Tuhan sangat suka mempermainkan hidupku," gumamnya yang masih di dengar oleh Levin.

Bukan seperti ini yang Levin mau. Bukan kata-kata itu yang ingin Levin dengar, "Dirgant...Luna adalah satu-satunya putri ibu disini. Papa dan mama hanya sedikit lebih menyayangi dirinya karena dia putri mereka satu-satunya. Begitu pun dengan kakak," ujarnya.

Irsyad tak menjawab, dia ingin mendengar dengan seksama, selanjutnya apa yang akan di katakan oleh Levin. "Kamu adalah laki-laki, tentu saja kamu akan lebih kuat dari Luna."

"Jangan seperti ini...Kami menyayangimu, hanya saja-

"Kalian lebih menyayangi kak Luna." Irsyad melepas pelukan itu. "Aku mengerti kak. Aku sudah biasa mengalah. Jadi tak masalah, aku hidup di balik bayangan kak Luna. Aku tak akan mengeluh apapun, aku tak akan berharap untuk dikasihi."

"Kakak boleh keluar sekarang, aku ingin melanjutkan istirahatku yang tertunda," ujarnya.

"Dirgant, dengar dulu sampai kakak selesai berbicara," tukas Levin.

"Tak usah kak. Aku mengerti." Irsyad mulai melangkah kedalam. Dia mengabaikan Levin yang memanggilnya dan masuk kedalam kamar mandi.

Levin hanya bisa menghela nafas. Setelahnya dia keluar dari kamar Irsyad.









Tbc.....

Imagination ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang