Sudah seminggu sejak Irsyad menjalani hukumannya. Agas sama sekali tak melepaskan rantai di tangan Irsyad.
Irsyad benar-benar tak di bolehkan keluar atau melangkah sedikitpun dari kasur. Dia akan di bersihkan sehari sekali oleh para maid dan di antarkan makanan setiap 3 kali sehari.
Hidup Irsyad tak lebih seperti seekor hewan. Tak ada dari keluarganya yang menjenguk atau melihatnya.
Irsyad menoleh ke arah balkon, tempat favoritnya. Cuaca mendung, sama seperti hatinya yang suram. Pandangannya kosong, dia seperti tak punya tujuan hidup.
Dalam benak Irsyad, apa salahnya? Apa dosanya hingga dia mengalami hal seperti ini. Bukankah kemarin dia bersenang-senang?
Punggungnya panas, dia lelah. Tubuhnya seolah mati rasa, apalagi di bagian bawah ketiak nya. Tangannya benar-benar tak di lepaskan dalam seminggu.
Yang di lakukan Irsyad setiap harinya adalah menatap lampu yang menyorot. Apa yang harus di lakukan dia ketika tubuhnya tak diizinkan bergerak?
Seminggu berlalu bukan waktu yang sebentar baginya. Hidup hanya diam dan tak melakukan apa-apa. Terkadang dia linglung, sebenarnya untuk apa dan kenapa menerima perlakuan seperti ini.
Dia melakukan hal uang menurutnya nyaman untuknya. Tetapi kenapa papa dari tubuh ini mengatakan dia gila? Bukankah penyebab utamanya adalah pria itu.
Bukankah keegoisan pria itu yang membuatnya melakukan hal itu. Dia tak biasa di bentak, dia tak bisa di teriaki. Apa salahnya?
Pintu kamarnya terbuka, Irsyad tak bergeming, dia membenarkan pandangannya menatap plafon atas. Agas dan Levin masuk berjalan kearahnya.
Agas mengambil kunci dan membuka rantai yang membelenggu sang putra. Dia duduk dan mengelus rambut Irsyad, "Hukumanmu selesai Boy, kau bebas sekarang." pria itu mengecup kening Irsyad dan pergi begitu saja.
Irsyad terkekeh pelan. Agas seolah tak peduli dengan kesehatan mentalnya.
"Dek, coba kau gerakkan tanganmu terlebih dahulu," ujar Levin. Dia mengambil tangan Irsyad untuk digerakkan. Lengan adiknya memerah akibat rantai tersebut.
Levin terkejut ketika merasakan kulit panas Irsyad. "Dek kamu demam!?" Irsyad tak menjawab, dia melepaskan tangan Levin dan memposisikan tubuhnya kesamping.
Dia ingin istirahat. Memang tubuhnya terasa tak enak, dia merasakan dingin. Namun Irsyad tak peduli, ini bukan apa-apa baginya.
Levin menghela nafas, "Kakak akan memanggil dokter."
Mendengar langkah kaki Levin yang keluar. Irsyad beranjak dan merenggangkan otot-ototnya. Kemudian, dia mencari cara untuk keluar dari mansion ini.
Dia ingin istirahat di suatu tempat yang nyaman untuknya.
Dan disinilah dia, di kamar tunangan kakaknya. Karena kamar ini yang membuat dia nyaman, dan satu-satunya rumah seseorang yang di ketahui.
Ethan mengompres Irsyad dengan telaten, awalnya itu akan di lakukan oleh Rose, tetapi pemuda itu meminta jika dirinyalah yang akan melakukannya.
Rose tampak khawatir melihat wajah pucat Irsyad, jadinya dia menyuruh sang suami untuk memanggil kan Irsyad dokter.
Irsyad di perlakukan sebaliknya disini, dia tidak di bandingkan dan di perlukan hangat. Bolehkah dia tinggal disini saja, dia tak ingin balik kerumah itu lagi.
Ethan mengelus lengan Irsyad yang memerah. Dia menatap wajah damai Irsyad, wajah itu terlihat lelah. Dia tak kalah terkejutnya melihat kedatangan Irsyad yang tiba-tiba dengan keadaan yang tak baik dan nafas yang tak beraturan.
Sebenarnya apa yang telah terjadi pada Irsyad, itu yang ada dalam benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagination ✔
Teen FictionDia...hidup di imajinasi yang beberapa orang inginkan. Dia...berada antara imajinasi dan kehidupan yang nyata. Antara percaya dan tidak percaya...dia hanya perlu menjalaninya. perihal ini tidak nyata, dia akan terbangun di dunia yang seharusnya... d...