Bab III : Sunflower

5 0 0
                                    

Jackson berlari dengan cepat, ia menyusuri jalanan kota yang tak terlalu ramai dengan lalu lalang orang. Sesekali ia menoleh ke arah belakang, memastikan jarak dirinya dengan para pengejar cukup jauh. Ia sempat tersenyum seraya berlari, para berandal sekolahnya mungkin punya kekuatan super karena mulai mengikis jarak antara mereka atau ia yang semakin lemah dalam berlari? Yah, terakhir kali ia benar-benar berlari adalah satu tahun lalu sekaligus menjadi tahun terakhirnya sebagai pelari nasional tingkat sekolah menengah pertama. Ia berusaha menambah kecepatan dan dengan gesit menghindari beberapa pejalan kaki namun sepertinya para berandal belum menyerah. Ia tidak bisa hanya terus berlari karena mereka akan terus mengejar, ia harus mencari jalan pintas dan menghilang sejenak.

Di ujung jalan Insandong aku melihat sebuah persimpangan jalan, haruskah ia mengambil jalan kiri atau kanan? Sebelum sempat ia memutuskan, matanya melihat ada gang kecil di samping toko roti yang mungkin itu bisa jadi jalan pintas baginya. Jackson langsung belok ke kiri begitu mendekati gang itu tapi ternyata ia salah. Ternyata itu gang buntu padahal ia sudah setengah jalan masuk ke gang itu, Jackson lalu mundur beberapa langkah bersiap memutar mengambil jalan lain namun ia urungkan. Jika ia kembali ke jalan utama makan akan langsung disambut dan ditangkap para berandal itu. Ia kembali menatap dinding di gang buntu tersebut, tingginya mungkin tidak sampai 2 meter dan aku melihat ada sebuah pohon di balik tembok itu. Aha ... baiklah, mungkin ia bisa bersembunyi di sana. Jackson mundur 3 langkah untuk bersiap lari dan melompat ke arah tembok itu. Walau tidak yakin tapi ia rasa setidaknya ia bisa menggapai ujung tembok dan ia bisa menarik tubuhnya untuk melewati tembok itu. Jackson memusatkan kekuatan di kedua kakinya dan mulai berlari, ia melompat dan bersiap mendaratkan kaki kanannya di tembok untuk dorongan melompat. Jackson pikir ia akan dapat mencapai puncak tembok itu namun ia malah merasakan ruang kosong pada tembok tempatnya berpijak, dalam keterkejutannya ia melihat tembok itu seperti kabur dan Jackson lalu terjatuh.

*

"Huwaaaa ...!" aku menyilangkan kedua tangan di depan wajahku.

Braakk. Aku terjatuh dan terguling setelah. Aku terhenti dari berguling dengan posisi terduduk dan perlahan menurunkan tangan lalu membalikkan badan melihat keadaan di balik punggung. Aku tercengang, itu adalah sebuah pintu kayu dengan dua bilah kaca di bagian tengah serta melengkung di sudut atasnya, pintu itu perlahan menutup. Tunggu, bukankah tadi di depanku adalah tembok? Lalu kenapa sekarang pintu? Atau aku tanpa sadar menerjang ke dalam rumah orang? Aku lalu menoleh melihat sekeliling sekilas, banyak bunga segar yang tertata rapi di vas mengelilingi ruangan ini. Aku menghentikan pandanganku pada pria di balik meja panjang dengan mesin kasir di atasnya, pria itu tampak terkejut. Ia terlihat menggenggam beberapa bunga matahari dengan kedua tangannya yang terlihat seperti memeluk bunga itu dan tubuhnya sedikit menempel ke tembok. Ia menunjukkan ekspresi kaget dan takut secara bersamaan. Aku pikir itu wajar karena baru saja ada seorang anak sekolahan menerjang ke dalam rumahnya ... tidak, sepertinya ini toko bunga bukan rumah. Jackson melihat banyak bunga di sana.

"Ah, maafkan aku, aku tidak sengaja ... masuk." Aku berkata seraya bangun dari dudukku dan membungkukkan badan.

"Aiisshh ... aku tahu kau akan datang tapi aku tak tahu kalau begini caramu." Pria itu menurunkan bunga mataharinya dan menepuk dadanya.

"Maafkan aku." Aku kembali membungkukkan badanku.

"Ya ... ya." Ia berkata dan mengangguk, ia melihatku lalu menghampiriku, "apa kakimu baik-baik saja?"

"Ah ..." aku memegang lututku, sedikit nyeri tapi tidak begitu sakit, "aku baik-baik saja."

"Syukurlah." Ia tersenyum. Pria ini memiliki senyum yang cerah, aku seperti melihat ada cahaya pada senyumnya. Ia lebih tinggi dariku, badannya ramping, memiliki sudut rahang dan hidung yang sempurna dan yang menarik adalah rambutnya. Ia memiliki rambut putih yang menghitam di ujungnya. Aku seperti melihat tokoh komik saat ini, visual yang terlalu sempurna. Kami saling memandang beberapa menit lalu paman itu memulai pembicaraan.

Magic Shop : 7 Flower Of MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang