[9/10]

1.2K 154 4
                                    

.

.
Bukankah sudah kelihatan...

[Name] menopang dagu dengan tangannya. Ia mengamati lapangan sekolah menengah atas dari jendela kelasnya.

Beralih melirik jam tangan, [Name] mengerutkan dahinya. Sudah pukul 7.25 pagi, Halilintar sama sekali tidak terlihat.

Tumben sekali. Biasanya Halilintar bahkan hadir sebelum pukul tujuh pagi.

"[Name]." Rekan kelasnya memanggil.

"Hm?"

"Temuilah Bang Hali di lorong perbatasan, dia menunggumu."

______________________________

Di balik wajah datarnya, [Name] kegirangan bukan main ketika melewati koridor perbatasan SMA dengan SMK. Sepi dan yang paling pentingnya [Name] dapat membolos pelajaran yang dibencinya.

Ia berbelok ke lorong sebelah kiri, menemukan kekasihnya berbaring di kursi tunggu dengan napas memburu.

Sontak ia bertanya, "Kamu kenapa?"

"Telat bangun," dengus Halilintar berdiri dengan susah payah. Akibat tidur dengan posisi duduk semalam, tubuhnya jadi sakit semua. Ia berharap masa tua tidak sedang mengejarnya.

Halilintar merogoh saku celananya, menyodor dasi abu-abu miliknya.

"Tolong pasangin."

Pikiran [Name] berhenti seketika. "Hah? Pasangin?" gumamnya. Tangannya spontan mengambil benda tersebut. Dilihatnya Halilintar menaikkan kerah bajunya.

Helaian rambutnya yang berantakan berkibar sana-sini, membuka jidatnya yang selama ini sengaja ditutup oleh poni. Sorot matanya yang lembut juga tajam membuatnya tak bisa mengalihkan pandangan.

Ini memang efek pencahayaan atau bagaimana? Kenapa [Name] baru sadar bahwa selama ini kekasihnya itu sangat tampan?

"Honey?"

[Name] mengedip mata. "Ya?"

"Pasangin, bentar lagi masuk kelas," kata sang kekasih sembari memajukan sedikit bibirnya.

"A-ah, iya. Sebentar." [Name] mengalungkan dasi di kerah baju kekasihnya.

Percaya tidak percaya, [Name] cukup gugup melakukannya. Apalagi situasi sepi. Tangannya sedikit gemetaran, tampaknya Halilintar menyadari itu.

Sang lelaki menggenggam kedua tangan mungil [Name]. Dia mengernyit samar. "Jangan gemetar."

"Biasakanlah karena kamu akan mengikat dasiku setiap hari saat kita sudah menikah." Ia mengecup telapak tangan [Name] dengan lembut.

[Name] menunduk, ini sungguh tidak bisa dimengerti. Ia menolak berkontak mata dengan kekasihnya. [Name] takut terjatuh ke pesona seorang Halilintar untuk kesekian kalinya.

Walau setiap detiknya ia kian mencintai pemuda bermanik ruby indah itu.

[Name] melanjutkan mengikat dasi. "Aku gak mau jadi tukang pengikat dasi." Ia menahan senyum, sejenak berharap kalau kekasihnya akan menyahut 'jadilah istriku' seperti di film romance.

Eh, nyatanya...

"Ya sudah, jadi babuku saja." Halilintar mengangkat bahunya enteng.

Plakk!

Satu kalimat penghancur ekspetasi.

____

Bonus ~>

"[Name], tunggu."

"Jadi selama ini kamu pacaran sama aku hanya untuk dijadikan babu? Cih."

"Bukan itu maksudku."

"Lalu?"

"Babu itu BAntal peluk Buluk imUt."

"Cringe! Belajar gombal dulu sana baru dekati aku." Ò_Ó

"Kelamaan. Nanti aku tua duluan sebelum dekat lagi sama kamu." :|

...dari mukaku bahwa aku tidak jago menggombal?

_______________________________

.

.

Double up (/Ò◇Ó)/

27 September 2022



My Cool Darling || Boboiboy Halilintar [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang